Tahun 1998 mengawali reformasi politik setelah Presiden Soeharto lengser. Proses politik ini bukan semata-mata akibat krisis moneter yang melemahkan kekuasaan politiknya, tetapi juga akibat demonstrasi besar-besaran dari mahasiswa dan banyak elemen masyarakat yang menuntutnya lengser.
Prestasi politik tersebut pantas diapresiasi karena mereka telah memberikan kontribusi dalam menggerakkan reformasi. Dan, karena itulah, reformasi harus terus berlanjut agar apresiasi ini bermanfaat.
Kita memasuki reformasi selama 12 tahun. Telah banyak yang dihasilkan selama itu. Pertama, kita dapat menyelenggarakan tiga pemilu legislatif dengan sistem multipartai meskipun risikonya tak satu pun partai mampu meraih mayoritas kursi di parlemen sehingga pemerintah yang terbentuk setelah pemilu adalah pemerintah koalisi untuk memuluskan kebijakan pemerintah melalui parlemen.
Kedua, sistem pemilu pun mengalami kemajuan setelah dihapusnya fraksi TNI/Polri. Pada 2004 bukan saja perwakilan daerah (DPD) melalui jalur independen dilangsungkan, melainkan juga pemilihan presiden secara langsung yang memperkuat mandatnya dan sekaligus menghapusnya sebagai mandataris MPR.
Ketiga, sejak 2001 diberlakukan UU Pemerintahan Daerah yang baru—lebih populer sebagai otonomi daerah—dengan memberikan kewenangan dan peran yang lebih besar kepada pemda hingga tingkat kabupaten/kota. Dengan ini, pemda diharapkan dapat berperan dalam kesejahteraan rakyat.
Keempat, beberapa lembaga negara juga mengisi ruang reformasi. Selain berdiri dan beroperasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), juga hadir Komisi Yudisial (KY), Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Komisi Kejaksaan dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) yang berkaitan dengan proses penegakan hukum.
Kelima, pemerintah mulai mengambil inisiatif untuk menggerakkan reformasi penegak hukum sebagaimana yang ditunjukkan dengan program pemberantasan mafia hukum, termasuk membentuk Satuan Tugas. Meski menghormati independensi Polri dan Kejaksaan, pemerintah memandang perlu untuk perbaikan di lingkungan Polri dan Kejaksaan.
Keenam, dibandingkan dengan periode sebelumnya, DPR relatif lebih berperan aktif dalam menjalankan fungsi konstitusionalnya, yaitu pengawasan terhadap lembaga-lembaga negara. Begitu juga, tak hanya Komisi III DPR, beberapa komisi lainnya di DPR menunjukkan peran mereka yang lebih aktif.
Meski demikian, berbagai hasil yang telah dicapai tak selalu memuaskan semua pihak. Beberapa kalangan menilai kemajuan politik ini sebagai tampilan ”demokrasi prosedural” saja. Begitu juga mereka yang berharap keadilan atas berbagai pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dan kejahatan di masa lalu, merasa dikecewakan.
Memang masih ada sejumlah halangan untuk bergeraknya reformasi. Tak sedikit pula mereka yang menilai kelemahan dan bahkan kegagalan karena masih maraknya korupsi dan mafia peradilan. Kini pun semakin bertubi-tubi sorotan yang tertuju pada aparat penegak hukum.
Harus berlanjut
Di satu sisi kita memang telah mencapai hasil tertentu dalam menggerakkan reformasi, tetapi di sisi lain harus diakui masih banyak kekurangan, kelemahan, bahkan kegagalan yang jelas tak memuaskan berbagai pihak. Karena itu, reformasi harus berlanjut untuk menjawab ketakpuasan itu. Keadilan adalah harapan yang sangat wajar bagi mereka yang menderita karena pelanggaran HAM dan kejahatan di masa lalu ataupun terkait kasus- kasus korupsi. Harapan ini tak boleh diabaikan karena ia berkaitan dengan reformasi penegak hukum sebagaimana sejak akhir 2009 telah dimulai.
Mungkin boleh dikatakan tak begitu mengesankan. Meski demikian, pemerintah dan parlemen telah menunjukkan perannya untuk mendorong reformasi penegak hukum. Hal ini seiring dengan realitas perilaku penegak hukum yang tak memuaskan masyarakat dan tak sedikit pula yang diduga bermain dalam jaringan makelar kasus.
Pemerintah melalui Kementerian Keuangan kiranya tepat membenahi Direktorat Jenderal Pajak menyusul dugaan maraknya mafia pajak. Dengan wewenang dan peran yang berbeda, parlemen juga dapat memberikan tekanan atas pengawasan pembenahan kelembagaan ataupun penerimaan sektor pajak.
Salah satu upaya reformasi yang masih tersendat adalah birokrasi. Setiap kementerian hingga dinas-dinasnya yang tersebar di daerah perlu memupuk spirit dan mental agar reformasi ini bisa berlangsung lebih lancar dan pelayanan publik yang memenuhi harapan masyarakat dapat ditunaikan. Kelanjutan reformasi itu bukan saja untuk menjawab berbagai penilaian mengenai kekurangan, kelemahan, bahkan kegagalan, melainkan sekaligus pula dapat memberikan manfaat bagi rakyat terutama mereka yang dikecewakan ataupun belum terjangkau.
Reformasi memang diharapkan bukan saja memberikan kemajuan politik, melainkan juga kemajuan dalam penegakan hukum dan pelayanan publik serta membawa rakyat agar hidupnya lebih sejahtera.
BENNY K HARMAN Ketua Komisi III DPR
Opini Kompas 29 Mei 2010
28 Mei 2010
Reformasi Harus Berlanjut
Thank You!