Jika ada pengamat ekonomi yang mengatakan bahwa kasus Yunani sama dengan kasus Century, boleh jadi pengamat tersebut adalah pendukung bail out Bank Century. Bahkan, sangat pasti dia tersandera oleh kedekatannya kepada tokoh-tokoh pendukung bail out Bank Century.
Secara sederhananya menyamakan Yunani dengan Century sama saja dengan melakukan agregasi yang sangat kasar dan tidak bersifat apel to apel. Yunani adalah negara anggota Uni Eropa. Dengan perhitungan yang kasar pun rasio produk domestic bruto Yunani terhadap Uni Eropa masih jauh lebih besar ketimbang rasio aset Bank Century dengan keseluruhan aset perbankan di Indonesia.
Rasio tersebut adalah tiga kali lebih besar. Jadi, dari ukuran kasar saja sudah melenceng. Secara rasio produk domestik bruto terhadap keseluruhan produk domestik bruto Uni Eropa mungkin kecil, namun sebagai ekonom, selayaknya yang digunakan adalah produk domestik bruto per kapita. Jangan kaget rasio produk domestik bruto per kapita Yunani besarnya 12,7 kali produk domestik bruto per kapita Indonesia.
Sehingga, jika Yunani "terguncang", maka guncangan produktivitasnya sangatlah dahsyat. Dengan pendekatan produktivitas, Yunani bukan anak bawang di Uni Eropa. Dengan konsep tersebut, Yunani tergolong bukan lagi sebagai negara sedang berkembang. Sementara Century jika menggunakan aset per kapita sebagai tolok ukur produktivitas justru sangat jeblok prestasinya apalagi jika digunakan pertumbuhan.
Total Factor Productivity di mana Bank Century termasuk dalam lima kelompok terburuk dari keseluruhan perbankan di Indonesia. Jadi, dalam membandingkan sesuatu sebaiknya bersifat apel to apel. Perekonomian Yunani diukur oleh konsep nilai tambah dengan nilai riil yang merupakan flow concept sedangkan aset Bank Century diukur dengan harga buku aset tersebut dalam nilai nominal yang bukan merupakan flow concept.
Dalam konteks Yunani juga ada yang namanya kondisi too connected too fail di mana perekonomian Yunani merupakan salah satu perekonomian yang menggunakan mata uang euro. Jika kondisi Yunani tidak segera diperbaiki, maka kepercayaan dunia akan euro juga akan melemah. Sementara itu, Bank Century tidak ada hubungannya dengan rupiah.
Dapat dipastikan bahwa pemerintah akan berada dalam ranah inkonsistensi dalam klaim stabilitas ekonomi ketika memutuskan bail out. Inkonsistensi terjadi karena bail out memerlukan alasan bahwa perekonomian belum stabil sehingga dengan bail out diperlukan agar perekonomian kembali menuju stabil. Stabilisasi, privatisasi, dan liberalisasi adalah ruh pembangunan semenjak Orde Baru berdiri hingga saat ini. Gema paham ini semakin mengeras ketika IMF masuk ke dalam pengendalian kebijakan ekonomi saat krisis tahun 1998 terjadi.
Pembangunan ekonomi Indonesia pada hakikatnya terperangkap oleh stabilisasi, privatisasi, dan liberalisasi secara akut, atau dengan kata lain perekonomian Indonesia sebetulnya terperangkap oleh Washington Consensus. Secara ekonomi politik, bail out merupakan strategi untuk mendukung stabilisasi, privatisasi, dan liberalisasi perekonomian yang kesannya menghilangkan rente ekonomi. Namun, sesungguhnya rente ekonomi tidak pernah hilang dalam perekonomian Indonesia.
Semenjak kasus penggelapan uang nasabah Century menjadi berita di media massa, tidak ada satu kejadian pun yang membuat rupiah goyang akibat kasus Century tersebut. Berbeda dengan Yunani yang secara model Gravity memiliki kekuatan untuk memengaruhi euro. Dengan model Gravity apa pun juga tidak ada hubungan kasualitas antara kondisi Bank Century dan rupiah. Apalagi jika dalam kasus Bank Century terdapat berbagai macam pola kejahatan perbankan. Apakah dengan mengatakan kasus Bank Century sama dengan krisis Yunani merupakan upaya untuk membersihkan kasus Century dari segala macam tindak kejahatan?
Sangat boleh jadi, sebab masyarakat akan menganggap krisis ya krisis tanpa melihat adanya unsur kejahatan tersebut. Kasus Yunani merupakan kasus unik karena Uni Eropa sebetulnya masih dalam tahap percobaan.
Penggunaan satu mata uang sementara tiap-tiap negara boleh menjalan kedaulatan fiskalnya masing-masing merupakan bentuk eksperimen yang sangat berisiko. Berbeda dengan California yang juga krisis fiskal, tetapi tidak menggerogoti dolar. Buktinya, krisis Yunani tidak berhenti hingga hari ini bahkan Spanyol, Portugal, dan Irlandia juga terus digempur oleh ancaman penurunan peringkat utang. Apakah Century juga mengalami penurunan peringkat utang? Sepengatahuan penulis, tidak ada pemeringkat utang yang menurunkan peringkat utang Century pada saat menjelang bail out-nya. Hancock & Wilcox (1994) membuktikan BI gagal menetapkan CAR sebagai target internal perbankan ketika BI menurunkan CAR menjadi positif. Sementara itu, dalam studi Shrieves and Dahl (1992), Nigro & Jacques (1997), Aggarwal & Jacques (1997), and Rime (1998) menguatkan kegagalan BI karena seharusnya penetapan CAR mampu membuat neraca bank menjadi lebih sehat. Penurunan CAR menjadi positif untuk Bank Century terbukti justru terus menghancurkan CAR Bank Century. Tidak ada rujukan empiris di dunia ini yang memperlihatkan bahwa penurunan peraturan CAR justru akan membuat bank menjadi lebih sehat. Hancurnya Bank Century bukanlah hal yang bersifat dadakan.
Dari sisi politik juga jauh berbeda, fiskal austerity juga berpotensi membuat Uni Eropa melamban dalam merespons kebangkitan pertumbuhan ekonomi. Padahal, dunia sedang berharap kepada kebangkitan instan di mana Amerika Serikat juga tengah menunjukkan tanda-tanda tersebut. Namun, semua ini membuat ekspektasi investor dunia menjadi berubah, sehingga kejatuhan krisis Yunani akan menjalar pada kedaulatan fiskal negara-negara Uni Eropa lainnya selama euro belum mencapai titik keseimbangannya yang paling rendah.
Opini Republika 24 Mei 2010