08 Maret 2010

» Home » Suara Merdeka » Industri Kecil dan Potensi Sukoharjo

Industri Kecil dan Potensi Sukoharjo

PERKEMBANGAN Kabupaten Sukoharjo dalam dua dasawarsa terakhir cukup mengagumkan. Geliat perekonomian daerah tak terkonsentrasi di dalam kota,
namun meluas hingga tingkat kecamatan dan desa.

Secara administratif, kabupaten itu terdiri atas 12 kecamatan, 150 desa, dan 17 kelurahan. Menurut hemat penulis, potensi daerah seluas 46,6 ribu km2 itu sangat heterogen dan prospektif. Penulis, pernah tinggal di perbatasan Sukoharjo-Surakarta tahun 1990-an, tercengang melihat perkembangan yang terjadi sekarang.


Selain objek wisata dan kesenian tradisional, Sukoharjo memiliki banyak sentra industri kerajinan (handicraft). Di Gadingan Mojolaban misalnya, terdapat 104 unit industri shuttle cock. Produksi per tahun mencapai 400 ribu lusin (dosin) lebih. Industri rumahan lainnya yang turut menggerakkan perekonomian lokal adalah gitar. Pusat kerajinan gitar berada di Kecamatan Grogol (Desa Pondok) dan Kecamatan Baki, tepatnya di Ngrombo dan Mancasan. Sebanyak 162 unit usaha mampu memproduksi 170-an ribu lusin gitar per tahun. Meski masih lewat pihak ketiga, 35 persen produk yang dihasilkan telah mampu menembus pasar ekspor. Diakui atau tak, industri kerakyatan yang berbasis sumber daya lokal terbukti mampu bertahan dari berbagai hantaman krisis.

Karena itu, industri tenun Sukoharjo yang menggunakan alat tenun bukan mesin (ATBM) perlu dipertahankan. Untuk perluasan pasar, pemkab dapat membantu mempromosikan produk unggulan daerah lewat kegiatan pameran dan sejenisnya. Industri tenun sarung goyor di Kecamatan Tawangsari, tercatat 294 unit usaha, adalah potensi lokal yang mesti dilestarikan.

Selain sarung goyor, kabupaten ini juga dikenal dengan produk batik tradisional, baik tulis maupun cap. Perajin batik banyak dijumpai di Kecamatan Grogol (Madegondo) dan Kecamatan Tawangsari. Usaha yang masih beroperasi sedikitnya 107 unit, menyerap 360-an tenaga kerja lokal. Tatah sungging adalah kerajinan khas yang jarang dijumpai di daerah lain. Selain di Madegondo, sentra produksi ini dijumpai Telukan (Kecamatan Grogol) dan Sonorejo (Sukoharjo). Sebagai produk seni, ternyata tatah sungging memiliki pasar tersendiri. Betapa pun, dinas terkait perlu melakukan pembinaan untuk pengembangan dan inovasi produk.

Kabupaten ini juga dikenal dengan produk mebel kayu dan mebel rotan kualitas ekspor. Sedikitnya, 60 persen mebel kayu telah bersaing di pasar mancanegara. Untuk mebel rotan, persentase ekspornya bahkan jauh lebih tinggi atau sekitar 90 persen.

Produksi mebel kayu tersebar di beberapa kecamatan, seperti Sukoharjo, Grogol, Kartasura, Mojolaban, Baki, Gatak, Bendosari, Nguter, dan Kecamatan Tawangsari. Mengutip Dinas Perindagkop dan Penananaman Modal setempat, saat ini tercatat 622 perajin dengan 38.731 tenaga kerja. Total produksi per tahun mencapai 89.500-an m3.

Sentra industri mebel rotan adalah Kecamatan Gatak, tepatnya di Desa Trangsan dan Luwang. Di kecamatan ini sedikitnya terdapat 492 unit usaha, menyerap 4.454 tenaga kerja lokal. Produksi per tahun 400-an ribu unit, 380 ribu di antaranya untuk memenuhi permintaan pasar luar negeri.
Potensi Wisata Di samping potensi indutri kerajinan, kabupaten yang lahir 15 Juli 1946 ini punya sejumlah objek wisata potensial. Pesanggrahan Langenharjo sebagai contoh, adalah objek wisata yang punya nilai histroris, yakni peninggalan penguasa Keraton Surakarta. Konon, pesanggrahan yang satu ini dibangun Paku Buwono (PB) IX dan diperbaiki oleh PB X. Pada bagian belakang pesanggrahan terdapat pemandian air hangat.

Objek wisata sejarah lainnya adalah bekas Kerajaan Mataram sebelum pindah ke Solo. Objek tersebut berada di Kecamatan Kartasura, lokasinya sangat strategis sebab Kartasura merupakan gerbang masuk Kota Solo dari arah barat (Semarang-Yogya).

Dari sekian objek wisata, penulis tertarik dengan pesona Wirun yang oleh pemda setempat diproyeksikan sebagai desa wisata. Selama ini, orang mengenal Wirun sebagai sentra industri gamelan. Padahal, daerah itu menyimpan segudang potensi, mulai kerajinan kain jumputan, wayang kertas, keris, mebelai, kerajinan batik kayu hingga kesenian raykat (ketoprak, karawitan, jathilan) maupun orkes keroncong campursari. Ada pula objek wisata Candi Sonosewu dan fasilitas kolam pemancingan yang menawan.Sejumlah objek wisata di Kabupaten Sukoharjo tak saja potensial untuk dijualtawarkan kepada wisatawan domestik tapi juga wisatawan asing.

Untuk keperluan tersebut, penulis berpendapat perlunya pemasaran bersama (regional marketing) antara Pemkab Sukorajo dan pemkab/pemkot di wilayah terdekat, terutama dengan Pemkot Surakarta dan sekitarnya.

Wa ba’du, untuk mengembangkan Desa (Wisata) Wirun, tak ada salahnya Pemkab Sukoharjo belajar pada Purbalingga atas sukses mengemaspasarkan Desa Karangbanjar hingga menjadi salah satu ikon desa wisata di Provinsi Jawa Tengah. (10)

— Akhmad Saefudin SS ME, alumnus Fakultas Sastra UNS Surakarta, kini tinggal di  Purwokerto
Wacana Suara Merdeka 09 Maret 2010