03 Januari 2010

» Home » Solo Pos » Prita & pengelolaan komplain pelanggan

Prita & pengelolaan komplain pelanggan

Berita pengumpulan koin dari masyarakat untuk mendukung Prita Mulyasari sebagai ikon pencari keadilan yang teraniaya belum hilang dari ingatan kolektif warga negeri ini.

Tulisan ini tidak menyoroti Prita dan pengumpulan koin dukungan tersebut, tetapi bagaimana komplain seharusnya dikelola oleh sebuah perusahaan, terutama dalam era baru dimana teknologi Internet dan jaringan sosial berkembang demikian pesat
Komplain pelanggan di dunia maya pun bisa berubah menjadi sebuah krisis perusahaan apabila tidak ditangani dengan baik, tepat waktu, solutif dan antisipatif .


Kasus Prita Mulyasari berawal dari sebentuk komplain terhadap ketidakpuasan pelayanan yang diberikan oleh RS Omni Internasional terhadap dirinya. Prita menyebarkan ketidakpuasan pelayanan atau komplain tersebut melalui milis kepada sejumlah temannya.
Keluhan atau komplain inilah yang kemudian membawa Prita pada persoalan hukum yang serius, karena pihak RS Omni kemudian menggugat Prita dengan alasan mencemarkan nama baik rumah sakit itu.
Prita dijerat dengan tuduhan pelanggaran Pasal 27 Ayat 3 UU No 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Langkah hukum RS Omni terhadap Prita terbukti menimbulkan dampak buruk bagi RS Omni karena perusahan menghadapi krisis kepercayaan dan krisis citra (crisis of confidence and lost of PR image).Gugatan yang dilayangkan membawa pengaruh buruk terhadap reputasi, citra dan kredibilitas rumah sakit Omni .
Dengan makin terbukanya arus informasi seperti saat ini, konsumen bebas menyuarakan keluhan ataupun ketidakpuasan pelayanan yang dialaminya. Fenomena media atau jejaring sosial seperti Facebook, Twitter, My Space dan berbagai aktivitas yang bisa dilakukan di dunia maya seperti ngeblog semakin memberi keleluasan bagi konsumen untuk menyuarakan ketidakpuasanmya. Ketidakpuasan itu bisa berupa keluhan ataupun testimoni negatif atas suatu produk dan layanan yang dialaminya. Tak lagi hanya sebagai sarana komunikasi lintas ruang, kini Internet telah berkembang menjadi media yang efektif dan massif guna menyebarkan informasi.
Jika kita menilik perkembangan blog, saat ini terdapat lebih dari 200 juta blog. Di Indonesia jumlah blogger telah mencapai satu juta. Jumlah ini meningkat dua kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya. 34 % Dari blogger di seluruh dunia mengunggah opini mereka mengenai produk dan merk, dan 78 % dari konsumen mempercayai rekomendasi mereka.
Demikian pula dengan pengguna Facebook atau Twitter. Di Amerika pengguna Twitter sudah mencapai angka tujuh juta pengguna. Para pengguna situs jaringan sosial ini tentu dapat menyampaikan uneg–uneg-nya secara bebas melalui situs jaringan sosial yang dimilikinya. Membendung opini negatif di situs jejaring sosial memang tidak mudah.
Manajemen
Perusahaaan atau lembaga perlu menyiapkan sistem penanganan keluhan pelanggan yang terintegrasi untuk mengatasi beragam keluhan pelanggan, termasuk keluhan melalui dunia maya. Keluhan ataupun komplain pelanggan tidak perlu dianggap sebagai ancaman bagi perusahaan.
Komplain ini seyogianya dianggap sebagai sebuah tantangan bagi perusahaan untuk menyelaraskan persepsi antara perusahaan dengan konsumen. Perusahaan harus tanggap dan transparan dalam menangani keluhan pelanggan, supaya keluhan tersebut tidak berkembang meluas dan menimbulkan krisis bagi perusahaan.
Banyak cara dapat digunakan dalam menangani komplain seperti memberikan pengertian dan pemahaman kepada konsumen, berdialog terbuka dengan konsumen, menggunakan hak jawab atau menarik produk dari pasar jika dianggap merugikan konsumen. Cara-cara tersebut lebih mengutamakan upaya persuasif dan dialog yang semuanya bertujuan untuk membangun kesepahaman dan pengertian.
Selain mampu menyebarkan testimoni negatif terhadap produk dan layanan suatu perusahaan atau lembaga, komunitas dunia maya juga memiliki potensi yang besar untuk menyebarkan testimoni positif terhadap sebuah produk dan layanan.
Apabila perusahaan dapat menangani keluhan secara profesional maka keluhan ini akan dapat dirubah menjadi sebuah kepuasan pelanggan. Dan hasil dari sebuah penanganan keluhan yang baik terhadap pelanggan dapat mendukung terbangunnya citra positif perusahaan .
Mengelola komplain dengan mengambil langkah hukum terhadap pelanggan bukanlah sebuah pilihan yang bijaksana. Suara ketidakpuasaan seorang konsumen tidak harus dibungkam dengan tindakan represif yang justru akan kontra produktif terhadap citra perusahaan.
Keluhan atau komplain pelanggan tersebut telah berubah menjadi sebuah krisis perusahaan karena sedari awal tidak ditangani dengan baik oleh RS Omni Internasional. Dukungan publik kepada Prita Mulyasari semakin hari semakin luas, meskipun pihak RS berhasil memenangkan gugatan perdata di pengadilan. Dalam kondisi seperti ini tentu citra dan reputasi perusahaan akan runtuh karena perusahaan gagal mendapatkan simpati dan dukungan publik.
Padahal simpati dan dukungan publik adalah sesuatu yang semestinya menjadi tujuan akhir dari hadirnya perusahaan di tengah masyarakat, selain keuntungan ekonomi . Kasus Prita memberikan hikmah yang besar bagi perusahaan dalam mengelola ketidakpuasan pelanggan. -

Oleh : Retno Wulandari, Public Relations Manager The Sunan Hotel Solo
Opini Solo Pos 4 Januari 2010