03 Januari 2010

» Home » Media Indonesia » Jalan Mendaki Penegakan Hukum

Jalan Mendaki Penegakan Hukum

TAHUN 2009 baru saja berlalu meninggalkan kita. Di tengah pusaran waktu, terlalu banyak peristiwa penting yang tidak mungkin dapat dilupakan begitu saja seiring dengan terjadinya pergantian masa. Biasanya, kala bersua dengan tahun baru, menjadi sebuah kelaziman untuk mengevaluasi capaian sepanjang tahun yang baru saja ditinggalkan. Evaluasi dimaksudkan untuk menimba pelajaran sembari menghitung prospek guna menghadapi tahun yang baru saja menghampiri kita.


Sejauh ini, penegakan hukum menjadi salah satu isu utama yang dijadikan sebagai bahan renungan pada setiap pergantian tahun. Berkaca dari sejumlah peristiwa penting yang terjadi sepanjang tahun 2009, membaca prospek penegakan hukum di awal tahun 2010 ini menjadi amat menarik dan jauh lebih bermakna. Selain baru saja meninggalkan tahun pemilu dalam skala nasional, menilik prospek penegakan hukum semakin penting di tengah kegalauan banyak kalangan yang ditandai dengan terbongkarnya sejumlah skandal di lingkungan penegak hukum terutama pada paruh kedua tahun 2009.
Kegalauan itu semakin bertambah karena sejumlah skandal belum ditangani secara tuntas. Apalagi, dengan terkuaknya skandal yang menyelimuti penyelamatan (bailout) Bank Century. Sebagaimana pernah dikemukakan dalam 'Cacat Simbolik Panitia Angket' (Media Indonesia, 7/12-09), hasil audit investigatif BPK menunjukkan pengelolaan Bank Century penuh dengan rekayasa dan praktik tidak sehat. Temuan itu mengindikasikan, pelanggaran hukum yang begitu nyata dalam proses bailout Bank Century. Bagaimanapun, pelanggaran hukum yang masuk wilayah pidana akan menambah berat beban penegakan hukum.

Tahun 2009
Dalam penegakan hukum, tahun 2009 ditandai dengan tahun pemilu. Dari awal telah diduga, tahun 2009 potensial menurunkan performance
penegakan hukum. Selain tenggelam dalam hiruk pikuk pemilu, penegakan hukum sangat mudah masuk wilayah politisasi. Harapan banyak kalangan agar penegak hukum bekerja optimal, dengan cara mengabaikan tuduhan melakukan politisasi penegakan hukum, tidak terwujud. Pendek kata, penegakan hukum di tahun 2009 jauh dari berhasil. Sepertinya, pelaksanaan pemilu berhasil meruntuhkan salah satu prinsip yang paling elementer dalam penegakan hukum, yaitu keadilan harus ditegakkan sekalipun langit akan runtuh.
Selain hambatan pemilu, adanya skandal kriminalisasi terhadap Wakil Ketua KPK Bibit S Rianto dan Chandra M Hamzah. Merujuk hasil temuan Tim-8, pada awalnya, proses pemeriksaan terkait dugaan adanya penyuapan dan/atau pemerasan dalam kasus Chandra-Bibit adalah proses hukum yang wajar atau tidak ada rekayasa. Dalam perkembangannya, polisi tidak menemukan adanya bukti penyuapan dan/atau pemerasan. Meski demikian, polisi terlihat memaksakan dugaan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan Chandra-Bibit dengan menggunakan surat pencegahan ke luar negeri atas Anggoro serta surat pencegahan dan pencabutan cegah keluar negeri atas Djoko Tjandra.
Yang membuat banyak kalangan miris, rekayasa atas Bibit-Chandra membongkar skandal lain, yaitu perselingkuhan antara penegak hukum dan seorang makelar kasus bernama Anggodo Widjojo. Rekaman pembicaraan antara sejumlah pejabat di Mabes Polri dan Kejaksaan Agung dengan Anggodo yang diputar dalam proses persidangan Mahkamah Konstitusi mempertontonkan kepada masyarakat betapa mudahnya penegak hukum masuk ke dalam rentang kendali makelar kasus. Potret yang muncul terasa menjadi semakin buram dan memilukan karena dukungan dari sejumlah lembaga negara nyaris tidak terdengar bagi KPK yang menjadi korban rekayasa.

Tahun 2010
Penegakan hukum tahun ini tidak bisa begitu saja diputus dari pengalaman tahun-tahun lalu, terutama yang terjadi sepanjang 2009. Tahun ini, fokus penegakan hukum seharusnya mampu menyelesaikan semua tunggakan kasus yang tersisa pada masa lalu, terutama yang menjadi perhatian luas masyarakat.
Misalnya, penegakan hukum terhadap semua pihak yang berada di belakang skandal rekayasa Bibit-Chandra. Satu-satunya cara untuk tidak memperpanjang perasaan hukum masyarakat yang terluka, proses hukum harus dipercepat. Dulu, melihat kedekatan Anggodo dengan polisi, masyarakat memang sulit berharap polisi dapat bertindak progresif dalam menindaklanjuti kasus Anggodo. Kini, setelah kasus dilimpahkan kepada KPK masyarakat juga tidak melihat pergerakan yang signifikan. Yang ditakutkan, jika dalam waktu dekat juga tidak ada perkembangan, masyarakat bisa saja menarik kesimpulan bahwa tidak ada beda antara KPK dan polisi.
Penyelesaian kasus Anggodo lebih merupakan ujian kecil bagi KPK di tengah lilitan megaskandal yang lain. Di antara megaskandal yang segera harus dituntaskan oleh KPK, yaitu kasus aliran dana BI ke DPR, suap dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior BI, dan pelanggaran hukum dalam proses bailout Bank Century. Khusus Bank Century, penyelesaian megaskandal ini akan menjadi ujian sesungguhnya keseriusan KPK dalam pemberantasan korupsi. Mengabaikan penyelesaian skandal tersebut akan menjadikan wajah penegakan hukum jauh lebih buram jika dibandingkan dengan tahun 2009.
Sebetulnya, hal terpenting yang mungkin tidak disadari KPK, dukungan masyarakat dalam skandal 'cicak vs buaya' sebetulnya adalah dukungan untuk memperkuat agenda penegakan hukum terutama dalam pemberantasan korupsi. Dalam konteks itu, sejak semula saya sering mengatakan, pertarungan 'cicak vs buaya' lebih dari sekadar pertarungan antara KPK dan kepolisian. Yang sesungguhnya terjadi, kulminasi pertarungan panjang antara nurani masyarakat yang sudah jengah dengan masifnya praktik korupsi. Karena itu, menjadi wajar jika dukungan masyarakat mengalir begitu deras ke KPK.

Jalan mendaki
Menilik suasana yang berkembang di KPK setelah skandal 'cicak vs buaya', penegakan hukum bisa jadi akan menempuh jalan mendaki. Bagaimanapun, tidak terlihat tanda-tanda bahwa kejadian yang menimpa Bibit-Chandra akan menjadi pemicu bagi KPK untuk tancap gas dalam pemberantasan korupsi. Banyak kalangan berkeyakinan, kejadian Bibit-Chandra berpotensi melemahkan kinerja KPK. Sejak Bibit-Chandra aktif kembali, KPK begitu hati-hati dalam melangkah. Pembacaan di luar, KPK semakin lamban dan terkesan mencari langkah aman dalam menindaklanjuti megaskandal yang ada.
Pendakian akan semakin terasa tinggi dan terjal karena tidak terlihat dukungan dari lembaga legislatif. Padahal telah menjadi pengetahuan, penegakan hukum pemberantasan korupsi sulit untuk mencapai titik keberhasilan jika tidak ada dukungan lembaga legislatif. Sepanjang tahun 2009, masyarakat menyaksikan bagaimana memudarnya dukungan DPR terhadap agenda pemberantasan korupsi. Kalaupun masih ada yang mendukung, suara itu lebih banyak berasal dari kalangan minoritas yang sulit menang dalam proses pengambilan keputusan. Sulit dibantah, dengan meluruhnya dukungan di kalangan anggota legislatif akan memberikan kontribusi negatif dalam penegakan hukum pemberantasan korupsi.
Begitu juga dari sisi pemerintah, sampai sejauh ini belum terlihat upaya sungguh-sungguh membenahi kepolisian dan kejaksaan. Kalau dikaitkan dengan kasus Bibit-Chandra, untuk memenuhi rasa keadilan masyarakat, Tim-8 merekomendasikan Presiden Yudhoyono untuk melakukan penjatuhan sanksi bagi pejabat-pejabat yang bertanggung jawab dalam proses rekayasa tersebut. Tidak hanya itu, Presiden juga direkomendasikan melakukan reformasi institusional pada tubuh lembaga kepolisian dan kejaksaan. Namun sejauh ini, penjatuhan hukum yang baru terbatas pada sanksi administrasi belum bergerak lebih jauh. Padahal, selama ini sanksi administrasi terbukti tidak efektif mengurangi penyimpangan dalam penegakan hukum. Karena itu, melihat sikap itu, pembentukan Satgas Pemberantasan Mafia Hukum hanya akan menambah monumen kegagalan lembaga-lembaga serupa yang pernah dibuat pemerintah.
Saya percaya, jangankan jalan menurun, jalan mendatar saja tidak akan pernah tersedia dalam upaya penegakan hukum terutama pemberantasan korupsi. Karena itu, sesuatu yang wajar dan masuk akal, begitu keluar dari jebakan skandal 'cicak vs buaya', KPK mempunyai beban moral membalas dukungan masyarakat. Caranya amat sederhana, tuntaskan semua megaskandal yang merusak wajah penegakan hukum di negeri ini. Jika perlu, tahun 2010 ini dijadikan KPK sebagai tahun berkhidmat untuk rakyat dalam agenda pemberantasan korupsi.
Bagaimanapun, tanpa kesungguhan dan langkah konkret membalas dukungan yang telah diberikan masyarakat, bukan tidak mungkin tahun ini benar-benar menjadi tahun kehancuran KPK. Sekiranya terjadi, negeri ini benar-benar akan ditenggelamkan oleh para koruptor.

Oleh Saldi Isra, Guru Besar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang
Opini Media Indonesia 4 Januari 2009