15 Desember 2009

» Home » Suara Merdeka » Keadilan bagi Orang Kecil

Keadilan bagi Orang Kecil

Mencuatnya kasus-kasus orang kecil yang diberlakukan tidak adil adalah bukti bahwa Tuhan  mulai ikut campur tangan dalam penegakan keadilan

SEANDAINYA di negeri ini semua orang yang beragama  beriman kepada Allah sebetulnya kita sangat malu di hadapanNya. Tapi karena tidak semua orang yang beragama  beriman kepada Allah, maka peringatan demi peringatan yang diberikanNya  sering kita abaikan begitu saja.


Menyeruaknya kasus-kasus diskriminasi dalam pemberlakuan hukum yang terungkap secara mengejutkan dan di luar dugaan pada tahun 2009 adalah bukti nyata betapa kita secara telanjang sudah tidak malu-malu lagi meninggalkan sikap dan rasa keadilan bagi orang-orang kecil.

Terungkapnya Kasus Minah (Banyumas), Manisih (Batang) dan Prita Mulyasari (Tangerang, Banten) adalah fakta betapa orang-orang kecil sudah tidak memiliki tempat untuk mendapatkan keadilan. Padahal keadilan adalah mendekatkan kepada ketakwaan bagi orang yang beriman.

Orang kecil sulit mendapatkan keadilan karena secara kontruksi politik, sosial, dan hukum di negeri ini selalu didasarkan pada kekuasaan dan uang. Jika ingin mendapatkan keadilan seseorang harus memiliki kekuasaan atau uang, syukur bisa dua-duanya.

Bagi orang kecil jangankan menuntut keadilan, sekadar bermimpi untuk mendapatkan keadilan saja, dihapuskan dari bumi pertiwi ini.
Dalam konteks kehidupan sehari-hari di negara yang beragama ini orang kecil tidak diperhitungkan sebagai kelompok yang perlu dihormati dan diperlakukan secara adil.

Di jalan raya, pengendara mobil mewah memandang sebelah mata para pejalan kaki dan bersepeda. Di acara-acara syukuran kesuksesan seseorang yang diundang adalah teman sejawat atau pejabat yang lebih tinggi. Orang kecil yang lebih berhak merasakan sedekah syukurannya justru tidak diundang.

Di acara-acara seremonial yang di depan selalu pejabat tinggi dan orang penting, orang kecil duduk di belakang yang jauh dari membanggakan. Dalam putusan-putusan pengadilan, orang kecil selalu dikorbankan hak-haknya untuk mendapatkan keadilan demi membahagiakan para pemilik kekuasaan dan uang.

Mungkin para penegak hukum, para orang berduit, dan penguasa mengira bahwa orang-orang kecil akan selalu menjadi sampah sehingga diberlakukan tidak adil pun tidak akan memunculkan gejolak sosial yang berarti. Mereka tidak mungkin bisa membayar hakim, jaksa, polisi, media, dan demonstran. Namun jangan lupa di atas uang, kekuasaan, dan rekayasa manusia itu ada Tuhan Dzat yang Maha Kaya, Maha Kuasa, dan Maha Merekayasa.

Secerdas-cerdas skenario rekayasa manusia belum ada bandingannya dengan rekayasa Tuhan. Kalau Allah sudah menghendaki segala sesuatu bisa terjadi. Duit bisa tidak berlaku dan kekuasaan bisa tidak bermakna.

Bisa Melobi

Memang orang kaya dan berduit bisa melobi dan membeli semua pihak yang memiliki kewenangan untuk membikin keputusan yang menguntungkan dirinya. Namun perlu diingat mereka belum tentu bisa melobi dan membeli Tuhan. Sedangkan orang-orang miskin sangat dimudahkan jalannya untuk melobi Tuhan.

Mencuatnya kasus-kasus orang kecil yang diberlakukan tidak adil di penghujung akhir tahun ini  adalah bukti bahwa Tuhan sudah mulai ikut campur tangan dalam penegakan keadilan.

Orang kecil diangkat derajatnya sedikit demi sedikit. Suatu bukti campur tangan Tuhan adalah orang yang tidak punya uang untuk membayar media dan demonstran bisa mengabarkan dan memprovokasi publik atas  perlakuan tidak adil lewat opini publik.

Semua mata tertuju kepada sosok minah dan Prita Mulyasari.  Seseorang yang didenda di atas kemampuannya atas tuntutan pencemaran nama baik ternyata mampu menggerakkan solidaritas publik untuk mengumpulkan koin yang jumlahnya melebihi nilai nominal denda yang diterimanya.

Allah memiliki kekuasaan untuk mengangkat dan menjatuhkan seseorang yang dikehendaki. Karena itu berhati-hatilah kita pada saat berkuasa siapa tahu Allah lagi berminat menjatuhkan kekuasaan yang diberikan kepada kita dan mengganti mengangkat orang lain atas KehendakNya.

Para teoritisi Barat menyimpulkan suara rakyat adalah suara Tuhan. Tuhan tidak memiliki institusi di dunia. Semua yang ada di dunia adalah institusi manusia. Karena tidak memiliki institusi resmi di dunia, maka campur tangan Tuhan disalurkan lewat suara rakyat.

Karena itu campur tangan Tuhan untuk membela orang kecil yang dihukum berat adalah dengan cara menggerakkan opini publik dan  kesadaran sosial untuk mengumpulkan koin. Ternyata koin yang terkumpul jauh lebih banyak dari hukuman yang dijatuhkan majelis hakim.

Proses pengumpulan koin yang begitu menasional dan spektakuler hasilnya dalam pandangan Kuntowijoyo dikategorikan sebagai bentuk perlawanan rakyat atas penguasa atau penegak hukum yang tidak adil. Perlawanan rakyat dengan model-model kebudayaan itu sudah ada sejak zaman manusia mengenal kekuasaan. Gerakan ini bisa memiliki banyak ragam sesuai dengan multikultur yang dimiliki suatu bangsa.

Fenomena semua itu kalau dilihat dari kacamata agama adalah sebagai bukti bahwa Tuhan itu masih ada dan masih mau menyapa umat manusia agar bisa kembali ke jalan yang benar lewat menegakkan keadilan. Jangan sekali-kali menghina dan menyudutkan orang kecil.

 Apalagi menjual kemiskinan orang demi untuk kepentingan politik tertentu. Ingat tangisan orang kecil itu bisa menggonjang aras dan menimbulkan amarah Tuhan.

Dalam era informasi yang ditopang dengan kemudahan publik melakukan komunikasi dengan semua elemen masyarakat, maka isu-isu besar yang menyentuh kalbu dan mencederai rasa keadilan sangat efektif untuk dikelola dengan biaya yang sangat murah dan dampaknya sangat efektif.

Pada konteks seperti ini ternyata kekuasaan tidak selamanya bisa membendung bentuk-bentuk perlawanan  tersebut. Suara hati nurani rakyat kecil ternyata mampu menerobos tebalnya kekuasaan dan keangkuhan ruang-ruang pengadilan.

Fakta ini harus mendorong dan memotivasi semua komponen bangsa agar jangan sampai ada yang disudutkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hukum harus tegak untuk semua dan semua harus terlindungi dengan hukum. (10)

— Jabir Alfaruqi, Ketua PW GP Ansor Jateng
Wacana Suara Merdeka 16 Desember 2009