23 November 2009

» Home » Kompas » Segitiga Inovasi

Segitiga Inovasi

Dalam masyarakat berbasis pengetahuan, interaksi di antara segitiga universitas-industri-pemerintah adalah sumber inovasi dan pembangunan” (Etzkowitz-Dzisah, 2008).
Dalam diskusi Inovasi Nasional di Cikeas (12/9), Presiden Yudhoyono mengingatkan, Indonesia pernah terjebak debat Habibienomics vs Widjojonomics. Muncul dalam acara itu pembahasan tentang sinergi tiga pihak: universitas, industri, dan pemerintah. Sesudah itu, dalam Rembuk Nasional 2009, Presiden Yudhoyono mengatakan ”diperlukan reformasi pendidikan nasional agar bisa mengembangkan kewirausahaan dan inovasi”.


Watt dan Smith
James Watt telah mendemonstrasikan bagaimana inovasi teknologi sanggup mengubah peradaban Eropa. Revolusi industri lahir karena mesin uap ciptaannya. Adam Smith yang berteori tentang peran pemerintah dalam ekonomi menghasilkan buku yang menjadi salah satu kitab suci ekonom sejagat: (An Inquiry Into The Nature and Causes of) The Wealth of Nations (1776). Kedua produk raksasa itu lahir dalam atmosfer keilmuan Universitas Glasgow pada abad ke-18. Bila dikaji, benih konsep tiga unsur yang dikutip pada awal tulisan ini telah disemai di Glasgow, Skotlandia, Inggris Raya, 250 tahun silam.
Inovasi adalah proses penyempurnaan kreatif. Watt memperbaiki langkah demi langkah sebuah mesin uap ciptaan Newcomen yang gagal. Ada masalah temperatur yang hanya dapat diperbaiki dengan Hukum Newton. Ada persoalan perekayasaan pada komponen katup, silinder, piston, dan lain-lain. Universitas membantu secara khusus, mendatangkan alat-alat pabrik dari luar hingga akhirnya rekayasa sukses. Kemudian ia membangun bisnis mesin uap yang juga berhasil, lalu terjun ke dalam kancah revolusi industri yang diawalinya. Watt menjalani tahapan inovasi teknologi kreatif: riset, (re)desain konstruksi, dan pasar (Science: A History, 2003).
Adam Smith juga dikenal karena penguasaannya akan sains. Berbagai karya tulis awalnya justru tentang fisika, logika, metafisika, dan astronomi. Temali gaya gravitasi menjamin keseimbangan dan keteraturan peredaran benda alam.
Smith ingin sistem ekonomi beroperasi sebagai sistem yang utuh seperti sistem alam raya. Ia berteori bahwa pasar bebas adalah kekuatan invisible hand yang seharusnya bekerja agar tercipta masyarakat adil dan produktif. Tugas pemerintah hanya mewujudkan kebijakan dan sistem hukum yang adil yang mendukung berkembangnya industri.
Glasgow mendemonstrasikan bagaimana universitas bisa berjalan di depan dalam pengetahuan tentang industri dan kaitannya dengan kebijakan pemerintah.
Ketika Timur Tengah dalam dasawarsa 1980-an berlimpah petrodollar akibat embargo minyak tahun 1973, Amerika sangat berkepentingan. Timur Tengah yang kaya minyak ingin membangun pabrik lengkap dengan mesin dan alatnya, sistem pertahanan, kota-kota baru, perumahan, kampus, pusat perdagangan, pelabuhan, lapangan terbang, instalasi desalinasi. Mereka mengundang pebisnis dan pemerintah dari seluruh dunia, termasuk Indonesia, bersaing memperebutkan petrodollar. Sadar akan kepentingan negaranya, universitas Amerika mengambil prakarsa membantu industri dan pemerintahnya.
Contoh, pusat kajian Timur Tengah di sebuah universitas Amerika menawarkan program studi dan penelitian antardisiplin tingkat pascasarjana tentang teknologi, pembangunan, dan kebijakan publik mencakup perubahan sosio-ekonomi, perkembangan teknologi, perubahan politik, pengelolaan lingkungan, pengembangan institusi, bisnis internasional dan pola investasi di wilayah Timur Tengah.
Manajemen program melibatkan jurusan dan dosen dari jurusan ilmu politik, teknik sipil, teknik lingkungan, perencanaan kota, sejarah, humaniora, fakultas manajemen, dan arsitektur Islam. Program ini didukung berbagai pusat lain yang mengkaji hubungan sains, teknologi, dan masyarakat. Program ini jelas tak konvensional dan tak terkotak-kotak (”Kriteria 2000”, Kompas, 22/6). Kita dapat menyaksikan bagaimana akhirnya Timur Tengah jadi laboratorium lapangan dengan benda-uji berskala satu banding satu oleh Amerika.
Portugal, Singapura, kita
Pendekatan segitiga inovasi itu maju terus. Portugal memilih universitas teknologi terbaik di dunia yang dianggapnya memiliki konsep segitiga inovasi yang mantap.
Pada 2008 menteri sains, teknologi, dan perguruan tinggi Portugal dengan menggandeng universitas/industri/pemerintah menciptakan kolaborasi dengan Institut Teknologi Massachusetts (MIT), Amerika. Portugal membawa serta 14 pusat riset dengan sasaran pengetahuan: sistem bioteknologi, sistem energi terbarukan, desain perekayasaan, manufaktur lanjut, serta tekanan khusus pada sistem transportasi sebagai ”kunci pembangunan ekonomi dan dampak sosial”. Singapura dengan misi yang lebih luas juga memilih MIT. Mereka menitikberatkan pada aspek kreativitas dan semangat kewirausahaan.
Debat Habibienomics vs Widjojonomics sudah selesai di Glasgow 250 tahun silam. Sejarah telah dan sedang membuktikan bahwa pendekatan segitiga universitas-industri-pemerintah sangat ampuh menciptakan ekonomi maju berbasis sains dan teknologi. Di atas segalanya, bagi reformasi pendidikan Indonesia, yang harus terlebih dahulu kreatif dan inovatif adalah universitas-universitas kita.


Ary Mochtar Pedju Anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia
Opini Kompas 24 November 2009