20 Februari 2011

» Home » Opini » Suara Merdeka » Penataan Kawasan Tugu Identitas

Penataan Kawasan Tugu Identitas

DAPAT dibayangkan, suatu taman kota yang telah bertahun-tahun menjadi bagian hidup masyarakat dan berada di lingkungan kita tiba-tiba berubah peruntukannya menjadi bangunan komersial? Yang lebih mengejutkan lagi adalah bila taman kota tersebut telah menjadi semacam tetenger (ikon) dan menjadi bagian dari sejarah perkembangan suatu kota.

Pengalaman empiris membuktikan, banyak kota di dunia menginvestasikan dana yang tidak sedikit jumlahnya untuk membangun ruang terbuka hijau (RTH). Bahkan ada kota berani mengubah fungsi peruntukan komersial menjadi ruang terbuka hijau yang dikhususkan kepada warganya. Namun bagaimana dengan keberadaan Taman Tugu Identitas Kudus?

Awalnya Tugu Identitas menjadi salah satu penanda bagi masyarakat mengenai makna suatu tempat, yaitu kota Kudus. Pemaknaan berlangsung dalam rentang waktu cukup lama, sehingga taman Tugu Identitas mau tidak mau menjadi salah satu tetenger , selain Menara Masjid Al Aqsa atau Menara Masjid Kudus, dan alun-alun Simpang Tujuh.
Keberadaan taman Tugu Identitas dalam skala dimensi yang luas merupakan satu kesatuan dari sejumlah RTH yang berfungsi sebagai taman aktif dan memiliki dimensi cukup luas, sperti alun-alun Simpang Tujuh, dan kawasan Stadion Wergu. Dengan demikian masih dibutuhkan beberapa taman aktif, untuk mendukung keberadaan taman-taman yang ada ataupun melengkapi untuk kepentingan publik.

Taman itu memiliki manfaat besar bagi kehidupan warga kota di samping memberi pengaruh terhadap perilaku dan aspek psikis yang terbangun. Hal ini layak untuk dikembangkan baik dari sisi kualitas maupun dimensi. Salah satunya memanfaatkan ketersediaan lahan di selatan Taman Tugu Identitas sehingga menjadi suatu kawasan terbuka hijau yang utuh dan memiliki tema berkesinambungan.

Salah satu konsep besar dalam pemenuhan kebutuhan ruang publik bagi masyarakat Kudus yaitu menciptakan satu koridor ruang yang menghubungkan antara pusat ruang terbuka, koridor Tugu Identitas, sepanjang Jalan Dokter Ramelan dan alun-alun Simpang Tujuh. Koridor tersebut merupakan urat nadi kegiatan kota yang berujung di sekitar kantor bupati.

Wadah Aktivitas

Berdasarkan UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pengertian RTH adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik alamiah maupun ditanam. Berdasarkan Penjelasan Pasal 29 Ayat (1) UU itu dapat diketahui bahwa RTH dimiliki dan dikelola oleh pemda dan digunakan untuk kepentingan masyarakat. Pengaturan tersebut bila tidak diindahkan memiliki implikasi sanksi hukum.

Undang-Undang tersebut juga mengatur sanksi terhadap pelanggaran perubahan fungsi ruang baik secara perorangan, korporat maupun pemberi izin, yang secara jelas termuat pada Pasal 69, 70, 71, 72, dan Pasal 73. Pasal 69 Ayat 1 menyebutkan,’’ Setiap orang yang tidak menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan yang mengakibatkan perubahan fungsi ruang, dipidana dengan pidana penjara paling lama tiga  tahun dan denda paling banyak Rp 500 juta’’.

Namun pada kenyataannya kondisi ruang terbuka hijau publik di Kudus masih jauh dari kurang untuk mencapai kondisi yang dipersyaratkan, yaitu 20 persen. Hal ini tentunya menjadi pekerjaan rumah bagi penentu kebijakan dan masyarakat Kota Keretek secara bersama-sama menambah luasan ruang terbuka hijau publik, dengan cara mempertahankan dan menata yang sudah ada, dan menciptakan ruang terbuka baru baik yang bersifat taman aktif maupun taman pasif, dalam sekala pelayanan lingkungan ataupun skala kota.
Hal tersebut kini menjadi dambaan masyarakat Kudus agar dapat dimanfaatkan sebagai wadah berbagai aktivitas pada akhir pekan. Misalnya untuk bercengkerama dengan keluarga dan bermain bersama anak-anaknya, berolahraga bersantai secara aman dan nyaman.

Suasana asri ditingkah kicau burung bisa mengurangi kesumpekan di tengah kesibukan kota yang makin dinamis. Implementasi dari gagasan itu merupakan tantangan semua warga kota Kudus, baik dari unsur pemerintah daerah maupun masyarakat. (10)

— Hari Triyogo, Kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Kudus
Opini Suara Merdeka 21 Februari 2011