19 Desember 2010

» Home » AnalisaDaily » Opini » Refleksi Hari Bela Negara ; Menyelamatkan Negara dari Terorisme

Refleksi Hari Bela Negara ; Menyelamatkan Negara dari Terorisme

Acungan jempol dari berbagai pihak ditujukan kepada Pasukan Detasemen Khusus 88 Antiteror Kepolisian Republik Indonesia menangkap tersangka anggota teroris Imron Byhaqi alias Mustofa alias Abu Tholut di Kudus, Jawa Tengah (10/12).
Sebagaimana diberitakan oleh media, Abu Tholut memiliki banyak nama, seperti Mustofa, Imron, dan Herman bukanlah tokoh baru dalam berbagai aksi teror dan menjadi salah satu pimpinan Jamaah Islamiyah.
Pengamat aksi terorisme, Al Chaidar, mengatakan jaringan teroris masih tersebar di Indonesia. Terorisme merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan dan peradaban, yang menjadi salah satu ancaman serius terhadap kedaulatan suatu negara. Kemudian, berkembang menjadi kejahatan internasional yang menimbulkan bahaya terhadap keamanan, pertahanan sebuah negara dan perdamaian dunia serta merugikan masyarakat. Kejahatan terorisme sebenarnya sudah terjadi berabad-abad lalu.
Setiap kekerasan yang ditujukan untuk menimbulkan ketakutan dalam usaha mencapai tujuan politik adalah terorisme, tanpa memandang dimana tempat kejahatan, di keramaian kota, desa bahkan dusun yang jauh di pelosok juga sama dikatakan teror jika membuat ketakutan masyarakat. Kejahatan terorisme bukanlah kriminal biasa, tidak sebatas gangguan kamtibmas, tetapi telah menjadi ancaman keamanan nasional bahkan dunia.
Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) mengindikasikan serangan teroris makin berbahaya dan mengancam keabsahan negara di seluruh dunia. Untuk itu, PBB menghimbau agar seluruh negara bekerja sama meningkatkan kewaspadaan. Tentu, ancaman terorisme telah menimbulkan dampak di berbagai aspek kehidupan baik bidang perekonomian, pariwisata, citra Negara, dan keamanan nasional secara umum.
Indonesia berada dalam zona bahaya atau zona merah dari sebuah negara bangsa (nation state) dan lemah yang bergerak menuju negara bangsa yang gagal (Robert I. Rotberg, 2002). Penanganan terorisme bukan hanya urusan menindak para teroris. Perlu pengorbanan besar semua pihak untuk membebaskan masyarakat dari teror. Dalam perang terhadap terorisme pun, perlu penghormatan terhadap hak asasi manusia.
Terrorisme terlihat sebagai masalah transnasional. Hampir tidak ada sekat lokal yang membatasi. Semuanya saling terkait dan saling terhubung dalam sebuah organisasi atau apa pun. Di beberapa negara seperti Thailand, Malaysia, Indonesia, dan Filipina terlihat intensitasnya. Itu banyak dimulai dari semacam radikalisasi domestik yang bermuara pada jaringan kelompok internasional seperti Al-Qaeda.
Setiap negara sebenarnya tahu apa akar aksi teror di negaranya masing-masing. Pemerintahan yang memiliki visi biasanya memiliki rencana dan strategi yang baik dalam penanggulangan terorisme. Jadi, semua berawal dari pemerintah. Setelah itu, baru masyarakat sipil bergerak meredam berkembangnya paham radikal di antara masyarakat sendiri. Jadi, perlu kerja sama besar dalam menangani terorisme.
Perang melawan terorisme sama abstraknya dengan perang melawan kemiskinan atau kebodohan. Pelaku teror memang individu konkret, tetapi pikiran, ideologi, ruang gerak, apalagi waktu, adalah abstrak dan tak tentu. Perang melawan terorisme tidak dapat dibatasi secara ruang dan waktu seperti perang melawan negara lain. Perbuatan teror dapat terjadi di mana saja dan tidak mengenal jeda.
Sejatinya, perang melawan terorisme terus saja melakukan upaya mempertahankan tata sosial tertentu (kedamaian) sehingga hal itu perlu melibatkan aksentuasi kuasa dan kekuatan secara terus-menerus. Perang melawan terorisme tidak mengenal kata "berhenti". Perang melawan terorisme harus dimenangkan terus-menerus. Perang melawan terorisme menjungkirbalikkan perbedaan antara hubungan internasional dan politik domestik. Perbedaan antara pertahanan dan keamanan menjadi kabur dan bahkan lenyap. Operasi militer dengan penegakan hukum adalah dua sisi dari mata koin yang sama. Tidak ada lagi perbedaan antara musuh luar dan musuh dalam. Pelaku teror dalam negeri disusupi ideologi asing.
Di suasana Hari Bela Negara kali ini, yaitu setiap tanggal 19 Desember, kita semua harus tampil dengan postur yang makin profesional. Semua komponen aparat keamanan mulai TNI, Polri bekerja sama dengan masyarakat harus semakin berkemampuan untuk menjalankan tugas dan pengabdiannya dalam mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan serta kedaulatan NKRI. Dalam terorisme harus ada langkah preventif, represif dan langkah profesional. Termasuk untuk mengantisipasinya, dibutuhkan satuan yang benar-benar memiliki kemampuan baik dan terlatih dalam kontra intelejen maupun counter terorisme melebihi daripada kemampuan teroris itu sendiri. ***

Opini Analisa Daily 20 Desember 2010