19 Desember 2010

» Home » Opini » Pikiran Rakyat » Kredibilitas Komite Sekolah

Kredibilitas Komite Sekolah

Ada kesan komite sekolah di daerah masih mandul dan belum memainkan peran dan fungsinya secara baik, dan selalu bersikap lunak terhadap kebijakan sekolah yang dinilai tidak populer sehingga keberadaannya tak jauh beda dengan lembaga "tukang stempel". Artinya, komite sekolah tidak kritis dan selalu berpihak kepada kebijakan sekolah, termasuk soal penentuan besaran pungutan yang biasa disebut sumbangan pengembangan institusi (SPI) yang harus dibayarkan orang tua siswa.
Tentunya tidak semua komite sekolah dapat digeneralisasi seperti itu. Masih banyak komite sekolah yang telah menjalankan peran dan fungsinya secara baik sebagai lembaga advisory (tempat menerima laporan dari orang tua ke sekolah atau sebaliknya), supporting (dukungan kepada sekolah), controlling (pengawasan penyelenggaraan sekolah), dan mediating (fasilitator antara orang tua siswa dan sekolah).
Dalam realitasnya banyak yang dapat dilakukan komite sekolah, agar penyelenggaraan pendidikan gratis dan peduli terhadap pendidikan yang berkualitas. Komite sekolah membantu menyosialisasikan batasan sekolah gratis dan menjelaskan bagian yang masih harus ditanggung orang tua, sehingga pendidikan gratis benar-benar berkualitas, dan turut memantau kinerja guru mengajar serta kepala sekolah dalam mengelola sekolah dengan transparan dan akuntabel.
Menjadi wakil masyarakat atau rakyat, seperti DPR memang paling sering "dimusuhi" rakyat yang diwakilinya. Begitu pun dengan komite sekolah. Keberadaannya banyak disinyalir sebagai aktor di balik mahalnya biaya pendidikan di republik ini melalui pelolosan kebijakan sekolah dengan legitimasinya.
Sesungguhnya tanggung jawab pendidikan tidak mutlak milik pemerintah, melainkan tanggung jawab semua komponen bangsa yang terlibat di dalamnya. Representasi dari keterwakilan masyarakat salah satunya adalah komite sekolah. Adanya sinergitas antara komite sekolah dan sekolah menyebabkan tanggung jawab pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara sekolah dan masyarakat.
Dalam konteks ini, untuk memaksimalkan peran dan fungsi komite sekolah yang perlu diperhatikan, antara lain, pertama, semua lembaga sekolah tetap berpaku pada sistem manejemen yang didasari moral dan tanggung jawab. Ini penting untuk membangun kerja sama yang sinergis antara komite sekolah dan sekolah.
Kedua, setiap satuan pendidikan, dan kriteria penyusunan komite sekolah di dalamnya harus melibatkan berbagai unsur masyarakat dengan heterogenitas latar belakang sosial-ekonomi yang paham pendidikan sehingga berjalan secara profesional.
Ketiga, untuk mengembangkan kompetensi komite sekolah diperlukan adanya pembinaan secara kontinu baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat agar menjadi komite yang kredibel di masa datang. Dengan demikian, peran komite sekolah dalam membangun satuan pendidikan dan keterlibatan masyarakat dalam dunia pendidikan mempunyai kontribusi yang cukup jelas dan nyata.
Memberdayakan komite sekolah perlu dilakukan secara bottom up oleh dewan pendidikan kabupaten/kota dan didukung tenaga fasilitator untuk melakukan pendampingan kepada komite sekolah di bawah koordinasi dewan pendidikan provinsi. Pelaksanaan program memberdayakan komite sekolah harus mempunyai fungsi ganda selain fungsi memberdayakan komite sekolah, juga memberdayakan dewan pendidikan.
Selain itu, perlu adanya semacam pelatihan seperti training of trainer (TOT) fasilitator guna memberdayakan komite sekolah yang diikuti calon-calon fasilitator yang dikirimkan oleh dewan pendidikan kabupaten/kota dan provinsi.
Dalam wacana pendidikan, publik mulai berbicara soal keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan pendidikan hingga di tingkat satuan pendidikan. Ada sejumlah kebijakan yang menjadi dasar, terutama berkait dengan UU No. 32/2004 Tentang Pemerintah Daerah dan PP No. 39/1992 Tentang Peran Serta Masyarakat dalam Pendidikan Nasioanal. Semua itu tentunya membutuhkan pemahaman terhadap persoalan pemberdayaan yang berkait dengan partisipasi publik sebagai mekanisme dalam pengambilan keputusan.
Dalam Renstra Depdiknas 2005-2009 disebutkan, 50 persen komite sekolah di Indonesia pada 2009 harus dapat berfungsi secara baik. Artinya, kondisi dunia pendidikan saat membuat komite sekolah harus bertahan dengan keadaan apa adanya dan mampu mewadahi aspirasi dalam memajukan pendidikan di tingkat satuan pendidikan. Tentu saja hal ini tidak didasarkan pada pesimisme bahwa masyarakat tidak akan mampu membangun lembaganya sendiri tanpa intervensi dari pihak luar di tengah penilaian kinerja yang begitu tinggi dari Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas).
Jadi, komite sekolah memungkinkan salah satu lembaga menjadi arena demokrasi bagi pemangku kepentingan pendidikan yang afektif, dan bukan sebagai lembaga "tukang stempel". Bahkan jika diberdayakan melalui berbagai pelatihan dan pendampingan, memungkinkan komite sekolah ini menjadi lembaga kredibel yang independensinya diperhitungkan. Persoalannya, bisakah dirumuskan dan diimpelementasikan strategi penguatan komite sekolah berdasarkan data, sumber daya, dan anggaran yang memadai untuk memastikan bahwa komite sekolah dapat menjalankan peran dan fungsi sebagai lembaga mandiri seperti indikator yang ditetapkan oleh Kemendiknas.
Dengan dimaksimalkannya peran komite sekolah di tingkat satuan pendidikan, diharapkan keterlibatan masyarakat dalam dunia pendidikan semakin intensif dan mempunyai kontribusi yang nyata. Bila sekolah ingin maju, melibatkan komite sekolah merupakan keharusan dan sebagai dasar pelaksanaan UU No. 20/2003 yang mengamanatkan pentingnya melibatkan masyarakat dalam dunia pendidikan dan sebagai usaha nyata dalam penerapan manajemen berbasis sekolah di seluruh Indonesia.***
Penulis, dosen Kopertis Wil IV Jabar-Banten, dpk FKIP Uninus Bandung dan Ketua Komite Sekolah SMPN 3 Cimahi. 

Opini Pikiran rakyat 20 Desember 2010