19 Desember 2010

» Home » Opini » Suara Merdeka » Kehancuran Lingkungan Klaten Utara

Kehancuran Lingkungan Klaten Utara

LONGSORNYA tebing di areal penambangan galian C di Dusun Ngelo Desa Balerante Kecamatan Kemalang Kabupaten Klaten, yang menewaskan tiga penambang tradisional (SM, 26, 27/09/10), oleh khalayak awam, bahkan juga oleh pihak pemda, dipahami sebagai kecelakaan biasa. Sejauh ini tidak ada pihak yang mengaitkan musibah itu dengan isu lingkungan.

Penambangan galian C di lereng Merapi yang masuk wilayah Kabupaten Klaten sebetulnya sudah berlangsung lama. Mulanya penambangan di sepanjang Kali Woro, dan dilakukan secara tradisional oleh penduduk lokal. Dalam perkembangannya, hadir pemodal besar, menggunakan alat-alat berat.

Sesudah bahan galian di sepanjang Kali Woro habis, penambang, baik yang mengantongi izin resmi maupun penambang lokal, beralih ke lahan-lahan penduduk yang berdekatan dengan alur Kali Woro. Biasanya, lahan-lahan penduduk disewa untuk ditambang pasirnya.

Oleh perusahaan penyewa, per truk dihargai antara Rp 25 ribu dan Rp 35 ribu. Sementara oleh pihak perusahaan, per satu truk pasir  (sekitar 10 m3) di lokasi penambangan dijual Rp 200 ribu, sedangkan harga batu per truk di lokasi Rp 220 ribu. Penambang mengeruk untung besar mengingat sudah mengeluarkan biaya besar, baik untuk pengadaan peralatan berat (backhoe loader), membayar tenaga kerja, dan untuk biaya perizinan. 

Dalam waktu 5-10 tahun terakhir penambangan galain C menggunakan alat berat makin menjadi-jadi. Ada lebih dari 10 perusahaan pemegang izin, di luar kelompok penambang tradisional. Merebaknya penambangan galian C itu berlangsung sejak ruang gerak usaha sejenis di Kabupaten Magelang dan Sleman dibatasi.

Pada masa lalu, penambangan itu tidak dianggap sebagai ancaman serius terhadap kelestarian lingkungan karena penggaliannya dilakukan secara manual. Begitu hadir pemodal besar, penambangan besar-besaran pun terjadi. Saat ini di Kemalang banyak lubang besar menganga, dengan kedalaman 10 - 20 meter. Bahkan sudah merambah lokawisata Deles Indah. Sementara itu upaya penanaman pohon penghijauan di areal bekas penambangan tidak dilakukan serius.

Sikap Masyarakat

Berdasarkan survei yang dilakukan penulis belum lama ini, tiap jamnya paling tidak ada 115 truk mengangkut pasir dan batu. Ramainya lalu-lalang truk terjadi sepanjang hari. Keadaan sepi hanya terjadi menjelang pukul 00.00-03.00. Dengan demikian, ramainya lalu-lalang truk per harinya sekitar 20 jam. Bila per jamnya minimal ada 115 truk, berarti tiap hari ada sekitar 2.300 truk terlibat dalam penambangan.

Dengan penambangan yang masif, tanpa disertai penghijauan, tak lama lagi kelestarian banyak mata air di Klaten terancam. Dalam waktu 10 tahun terakhir, debit air di semua mata air yang tersebar di banyak desa di Klaten, terus mengalami penurunan. Fenomena ini selain akan merusak sumber daya air, langsung atau tidak langsung akan mengancam keberadaan Klaten sebagai salah satu lumbung pangan di Jateng.

Dengan penambangan galian C di Kabupaten Klaten bagian utara yang sangat masif, kelestarian sumber air di wilayah kaki Gunung Merapi tadi kini ada dalam ancaman serius.

Ancaman itu saat ini memang belum begitu dirasakan, tetapi 10 tahun ke depan dan selanjutnya, pasti akan menjadi kenyataan bila tidak ada upaya serius untuk menghentikan kegiatan penambangan itu.    
Kalau memang pihak eksekutif, legislatif, yudikatif, dan jajaran penegak hukum lain sulit diharapkan mampu mengatasi penambangan di Klaten bagian utara, yang konon sudah banyak yang liar atau ilegal, tinggal masyarakat sendirilah yang masih berpeluang melakukan penentangan.

Masyarakat di sini, selain berbagai elemen dalam masyarakat, juga pemerintah desa dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang peduli lingkungan. Masyarakat Kecamatan Kemalang sangat berkepentingan terhadap kelestarian lingkungan mereka. Beranikah mereka bertindak menyelamatkan lingkungan mereka sendiri, demi generasi yang akan datang?  (10)

— Drs Sarworo Soeprapto MSi, alumnus Prodi Ketahanan Nasional, alumnus Program Pascasarjana UGM,  sering melakukan penelitian di Kabupaten Klaten

Wacana Suara Merdeka 20 Desember 2010