07 Juni 2010

» Home » Suara Merdeka » Piala Dunia dan Perdamaian

Piala Dunia dan Perdamaian

DI berbagai negara di dunia, sepak bola sudah menjadi semacam hiburan rohani sekaligus rekreasi fisik yang begitu diagung-agungkan. Seolah-olah orang yang menonton sudah layaknya seperti menjalankan ritual dalam agama. Seperti di belahan bumi Eropa, sepak bola sudah dianggap menjadi mata pencaharian bagi sebagian kalangan.

Karena sepak bola akan menciptakan sebuah sistem kerja terstruktur mulai dari pemain, pengusaha klub, judi bola (dampak negatif), industri peralatan, dan seragam, pariwisata, serta berita dan isu sepak bola.
Seiring hadirnya Piala Dunia, diperkirakan tingkat konflik di jagat raya ini akan menurun drastis. Pihak militer yang terlibat dalam konflik antarnegara, bisa saja menginisiatifi untuk meliburkan pertempuran darat, udara, dan lautnya demi melihat tim kesebelasan negara yang mereka jagokan bermain indah dalam event 4 tahunan itu.


Bila dicermati, sebuah konflik atau peperangan biasanya hanya melibatkan empat kalangan saja. Yakni tentara, warga sipil militan, negara sponsor, dan pemerintahan yang berkuasa atau yang ingin menguasai. Empat pihak tersebut umumnya juga didominasi oleh kaum adam. Yang hampir dapat dipastikan, setiap lelaki memiliki kegemaran untuk bermain sepak bola maupun sekadar menonton pertandingannya.

Munculnya berbagai konflik dan peperangan di jagat raya ini yang hingga kini masih terus berkecamuk, diakui menjadi permasalahan krusial yang butuh solusi cerdas. Akibat konflik-konflik tersebut selain mengancam keselamatan jiwa penduduk dunia, menyebabkan kehancuran bagi peradaban manusia, meneror psikologis dan kejiwaan warga sipil yang tinggal di kawasan konflik. Mampukah Piala Dunia menjadi semacam media perdamaian dunia?

Hemat penulis, adanya Piala Dunia 2010  di Afrika Selatan selama sebulan penuh (11 Juni - 11 Juli 2010) sungguh menjadi obat penawar sekaligus media bagi terwujudnya perdamaian dunia. Siapa yang tidak kenal sepak bola, satu jenis olahraga yang sangat merakyat, lagi mendunia.

Piala Dunia kali ini bisa menjadi semacam hiburan yang sangat dinanti-nantikan oleh kaum adam untuk menyalurkan kegemaran mereka, menonton bola sepak. Bila dimetaforakan, sebenarnya Piala Dunia identik dengan medan pertempuran. Masing-masing tim kesebelasan mewakili sebuah negara. Artinya masing-masing tim punya ideologi sendiri, memiliki kebenaran versinya masing-masing, mempunyai pasukan dalam hal ini pemain sepak bola, menyembunyikan strategi dan taktik bertempur yang dalam soal ini berkaitan dengan pola latihan, regenerasi, teori-teori bertanding dan bagaimana cara efektif memenangi kompetisi.

Sebuah Momentum

Ketika kesebelasan Brazil bertemu dengan Italia, sebenarnya itu bukan sekadar pertandingan atau adu keterampilan dalam mengolah si kulit bundar dengan kaki, kepala, dan anggota tubuh lainnya, melainkan momentum yang mempertandingkan kekuatan, intelektualisme, kultural, ideologi, semangat kolektif dan gengsi antaranegara yang berlaga.

Ada fanatisme yang bergelora dalam tubuh masing-masing pemain kesebelasan, ada teriakan fanatik dari suporter dan tak luput pula mantera-mantera atau kekuatan gaib ikut bertaruh di dalamnya. Sehingga tak keliru, detik-detik menjelang kick off, kita sering melihat ada beberapa pemain merapal doa agar timnya mendapatkan keberuntungan. Atau pernah juga kita melihat, ada penjaga gawang dari kesebelasan negara Amerika Latin, menaruh jimat di dekat gawangnya.

Piala Dunia, memang sebuah pertaruhan dan adu keterampilan dalam menggocek si kulit bundar. Meski ada rivalitas di sana, di dalamnya terkandung juga semangat universalitas. yakni, bisa mempersatukan penduduk dunia untuk sama-sama memiliki motivasi mulia demi mereguk tercapainya dialektika budaya, komunikasi multiarah antarnegara, tentu melalui pertemuan secara fisik kesebelasan-kesebelasan antarnegara yang berbeda paham (ideologi), ras, bahasa, kultural, dan etnis.

Melalui Piala Dunia, diharapkan konflik yang melibatkan pergesekan fisik dan alat-alat pertempuran dapat diredam. Lantas diubah menjadi pertempuran melalui kompetisi sepak bola yang justru menyehatkan fisik, menyegarkan pikiran, dan memberikan hiburan tersendiri bagi penduduk dunia ini. (10)

— Supadiyanto, Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) DIY

Wacana Suara Merdeka 8 Juni 2010