07 Juni 2010

» Home » Suara Merdeka » Government Mobile Cilacap Barat

Government Mobile Cilacap Barat

PEMEKARAN wilayah Cilacap barat menjadi kabupaten yang berdiri sendiri telah menjadi isu seksi di Jawa Tengah.  Mengacu pada payung hukum persyaratan pembentukan daerah otonom baru yakni PP Nomor 78 Tahun 2007 barangkali syarat fisik bagi pemekaran wilayah itu tidak lagi menjadi persolan.

Mulai jumlah kecamatan, perangkat pemerintahan lebih rendah, jumlah penduduk, luas wilayah, dan calon ibu kota semua terpenuhi. Namun dalam pemenuhan syarat administratif itulah kemudian hambatan muncul.

Di level provinsi misalnya, persetujuan dari Gubernur Jateng tampaknya sangat sulit didapat. Bahkan Gubernur memandang tidak perlu  ada perhatian khusus dari pemerintah daerah setempat kepada Cilacap barat. Demikian pula persetujuan dari DPRD Jawa Tengah, meski masih sangat memungkinkan hal itu bukan perkara yang mudah untuk mendapatkan kata sepakat dari 100 wakil rakyat.

Terlebih pada level pusat; Mendagri dan DPR di mana pada pihak pertama telah mendengungkan semangat moratorium pemekaran berdasar preseden buruk pemekaran yang terjadi serelah otonomi daerah bergulir 1999.


Terlepas dari bagaimana kemudian dinamika politik pemekaran wilayah tersebut, satu fakta yang tidak bisa dikesampingkan adalah kualitas pelayanan publik bagi masyarakat Cilacap barat yang tidak hanya membutuhkan waktu lama namun juga biaya yang cukup besar.

Seperti pengakuan warga Dayeuhluhur yang harus mengeluarkan ongkos Rp 250 ribu untuk pulang pergi sampai ke Cilacap dengan waktu tempuh kurang lebih empat jam, bahkan dengan kota kecamatan terdekat saja diperlukan 1,5 jam, dan untuk sampai di kelurahan saja harus naik ojek. Kondisi yang tentu memberatkan warga ketika hendak memperoleh layanan di Cilacap seperti SIM, surat izin usaha dan perizinan lain yang harus diakses di ibu kota kabupaten. Demikian dengan pelayanan lain yang harus diakses di tingkat kecamatan.

Melihat kondisi tersebut penulis memandang perlu adanya terobosan program pelayanan publik oleh Pemkab Cilacap yang mampu mendekatan pelayanan pada masyarakat.Dalam teori paradigma pelayanan publik, desentralisasi sejatinya telah membuka ruang terjadinya perubahan.

Dari pelayanan publik yang kaku, pemerintah yang kurang responsif menjadi paradigma pelayanan yang lebih lentur dengan mengedepankan responsifitas pemerintah daerah. Efisiensi dan efektivitas yang mempunyai konotasi positif, yaitu efisiensi tetapi tujuan secara efektif.
Government Mobile Salah satu terobosan yang sangat mungkin dilakukan adalah dengan program government mobile (pemerintahan secara berkeliling/berjalan-Red) sebagai komitmen pemda dalam mendekatkan pelayanan publik pada masyarakat. Model yang diterapkan sejak Februari 2008 oleh Pemkab Gorontalo, Sulut itu, adalah program yang memberikan layanan pada masyarakat dalam mengurus surat izin usaha, surat kependudukan, dan keperluan lainnya secara cepat (selesai pada saat itu juga) di tempat-tempat terdekat (kantor kecamatan, kantor desa, bahkan rumah penduduk).

Mengingat kondisi geografis Kabupaten Gorontalo yang masih banyak wilayah pedalaman jauh dari ibu kota kabupaten, Dengan program tersebut masyarakat tidak perlu mengerluarkan ongkos puluhan ribu rupiah dan menempuh perjalanan berjam-jam ke kota.

Di samping memberikan layanan administrasi kepada masyarakat, government mobile mampu berfungsi sebagai wahana mengum-pulkan aspirasi warga,  membuka ruang kepada publik untuk memberikan masukan dan mengumpulkan ragam masalah. Pejabat bisa menjadi lebih responsif dengan mengetahui secara langsung kondisi masyarakat ataupun infrastruktur yang selama ini masih menjadi persoalan.

Dari pengetahuan itulah harapan akan perhatian pembangunan wilayah Cilacap barat lebih terbangun. Melihat salah satu penyebab miskinnya perhatian pembangunan adalah pejabat daerah yang tidak melihat secara langsung dan merasakan kesenjangan pembangunan pada wilayah tersebut.

Rusaknya infrastruktur dan sulit serta mahalnya pelayanan publik hanya dirasakan oleh warga pada wilayah tersebut tanpa pernah dipotret secara langsung oleh pejabat daerah. Dengan kemampuannya, Pemkab Cilacap tampaknya tidak sulit untuk menyelenggarakan program itu. Tinggal bagaimana kemauan politik pemda. (10)

— Wahid Abdulrahman, Sekretaris Tim Ahli DPRD Jateng, asisten pengajar FISIP Undip

Wacana Suara Merdeka 8 Juni 2010