11 Mei 2010

» Home » Suara Merdeka » CSR Dalam Konteks Kebutuhan

CSR Dalam Konteks Kebutuhan

CORPORATE social responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan mulai ramai diperbincangkan ketika diterbitkannya UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Pada Bab V Pasal 74 Ayat 1 UU itu disebutkan, perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/ atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib menjalankan tanggung jawab sosial dan lingkungan.

Kemudian pada Ayat 2 disebutkan, tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.
Dilanjutkan pada Ayat 3 bahwa perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan. Pada Ayat 4 disebutkan, ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung jawab sosial dan lingkungan diatur dengan peraturan pemerintah (PP).


Apabila mencermati kalimat-kalilmat pada UU itu jelas sudah bahwa tanggung jawab sosial akan diatur lebih lanjut dengan PP, padahal hingga saat ini peraturan itu belum ada. Lalu bagaimana implementasinya di perusahaan? Perlu kita lihat pula penjelasan Pasal 74 UU tersebut, yakni pada Ayat 1 disebutkan,  ketentuan ini bertujuan untuk tetap menciptakan hubungan perseroan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat.

Yang dimaksud dengan perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang sumber daya alam adalah perseroan yang kegiatan usahanya mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam. Yang dimaksud dengan perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya yang berkaitan dengan sumber daya alam adalah perseroan yang tidak mengelola dan tidak memanfaatkan sumber daya alam, tetapi kegiatan usahanya berdampak pada fungsi kemampuan sumber daya alam.

Sedangkan pada penjelasan Ayat 3 disebutkan, yang dimaksud dengan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan adalah dikenai segala bentuk sanksi yang diatur dalam peraturan perudangan-undangan yang terkait.

Melihat penjelasan tersebut, tanggung jawab sosial memang masih bisa menjadi perdebatan. Dilihat dari dasar implementasinya, misalnya yang dimaksud dengan dibiayakan dengan nilai yang patut itu berapa nilainya? Memang bagi BUMN sudah ada ketentuan dari kementerian yang menaunginya, tapi bagaimana dengan swasta murni?

Dalam kenyataannya banyak perusahaan yang belum memahami tentang tanggung jawab jawab sosial (CSR) itu? Lantas bagaimana implementasinya, serta dasarnya apa?

Kita mungkin harus mengawalinya dengan tahapan pendirian sebuah perusahaan atau perseroan. Apabila ingin mendirikan suatu badan usaha kita harus memenuhi beberapa persyaratan. Contohnya, sebelum membangun kita harus mengawalinya dengan analisis mengenai dampak lingkungan sehingga wajib menyusun dokumen usaha kelola lingkungan dan usaha pemantauan lingkungan (UKL/UPL) atau rencana kelola lingkungan dan rencana pemantauan lingkungan (RKL/RPL).
Sosialisasi Gencar Setelah melalui pengkajian yang melibatkan stakeholder, baik itu masyarakat sekitar, pemerintah terkait dan lain-lain, bila disepakati barulah dokumen itu disahkan oleh instansi pemerintah yang berwenang.

Dengan mencermati peraturan perundang-undangan, apakah masih ada peraturan lagi yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah guna ’’memaksa’’ perseroan melaksanakan tanggung jawab sosialnya?

Sebenarnya, pemerintah sudah cukup memiliki dasar untuk melakukan bimbingan, pembinaan, ataupun evaluasi pada perusahan yang belum melaksanakan CSR sesuai dengan ketentuan. Penulis mengamati ada beberapa instansi pemerintah di Jawa Tengah yang gencar memberikan sosialisasi mengenai CSR, seperti dilakukan Dinas Sosial baru-baru ini.

Mereka mengundang beberapa perusahaan dan memfasilitasi untuk membentuk Coprorate Forum for Community Development (CFCD) Chapter Jawa Tengah. Melalui forum ini, perseroan baik itu BUMN maupun swasta murni bisa saling berkomunikasi  dalam rangka mengimplementasikan tanggung jawab sosial di perusahaan masing-masing.

Apabila kegiatan ini secara konsisten difasilitasi oleh pemerintah untuk disebarluaskan ke seluruh perusahan maka tugas mengentaskan masyarakat dari kemiskinan dan kebodohan yang dicanangkan pemprov akan terbantu.
Kesadaran aakan arti penting kepedulian sosial perusahaan terhadap masyarakat dan lingkungan lebih penting dikedepankan karena ada manfaat yang bisa dipetik oleh perusahaan sendiri. (10)

— Setyo Adi P, Deputi SDM Yayasan Ambarawa Heritage, praktisi CSR, mahasiswa magister manajemen  UKSW

Wacana Suara Merdeka 12 Mei 2010