Carunia Mulya Firdausy
Deputi Menristek Bidang Dinamika Masyarakat
Ilmu pengetahuan, teknologi, dan inovasi (iptekvasi) belakangan ini menjadi jargon yang kembali didengungkan berbagai pihak sebagai the main drivers dari pertumbuhan ekonomi setiap negara. Presiden SBY sendiri dalam pertemuan dengan para pakar di Serpong beberapa bulan lalu menekankan pentingnya hal tersebut. Namun, keampuhan ketiga komponen tersebut di negeri ini dalam implementasinya masih sebatas retorika. Hal ini salah satunya dapat diindikasikan dari lemahnya sinergi institusi penggerak ketiga komponen dimaksud, khususnya institusi perguruan tinggi (PT) dan lembaga penelitian dan pengembangan (lemlitbang).
Bank Dunia (2009) memberikan penilaian sinergi penelitian dan pengembangan (litbang) ilmu pengetahuan, teknologi, dan inovasi (iptekvasi) antara perguruan tinggi (PT) dan lembaga penelitian dan pengembangan (Lemlitbang) nasional masih rendah. Indeks kerjasama kedua institusi tersebut, menurut Bank Dunia, hanya sebesar 2,8, jauh lebih rendah dibandingkan China (3,9), Thailand (4,2) dan Malaysia (4.9). Kalaupun sinergi litbang antara kedua institusi itu ada, hasil-hasil penelitiannya masih belum banyak memberikan kemanfaatan bagi masyarakat maupun pelaku usaha. Mengapa demikian ?
Dua Faktor Penyebab
Terdapat dua faktor penyebab mengapa sinergi litbang PT dan lemlitbang nasional masih rapuh. Pertama, menyangkut masalah yang bersifat struktural, seperti masalah misi, tujuan, norma-norma, asas-asas, aturan, orientasi, kelembagaan, cara kerja, mekanisme koordinasi, komunikasi antarkepakaran/keahlian maupun kuantitas dan kualitas sumber daya iptek (dana, SDM, dan infrastruktur) yang relatif berbeda antara kedua institusi tersebut.
Kedua, terkait masalah nonstruktural, seperti sikap over-confidence atau lebih ekstremnya arogansi di kalangan para akademisi, peneliti, dan perekayasa maupun komunitas iptek lainnya untuk berkoordinasi maupun bersinergi sesamanya di satu sisi, maupun karena adanya pemahaman berbeda dalam memaknai konsep litbang di sisi lainnya.
Untuk yang disebut terakhir, konsep litbang dalam persepsi perguruan tinggi relatif masih dimaknai sebagai suatu kegiatan : (1) yang lebih berorientasi kepada “pengetahuan untuk pengetahuan” (knowledge for the sake of knowledge) yang dilakukan dalam kerangka Tridharma Perguruan Tinggi (pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat), (2) yang didasarkan oleh adanya kebutuhan pengembangan ilmu, (3) yang berkaitan dengan agenda otonomi perguruan tinggi dan kebebasan akademik (academic freedom), dan (4) yang dilakukan sebatas kepentingan akademisi (dosen dan mahasiswa) untuk meningkatkan jabatan fungsionalnya bagi para dosen dan atau sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar akademis bagi para mahasiswa di perguruan tinggi.
Sebaliknya dalam persepsi lemlitbang, litbang diharapkan dapat : (1) membangun dan mengembangkan iptek, (2) menghasilkan kemajuan ekonomi, (3) memberikan kemanfaatan bagi kesejahteraan masyarakat dan kehidupan umat manusia, dan (4) dijadikan referensi dan menghasilkan hak kekayaan intelektual (HKI). Selain itu, litbang dalam pelaksanaannya diharapkan dapat mengacu pada rumusan arah dan pedoman yang telah digariskan dalam Kebijakan Strategis Nasional (Jakstranas) Iptek maupun Agenda Penelitian Nasional (ARN). Namun, harapan-harapan ini juga masih belum dipenuhi secara optimal. Oleh sebab itu, perlu dicarikan solusinya.
Menajamkan Sinergi
Paling tidak ada lima cara untuk menajamkan sinergi litbang PT dan lemlitbang. Pertama, pemerintah harus menetapkan secara tegas pernyataan pentingnya sinergi litbang antara kedua institusi dalam sebuah peraturan. Pentingnya peraturan itu karena Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional tidak mencatumkan secara eksplisit sinergi tersebut. Hal ini berbeda dengan Undang-Undang No. 18 Tahun 2002 tentang Sistem Pengembangan Iptek Nasional yang telah menetapkan hal tersebut. Namun, agar penetapan peraturan baru tersebut tidak menjadi “macan ompong” dalam implementasinya, harus didukung rumusan peraturan yang mengawal terwujudnya sinergi dimaksud, baik berupa pedoman manajemen pelaksanaan litbang maupun pedoman pemanfaatan infrastruktur pembangunan iptek di kedua institusi.
Kedua, kegiatan litbang PT, seperti halnya lemlitbang harus taat azas mengikuti pedoman yang dirumuskan dalam dokumen Kebijakan Strategis Nasional (Jakstranas) Iptek dan Agenda Penelitian Nasional (ARN). Bahkan tidak itu saja, kedua dokumen tersebut harus pula dijadikan pedoman pelaksanaan yang berlaku bagi seluruh pelaku iptek dan kelembagaan iptek baik bagi perguruan tinggi, lembaga litbang/penelitian LPNK, lembaga litbang/penelitian LK, lembaga litbang/penelitian daerah, maupun lembaga-lembaga litbang nonpemerintah lainnya. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi pemborosan dana dan tumpang tindih pelaksanaan litbang oleh seluruh pemangku kepentingan.
Ketiga, meningkatkan kualitas dan kuantitas infrastruktur litbang di kedua institusi tersebut. Hal ini ditujukan agar kedua institusi dimaksud dapat memiliki rasa kebersamaan dalam membangun iptek di satu sisi, dan untuk menghilangkan gap dalam hal pemilikan infrastruktur oleh kedua institusi tersebut di sisi lain. Langkah tersebut juga dapat berfungsi dalam mengikat para dosen, peneliti, dan perekayasa untuk “betah” bekerja di masing-masing institusi tersebut.
Dalam hal ini pihak perguruan tinggi dapat memanfaatkan berbagai infrastruktur yang dimiliki lemlitbang yang ada, terutama bagi memperluas pengalaman bagi dosen dan mahasiswanya, ataupun mengidentifikasi berbagai permasalahan dalam iptek sebagai bahan untuk keperluan pengajaran maupun bagi keperluan pengembangan penelitian di lingkungan perguruan tinggi itu sendiri sehingga perguruan tinggi dapat mengelola sendiri lembaga pendidikan tinggi secara lebih luas sebagai pusat penyelenggaraan pendidikan tinggi, penelitian ilmiah, dan pengabdian kepada masyarakat.
Sebaliknya bagi lemlitbang, pemanfaatan infrastruktur yang dimiliki perguruan tinggi dapat pula dilakukan, terutama dalam pendayagunaan SDM dan berbagai keahlian/kepakaran yang ada pada perguruan tinggi. Pemanfaatan ini tentu sangat berguna dalam memperluas kemampuan kapasitas litbang maupun perekayasaan dalam upaya mewujudkan tanggung jawabnya dalam mencari, mengembangkan, dan mendayagunakan berbagai invensi dan inovasi iptek nasional.
Keempat, menetapkan dan melakukan litbang bersama yang saling menguntungkan (simbiose mutualistis). Kegiatan bersama dimaksud dapat mencakup kegiatan-kegiatan, seperti (a) skema insentif litbang, (b) kegiatan tematik, (c) pengembangan pusat-pusat unggulan, (d) pengembangan kompetensi, sertifikasi dan akreditasi lembaga dan sumber daya iptek, dan (e) pengembangan database dan informasi litbang/penelitian iptek.
Kelima, merumuskan kebijakan insentif dan disinsentif bagi kedua institusi dalam melakukan kegiatan litbang secara sinergis. Adapun bentuk kebijakan insentif yang dapat diberikan dapat berupa prioritas dalam pelaksanaan penelitian, dukungan akreditasi, jaminan dana penelitian dari hulu sampai hilir, pemberian kemudahan untuk memperoleh fasilitas litbang yang belum dimiliki, dan pengurusan hak paten secara gratis.
Sebaliknya, kebijakan disinsentif penting diberikan untuk PT dan lemlitbang yang tidak melakukan kegiatan litbang secara sinergis. Bahkan jika dianggap perlu, kedua institusi tersebut yang dalam jangka waktu tertentu tidak atau tidak mau melakukan sinergi dalam pelaksanaan litbangnya, seyogianya dimarginalkan keberadaannya.
Akhirnya, keberhasilan dalam menjalankan kebijakan di atas sangat dipengaruhi adanya kemauan keras para akademisi, peneliti, perekayasa, dan komunitas iptek di kedua institusi, terutama untuk melakukan perubahan sikap dan mindset yang memandang sinergi sebagai langkah yang mutlak penting dalam mencapai efektivitas pelaksanaan litbang. Komitmen yang sama juga harus dimiliki oleh pemerintah. Dua faktor inilah yang merupakan esensi untuk meningkatkan efektivitas litbang secara sinergi antara PT dan lemlitbang. Namun, rasanya tidak ada yang sulit untuk dilakukan, jika semua unsur kelembagaan iptek bersatu untuk melakukan pembangunan iptek ke arah yang lebih baik. Mengapa tidak, together we can.
Opini Lampung Post 08 April 2020