Oleh Suherman
Keputusan Gubernur Jawa Barat untuk mengalihfungsikan Gedung Palaguna menjadi perpustakaan atau pusat informasi patut mendapat apresiasi. Keputusan tersebut juga merupakan salah satu bentuk komitmen terhadap visi pendidikan untuk membangun Jabar. ”Buku harus menjadi kampak untuk menghancurkan lautan beku di dalam diri kita”, sebagaimana diucapkan Franz Kafka (1883-1924), tampaknya sangat diyakini betul oleh Gubernur Jabar yang juga seorang kutu buku.
Pembangunan perpustakaan tersebut juga menjadi bukti, gubernur paham betul adanya korelasi sangat erat antara kemajuan suatu daerah atau negara dan tingkat kegemaran membaca masyarakatnya. Memang, salah satu indikator peningkatan indeks pembangunan manusia (IPM) dan juga salah satu butir dari Millenium Development Goals (MDGs) adalah kemajuan dalam bidang pendidikannya. Akan tetapi, apabila direnungkan lebih dalam, dapat dikatakan, hakikat pendidikan adalah membaca. Sebuah proses pendidikan yang tidak dapat menumbuhkan kegemaran membaca pada peserta didik pasti berakhir dengan kegagalan. Sistem pendidikan yang baik adalah yang menjadikan perpustakaan sebagai jantung sekolah. Sesungguhnya fungsi utama perpustakaan adalah menumbuhkan minat baca dan meningkatkan kegemaran membaca pemustaka (user).
Dari berbagai pendapat yang muncul di masyarakat, juga dalam diskusi dengan wakil rakyat (legislatif), banyak yang menilai keputusan gubernur tersebut kurang strategis mengingat lokasi Palaguna berada di daerah ”kawasan emas” yang sangat strategis untuk kegiatan bisnis. Sementara perpustakaan adalah lembaga yang kegiatannya hanya menghabiskan anggaran. Sebenarnya kekhawatiran ini tidak perlu muncul apabila dilihat secara integral dan komprehensif. Membuat konsep untuk menyatukan ketiga jenis aspirasi yang muncul—yaitu dijadikan perpustakaan, pusat bisnis, dan ruang terbuka hijau (RTH)—bukan pekerjaan sulit. Pusat informasi atau perpustakaan bisa dikelola dengan manajemen yang berorientasi pada kegiatan sosial dan bisnis. Penulis sangat meyakini, keberadaan perpustakaan di tempat yang strategis ini bisa dikelola secara mandiri atau tidak mengandalkan pada pembiayaan daerah (APBD). Dengan sentuhan pengelolaan modern, sebenarnya pembangunan pusat informasi di Palaguna merupakan projek yang sangat layak investasi atau dapat dibiayai swasta.
Pembangunan perpustakaan atau pusat informasi di Palaguna dapat mengakomadasi semua aspirasi yang muncul. Pertama, keinginan Kota Bandung untuk memiliki RTH akan terealisasi, dan mungkin akan menjadi RTH yang produktif misalnya dengan menjadikannya sebagai taman membaca. Pusat informasi dibangun tentu saja dengan pola arsitektur dengan memperhatikan aspek lingkungan atau sebut saja dengan ”perpustakaan hijau” sebagaimana juga kini sedang tren tentang model sekolah hijau. Kedua, pusat informasi ini bisa menjadi sumber PAD, mengingat sekarang kita sedang berada dalam abad informasi, di mana informasi menjadi komoditas yang sangat potensial. Ketiga, masyarakat Jawa Barat akan memiliki perpustakaan dan pusat kegiatan yang representatif.
Nilai positif
Adanya perpustakaan atau pusat informasi di kawasan alun-alun akan memberikan banyak manfaat atau nilai positif bagi masyarakat Jawa Barat.
Pertama, menjadi pusat pustaka atau perbukuan dan pusat baca Jawa Barat. Minat masyarakat terhadap sumber informasi (buku) diindikasikan meningkat. Ini dapat dilihat, misalnya, dengan tingkat kunjungan pada saat diadakan pameran buku. Semakin bergairahnya usaha penerbitan serta geliat kembali toko-toko buku yang tersebar di Jawa Barat dan Kota Bandung pada khususnya. Kecenderungan tersebut tidak diimbangi dengan sarana yang memadai.
Kedua, dengan manajemen perpustakaan atau pusat informasi modern, Gedung Palaguna dapat dijadikan pusat inspirasi dan pengembangan kegiatan sosial, pendidikan, dan ekonomi masyarakat Jawa Barat. Paradigma lama yang menganggap perpustakaan hanya sarana untuk mendapat informasi memang tidak akan memadai untuk mengelola perpustakaan ini. Diperlukan redefinition state of mind para pengelolanya. Sebenarnya, perpustakaan dapat dijadikan tempat bertemunya berbagai macam potensi masyarakat, dan salah satu fungsi perpustakaan adalah memfasilitasi dan memediasi sinergi potensi masyarakat.
Ketiga, apabila alun-alun dan masjid raya dijadikan kawan terpadu dengan Gedung Palaguna, hal tersebut dapat menjadi sarana rekreasi edukatif yang sangat potensial. Fungsi alun-alun sebagai pusat keramaian yang edukatif dapat dihidupkan. Keberadaan tempat-tempat bersejarah di sekitar alun-alun sangat mendukung dijadikannya kawasan ini sebagai kawan edukasi. Kawasan ini akan menjadi ikon baru sebagai pengembangan ibu kota Jawa Barat sebagai kota pendidikan.
Keempat, lebih jauh nilai posisif dari dibangunnya perpustakaan di Palaguna akan dapat mengurangi kerawanan sosial (premanisme, kriminalitas, dan prostitusi) di kawasan Alun-alun Bandung. Dengan dikelola secara asal-asalan seperti sekarang, kawasan alun-alun terlihat sangat kumuh dan tidak layak dijadikan jantungnya Kota Bandung. Taman gantung sering kali terlihat dijadikan sebagai ”tempat kost” para gelandangan. Siang hari sering terlihat jemuran pakaian dalam di sela-sela taman gantung. Pemandangan yang sangat ironis karena terjadi di halaman masjid raya, juga berada persis di depan kediaman (pendopo) wali kota.
Mudah-mudahan pembangunan perpustakaan tersebut dapat terlaksana dengan lancar dan ”dalam tempo yang sesingkat-singkatnya”. Penulis yakin, masyarakat Jawa Barat akan mendukung penuh program ini. Semoga!***
Penulis, Pustakawan Berprestasi Terbaik Jawa Barat.
Opini Pikiran Rakyat 17 Maret 2010