16 Maret 2010

» Home » Suara Merdeka » Penataan Bleduk Kuwu

Penataan Bleduk Kuwu

SETIAP daerah punya keunikan, baik menyangkut kondisi alam, sosial, maupun budayanya, termasuk Kabupaten Grobogan yang memiliki keunikan alam berupa Bleduk Kuwu.

Objek wisata alam yang terletak sekitar 28 km arah timur kota Purwodadi, ibu kota Kabupaten Grobogan itu, tidak dijumpai di daerah lain, sehingga menjadi objek wisata khas.

Potensi itu bisa menjadi daya tarik sendiri bagi pemda hanya saja karena belum optimalnya pengembangan potensi dan promosinya, kawasan ini belum maksimal menjaring pengunjung.


Penamaan bledhug  itu diambil dari bahasa Jawa yang artinya meletus dan menimbulkan suara ’’bledhug’’.  Fenomena alamnya berupa letusan lumpur setinggi sampai 2 meter secara periodik selama 3-5 menit. Letusan ini seperti lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jatim, hanya tingkat aktivitasnya lebih rendah.

Objek yang terletak di Desa Kuwu Kecamatan Kradenan ini memiliki  keistimewaan karena keluarnya lumpur di areal kering dan tandus itu bersamaan dengan keluarnya asap, gas, dan air garam. Air formasi yang ikut terbawa keluar saat terjadi letusan gas mempunyai kadar garam (salinitas) tinggi dan potensial diolah menjadi garam dapur.

Menurut keterangan penduduk setempat, kelebihan garam dapur volcano ini sudah mengandung yodium dengan kadar yang lebih tinggi dibandingkan garam dapur hasil olahan dari air laut. Hal itu berarti bisa langsung digunakan tanpa harus menambahkan yodium.

Letusan lumpur yang terus terjadi setiap hari itu kalau dicampur dengan air akan menjadi putih, dan apabila diendapkan, airnya menjadi tanah kapur. Sepertinya tepat sekali analisis yang menyebutkan bahwa tempat itu dulunya laut kemudian menjadi daratan, karena erosi dari gunung kapur.

Melalui proses evolusi, areal yang dulunya berada di dasar laut, menjadi daratan yang mempunyai ketinggian kurang lebih 53 m dari permukaan laut. Luas arealnya 45 ha dengan suhu minimal  31 derajat Celcius.

Sejumlah penduduk juga memanfaatkan lumpur itu dengan mengolahnya hingga menjadi garam dapur. Jadi, kawasan itu sangat potensial untuk pengembangan pariwisata dan perekonomian warga. Unikum alam itu tidak menutup kemungkinan bisa menarik pengunjung lebih banyak lagi jika fasilitasnya dibenahi.
Tidak Nyaman Saat ini  kondisi kawasan terkesan kering, panas, dan kumuh sehingga tidak nyaman dikunjungi. Untuk pembangunan ekonomi kerakyatan, warga bisa memproduksi dan berkualitas  kalau didukung peralatan dan strategi pemasaran, sehingga sistem produksinya tidak lagi manual.
Pengembangan Bleduk Kuwu bisa ditempuh melalui perbaikan akses jalan menuju objek tersebut.

Saat ini akses jalan kurang memadai karena terjal, sempit, dan di beberapa titik tidak beraspal. Selain itu, perlu menghijaukan kawasan tersebut. Seyogianya di pinggiran kawasan  ditanami pohon peneduh agar pengunjung bisa lebih nyaman menikmati objek tersebut.

Pemkab juga perlu menambah fasilitas mengingat objek wisata di daerah lain juga dilengkapi fasilitas penunjang yang cukup memadai.

Pemkab perlu terus memperkenalkan objek wisata tersebut kepada masyarakat, misalnya lewat internet atau promosi. Pengenalan ini harus menggunakan pola menjemput bola tidak hanya menunggu pengunjung datang.

Tidak kalah pentingnya adalah memberikan kepercayaan yang baik, dalam konteks ini bisa mencakup pengelolaan yang baik, pelayanan yang memuaskan maupun memberikan kesan hangat kepada pengunjung.

Dengan begitu pengunjung merasa nyaman dan senang dengan faslitas yang ditawarkan, karena biasanya kesan pertama sangat menentukan ketertarikannya, dengan harapan setelah berkunjung mereka bercerita kepada orang lain.

Untuk pengembangan pertanian garam, pemerintah perlu ikut andil dalam hal pemasarannya sehingga petani garam tidak sulit memasarkan.(10)

— Amin Fauzi, warga Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan, mantan pemred Surat Kabar Mahasiswa Amanat IAIN Walisongo

Wacana Suara merdeka 17 Maret 2010