09 Desember 2009

» Home » Media Indonesia » Tren Clearing and Settlement System Moneter

Tren Clearing and Settlement System Moneter

Muhammad Ali, sang petinju legendaris dunia, pernah berucap: "Champions aren't made in gyms. Champions are made from something they have deep inside them - a desire, a dream, a vision. They have to have last-minute stamina, they have to be a little faster, they have to have the skill and the will. But the will must be stronger than the skill." Pembangunan yang berhasil harus sejalan dengan kesiapan dan kemauan dalam membangun sistem kliring dan settlement pada sistem moneternya yang berdaya saing tinggi. Sementara itu, sistem kliring dan settlement-nya harus merupakan bagian dari visi, desire, dan dream dari negara tersebut. Itulah pesan penting dari keberhasilan ekonomi negara maju seperti Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Jepang dalam mencapai tingkat produk domestik bruto per kapita yang tinggi.


Negara seperti China, Korea Selatan, dan India juga secara cepat melakukan penyesuaian terhadap sistem pembayaran dan penyerahannya dalam rangka mendukung velocity of money dalam perekonomian berbasis globalisasi moneter. Dalam kasus Indonesia, peran sistem pembayaran yang efisien juga sangat terasa dari sisi ekonomi, sosial, dan politik. Misalnya dalam kasus gempa yang terjadi baru-baru ini, kebanyakan lembaga sosial yang melakukan bantuan terhadap korban gempa memiliki kecenderungan untuk menggunakan rekening Bank BCA. Artinya, dalam situasi krisis kehadiran sistem pembayaran justru semakin diperlukan dalam perekonomian. Untuk itu, kehadiran bank yang berspesialisasi dalam pembayaran sudah merupakan keharusan dalam menciptakan skala ekonomis, dengan John Stuart Mill juga mengatakan: "Eccentricity has always abounded when and where strength of character has abounded; and the amount of eccentricity in a society has generally been proportional to the amount of genius, mental vigor, and moral courage that it contained."
Keberhasilan negara G-20 dalam menjinakkan krisis moneter baru-baru ini juga tidak lepas dari keberhasilan negara-negara tersebut memperbaiki sistem pembayaran dan penyerahan di dalam perekonomian masing-masing yang telah mencapai tahap skala ekonomis dan ekonomis of scope yang tertentu. Terlebih dari itu sistem pembayaran di Uni Eropa, Amerika Serikat, dan Jepang telah menjadi jangkar dari terjadinya stabilitas perekonomian dunia dari hantaman krisis ekonomi akhir-akhir ini. Buktinya, perlambatan ekonomi dunia dalam hal volume perdagangan dunia diperkirakan akan berakhir pada tahun ini. Hanya Jepang yang diperkirakan mengalami deflasi hingga 2011. Negara-negara yang mengandalkan ekspor dalam menopang pertumbuhan ekonomi dunia saat ini justru sangat diuntungkan oleh pemulihan ekonomi led by payment and clearing system.
Ketiga negara maju tersebut sangat efektif dalam menjalankan kebijakan fiskal dan moneter dengan dukungan sistem pembayaran dan penyerahan yang sangat efisien. Hal inilah yang dicoba untuk ditiru oleh China. Uni Emirat Arab saja sempat kedodoran setelah Dubai World mengalami gagal pembayaran. Di Uni Eropa sendiri dengan adanya Target 2, kecenderungan inflasi terus mengalami penurunan dan deflasi akan hilang pada 2010 berkat dukungan sistem pembayaran yang efisien. Begitu pula dengan Amerika Serikat. Sistem pembayaran dan penyerahan yang efisien berkontribusi rata-rata sebesar 60% terhadap terjadinya stabilitas moneter. Tidaklah mengherankan ketika pada 1930-an depresi besar melanda perekonomian dunia yang berlangsung sangat lama karena sistem pembayaran tidak memungkinkan operasi moneter dan fiskal secara efektif. Depresi pada perekonomian Jepang juga berkaitan dengan tidak efisiennya sistem pembayaran mereka dengan ketika Dubai World mengalami gagal bayar, indeks saham Nikkei segera terkoreksi.
Umumnya ilmu ekonomi memasukkan kelemahan sistem pembayaran dan penyerahan dalam konsep risiko sistemik. Dalam konsep risiko sistemik ini bukan hanya ada risiko sistem penyerahan dan pembayaran, melainkan juga berbagai macam risiko sistemik lainnya seperti risiko politik, risiko too big to fail, dan risiko kegagalan fiskal. Sampai saat ini perhitungan Beta dari capital asset pricing model (CAPM) belum mampu memecah risiko sistemik secara rinci dalam menerangkan efek dari kegagalan sistem pembayaran. Di masa depan sangat mungkin akan muncul teori ekonomi tandingan yang mengkritik pendekatan CAPM ini. Kecenderungan sistem kliring dan penyerahan dalam sistem moneter dunia juga tidak lepas dari pengaruhnya terhadap inflasi. Tren inflasi yang semakin rendah bukan hanya disebabkan oleh fenomena moneter seperti yang dikemukakan oleh Milton Friedman, melainkan juga pada kesiapan sistem infrastruktur termasuk sistem pembayaran dan penyerahan. Buktinya tingkat inflasi di China tidak membubung tinggi ketika uang beredar M2 sudah naik hampir dua kali lipat akhir-akhir ini. Secara fenomena moneter seharusnya pergerakan inflasi juga akan meningkat dengan pergerakan M2, termasuk ketika ekonomi China semakin bergantung kepada perekonomian domestik. Hal itu dapat dilihat dari rendahnya pertumbuhan akan produksi besi dunia dengan pertumbuhan dunia tanpa China mengalami kontraksi yang sangat dalam. Artinya pergerakan uang lebih cepat daripada pergerakan barang di dunia dan tidak berlaku di China. Menurut Friedman, itu merupakan fenomena moneter! Faktanya inflasi tidak meledak di atas dua digit. Hal itu dapat terjadi karena pada hakikatnya perekonomian China tertolong oleh sistem pembayaran dan penyerahan dunia yang sangat efisien. Perekonomian China menitipkan aset-asetnya yang berharga pada sistem pembayaran dan penyerahan di Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Jepang sehingga risiko sistemik yang seharusnya memicu inflasi menjadi terdiversifikasi secara efisien. Itu mirip dengan contoh perkebunan yang tidak bersifat monokultur. Walaupun secara efisiensi sistem pembayaran dunia bersifat kapitalis, tidak dapat disebut sebagai sistem yang monokultur.
Sistem Target, BOJ-NET, dan Fedwire bersifat separable dalam sifat-sifatnya. Sistem Fedwire didasari oleh filosofi kebebasan individu yang didukung oleh rule of law, sedangkan sistem Target didasari oleh welfare state yang berbasis rule of law. Sistem BOJ-NET sendiri memiliki filosofi yang berada di antara Fedwire dan Target. Dengan adanya keunikan dari tiap sistem pembayaran yang ada di dunia yang sebetulnya menjadi tulang punggung perekonomian dunia yang berbasis kapitalisme global, ke depan tren sistem pembayaran dan settlement dunia akan berbasis kepada ketiga sistem utama tersebut, yaitu Target, Fedwire, dan BOJ-NET. Namun, masa depan BOJ-NET masih menjadi pertanyaan besar karena sangat ditentukan oleh ada atau tidaknya pasar bersama Asia. Jika ternyata pasar bersama Asia tidak terjadi, sangat mungkin di dunia hanya akan ada dua sistem utama dalam pembayaran, yaitu Target dan Fedwire. Jika cadangan devisa China pada 2010 dapat menembus US$3 triliun, China sangat mungkin akan membangun infrastruktur pembayarannya sendiri. Namun, hal ini akan terjadi jika China mengurangi komponen dolar dalam cadangan devisanya secara drastis dalam tiga tahun ke depan. Artinya, jika itu terjadi, dapat dikatakan bahwa China siap berkonfrontasi secara politik dan ekonomi dengan Amerika Serikat. Berdasarkan pernyataan Hu Jintao dalam mencapai target ekonomi dalam 2020, sangat rasional jika China akan menghindari konfrontasi dengan Amerika Serikat dan negara-negara ekonomi maju lainnya. Apalagi dengan langkah Hatoyama yang ingin membangun blok Asia, peluang BOJ-NET untuk menjadi back-bone sistem pembayaran Asia menjadi sangat besar. Indikasi lainnya adalah menunduknya Obama kepada Kaisar Jepang. Artinya dunia di masa depan akan memiliki tiga mesin pembayaran, yaitu Target, Fedwire, dan BOJ-NET. Sejalan dengan yang dikatakan oleh John F Kennedy: "If we cannot now end our differences, at least we can help make the world safe for diversity."

Oleh Achmad Deni Daruri, President Director Center for Banking Crisis
Opini Media Indonesia 10 Desember 2009