09 Desember 2009

» Home » Media Indonesia » Audit BPK dan Setoran Modal Tunai

Audit BPK dan Setoran Modal Tunai

BPK beberapa waktu lalu telah menyelesaikan laporan audit investigasi terhadap kasus Bank Century. BPK mengungkapkan banyak kelemahan dan kejanggalan serius di balik penyelamatan atau bailout Bank Century yang menelan dana hingga Rp6,7 triliun.
Sayangnya, audit BPK hanya dilakukan dari periode merger, yaitu 2005. Walaupun disinggung masalah Chinkara Capital sebagai salah satu pemegang saham CIC, begitu mudah diberi persetujuan oleh BI untuk mengakuisisi Bank Danpac dan Bank Pikko pada November 2001. Padahal, Chinkara tidak memenuhi syarat sebagai investor bonafide.


Bahkan sebelumnya, CIC Bank pada tahun 2000 mendapatkan pembiayaan GSM 102 sebesar US$950 juta atas rekomendasi serta back up BI. Menjadi pertanyaan besar ada apa sampai mendapat support yang demikian besar di saat industri perbankan nasional sedang terpuruk dan dilakukan proses restrukturisasi perbankan secara nasional? Sumber dana praktis tidak ada kecuali dari BLBI dan obligasi rekap. Patut diduga bahwa CIC melakukan praktik perbankan yang miring sehingga bisa mendapatkan pembiayaan GSM 102 yang sejatinya adalah trade financing menjadi pembiayaan tetap selama 3 tahun.
Apa yang dikemukakan BPK mengenai banyaknya kemudahan dari BI serta deviasi terhadap aturan merger pada tahun 2005, kemudian kewajiban Bank Century yang tidak direspons oleh pemilik/pengelola adalah merupakan suatu akibat dari keterlibatan petinggi BI dengan CIC dalam persoalan GSM 102, serta pembelian SSB peringkat rendah sejak tahun 2000. Program GSM-102 dan PL-416 menjadi skandal yang memalukan bagi Indonesia di mata asing. Patut diduga kasus itu melibatkan pejabat BI sampai sebegitunya menghalalkan segala cara melabrak rambu-rambu kontrol yang ada sampai terjadinya merger menjadi Bank Century. Permasalahan bukannya selesai malah menjadi bola salju. Ini akibat dari investasi dalam instrumen pasar uang yang nilainya sudah merosot jauh, tetapi di-carry over at face value ke dalam neraca Bank Century merger. Para pemegang saham dan pengelola utama CIC yang kemudian menjadi Century begitu leluasa melakukan akrobat dengan instrumen pasar uang di depan hidung BI dari mulai merger sampai tahun 2008. Itu tidak lain sebabnya telah mengantongi pejabat BI yang terus tereret-eret sejak tahun 2000. Apa yang terjadi kemudian kita semua sudah tahu.
Sekarang publik dikejutkan lagi dengan fakta bahwa ternyata sesuai dengan laporan hasil audit BPK dari dana penyertaan modal LPS sebesar Rp6,7 triliun, sebanyak Rp5,2 triliun adalah dalam bentuk tunai yang disetorkan secara bertahap.
Tahap 1, Rp2,7 triliun disetor sebanyak 6x sejak 24 November 2008-1 Desember 2008. Semua cash.
Tahap 2, Rp2,2 triliun disetor sebanyak 13x. Dari tanggal 9 Desember 2008-30 Desember 2008 kesemuanya dalam bentuk tunai kecuali tanggal 23 Desember 2008 sebesar Rp445 miliar dalam bentuk SUN.
Tahap 3, Rp1,1 triliun sebanyak 3x dengan setoran tanggal 4 Februari 2009 dan 24 Februari 2009 dalam bentuk SUN Rp1 triliun dan tunai Rp150 miliar.
Tahap 4, Rp630 miliar dengan setoran tunai 1x tanggal 24 Juli 2009.
BPK menyajikan angka tersebut dalam laporannya, tetapi tidak dibahas masalah keganjilan melakukan penyertaan modal secara tunai dalam jumlah yang sangat besar. Bank besar sekelas Bank Mandiri pun tidak mungkin memiliki jumlah uang tunai sampai Rp5 triliun. Kelebihan di atas kebutuhan operasional pasti disetorkan ke BI. Dengan adanya penyertaan modal secara tunai, berarti BI sebagai satu-satunya sumber bank notes rupiah dalam jumlah besar telah memfalitasi LPS. Sebagai otoritas moneter yang memberlakukan berbagai macam aturan pelaporan untuk transaksi tunai sehubungan dengan diberlakukannya UU Money Laundering, adalah suatu kejanggalan memberikan peluang bagi terjadinya transaksi tunai dalam jumlah besar.
Penyertaan modal dalam bentuk tunai yang begitu besar memberi peluang untuk menghilangkan jejak. Singkatnya uang tunai masuk ke dalam brankas bank dengan entri pembukuan mengkredit pos penyertaan modal LPS. Selanjutnya uang tunai bisa ditenteng keluar oleh pemegang saham atau pihak terkait lainnya cukup dengan membukukan sebagai pencairan deposito. Atau yang lebih canggih lagi, yaitu menghapus pembukuan transaksi back to back kredit dengan bank koresponden di luar negeri yang sudah terjadi sebelumnya.
Laporan audit independen Bank Century tahun 2008-2009 menyatakan bahwa hampir seluruh placement Bank Century maupun surat berharga telah dijaminkan pada Saudi International Bank dan Credit Suisse Singapore untuk fasilitas kredit kepada pihak ketiga. Atas fasilitas tersebut telah dilakukan eksekusi atau dilakukan setting morf pada bulan Mei 2009, sehingga saldo placement, deposito, dan surat berharga yang telah dijaminkan menjadi nihil. Di sinilah kemudian alur dari aliran dana menjadi terputus karena terhenti pada penarikan secara tunai yang tidak meninggalkan paper trail sehingga sulit untuk mendeteksi siapa yang menerima.
Dugaan saya alasan yang akan dikemukakan mengapa penyertaan modal LPS dilakukan dalam bentuk tunai kurang lebih berkisar 'mengantisipasi akan ada rush'. Alasan ini tidak masuk akal karena settlement untuk nasabah Century yang benar-benar nasabah dengan saldo di bawah Rp2 miliar dapat dilakukan melalui Bank Mandiri dengan transfer atau pemindahbukuan. Di zaman IT dan real time transaksi perbankan melalui jaringan yang sudah established, tindakan menyetor dalam bentuk tunai merupakan indikasi yang kuat menambah kecurigaan masyarakat bahwa di balik bailout Bank Century terdapat suatu konspirasi besar yang perlu diusut secara seksama sampai tuntas ke akar-akarnya.
Once and for all menjadi pelajaran bagi semua pemegang amanah bahwa kini bukan saatnya lagi membohongi rakyat dengan segala jargon dan terminologi keuangan untuk mencari pembenaran. Kali ini ungkapkanlah kebenaran karena para pemberi amanah sudah haus akan itu.
"Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul dan jangan mengkhianati yang diamanatkan kepadamu padahal kamu mengetahui." (QS AL ANFAAL:27)

Oleh Dicky Iskandar Di Nata, Mantan praktisi perbankan
Opini Media Indonesia 10 Desember 2009