17 November 2009

» Home » Bisnis Indonesia » 'Mengharumkan' perdagangan dalam negeri Asosiasi dijadikan tempat mencari 'muka' dan 'objekan'

'Mengharumkan' perdagangan dalam negeri Asosiasi dijadikan tempat mencari 'muka' dan 'objekan'

Salah satu sasaran dari program kerja Kabinet Bersatu II adalah memperkuat perdagangan dalam negeri. Pilihan ini sangat tepat dan sudah menjadi pilihan banyak negara, termasuk Amerika Serikat.

Jumlah penduduk Amerika Serikat tidak berbeda jauh dari Indonesia. Yang berbeda mencolok, antara lain adalah pendapatan per kapita dan bentuk geografis serta tingkat perkembangan SDM dan teknologinya.



Industri kendaraan bermotor dan sektor perumahan serta pengolahan pascapanen produk pertanian dan peternakan menjadi bagian andalan Amerika untuk memperkuat ekonominya melalui perdagangan dalam negeri. Sektor keuangan dan kelancaran angkutan menjadi penunjang untuk memperlancar dan menggairahkan arus distribusi barangnya.

Tantangan bentuk geografis Indonesia yang duapertiga luasnya adalah lautan, justru menjadi peluang yang sangat dinantikan, jika dikelola dengan baik. Sektor perhubungan, terutama laut dan udara menjadi peluang bisnis yang sangat menantang. Angkutan darat di beberapa pulau yang besar pun belum optimal dan masih sarat dengan unsur KKN serta jauh dari tertib/disiplin berlalu lintas.

Rendahnya 'citra pelayanan' para birokrat dan ruwet serta tumpang-tindihnya aturan menghambat berkembangnya sektor angkutan ini. Angkutan yang dikelola dengan baik dan efisien merupakan salah satu faktor pendukung dari kelancaran distribusi barang dan manusia, termasuk wisnus.

Potensi yang melimpah dan tersedianya SDA serta suburnya lahan merupakan sumber objek yang diperdagangkan. Demikian pula dengan jumlah penduduk di atas 220 juta, bukan hanya merupakan potensi pasar yang besar, juga sumber dari tersedianya banyak pelaku yang andal dan tekun serta cekatan.

Namun untuk memperkuat kegiatan perdagangan dalam negeri, masih ada hal yang masih terlupakan selama ini dan perlu segera dibenahi dan dilengkapi. Berpedoman kepada negara yang telah kuat dan tertibnya pelaksanaan perdagangan dalam negerinya, tidak terlepas juga harus tersedia berbagai aturan yang mengikat dan diterima masyarakat dunia usaha.

Hal ini diperlukan bukan hanya untuk kelancaran kegiatan perdagangan, tetapi juga menciptakan adanya kepastian yang terkait dengan faktor-faktor perdagangan itu sendiri. Keteraturan dan tertib kegiatan perdagangan dalam negeri, akan mengimbas kepada perdagangan luar negeri suatu negara.

Citra suatu negara juga akan terangkat, jika terdapat ketertiban dalam aspek perdagangannya. Salah satu yang akan mengangkat citra perdagangan suatu negara adalah telah tersedianya panduan dan syarat perniagaan dari objek dagangan di negara tersebut.

Wujud nyata dari adanya pengaturan ini, tersedianya bermacam standar kontrak dengan format yang baku untuk setiap objek dagangan yang ada. Untuk kepastian dan efisiensi, maka masing-masing format kontrak dari setiap sektor dilengkapi dengan sarana dan peraturan arbitrasi. Hal ini penting, karena kegiatan bisnis sarat dengan faktor yang dapat menimbulkan perselisihan dagang dan hal ini harus diselesaikan dengan cepat dan efektif serta efisien.

'Didikan' Belanda

Saat penjajahan Belanda, telah tersedia berbagai peraturan dan ketentuan yang dibuat oleh kalangan dunia usaha dengan fasilitasi oleh pemerintahan jajahan pada saat itu. Hal ini telah diteruskan oleh para pengusaha 'didikan' Belanda, yang tercermin dari sebuah buku yang terbit pertama kali pada April 1950, berjudul Sjarat Sjarat Penjualan Hasil Bumi dan Reglemen-Reglemen Arbitrasi oleh penerbit Noor Komala d/h Noordhoff-Kolff N.V Djakarta.

Buku panduan untuk ketertiban dan kelancaran perdagangan hasil bumi di dalam negeri ini sangat diminati dunia usaha. Hal ini terbukti dari cetak ulang yang dilakukan pada April 1954, Agustus 1955 dan terbitan kedua Oktober 1959.

Setelah itu, kegiatan para pinisepuh pedagang yang tertib dan disiplin 'didikan' Belanda ini mulai tererosi dengan 'ulah' pengusaha 'karbitan' yang banyak ber-KKN dengan birokrat pembuat peraturan dan ketetapan perdagangan.

Eksistensi pedagang murni hasil bumi mulai digantikan dengan ketentuan 'pedagang produsen'. Asosiasi yang berkiblat kepada fungsi pengusaha berubah menjadi asosiasi yang berorientasi komoditas/produk dan asosiasi dijadikan tempat mencari 'muka' dan 'objekan'. Masing-masing berjalan sendiri-sendiri, tanpa terikat lagi kepada aturan/panduan yang baku.

Fungsi utama asosiasi untuk pengaturan internal perdagangan komoditasnya, beralih menjadi 'forum' untuk tempat 'lobi' dan mencari 'kedudukan'. Perselisihan dagang yang seharusnya dapat diatasi melalui mekanisme 'arbitrasi' ciptaan asosiasi; beralih kepada penyelesaian secara litigasi dan bahkan menggunakan juga sejenis 'hukum rimba' memanfaatkan kedekatan dengan aparat penegak hukum.

Akhirnya produsen/petani hasil bumi/usaha mikro industri/kreatif saat ini dikepung oleh para tengkulak/pengijon/mafia pengumpul dan tergiring harus menjual hasil produksinya kepada mereka dengan ketentuan yang dibuat sendiri. Informasi dan pembentukan harga yang terbuka sudah tidak ada dan langka, sedemikian pula telah hilang dasar-dasar perdagangan yang jujur dan wajar serta realistis.

Buku panduan yang berperanan untuk menciptakan ketertiban dan kepastian kegiatan perdagangan dalam negeri ini terdiri dari dua bagian. Bagian pertama berisi peraturan umum tentang syarat transaksi hasil bumi, termasuk aturan penyelesaian perselisihan melalui arbitrasi. Bagian lain berisi ketentuan khusus tentang transaksi hasil bumi, antara lain karet, kopi, minyak serai, kopra & produknya, gaplek & produknya, kapuk, jagung, lada, kacang tanah, jarak dan kedelai.

Untuk syarat khusus dicantumkan ketentuan tentang harga dan masa penyerahan, kualitas dan cara kemasan serta aturan lain terkait dengan jika terjadi force majeure. Dengan makin luasnya objek yang diperdagangkan saat ini, maka ketentuan untuk transaksi hasil bumi ini dapat diperluas, mencakup hasil pertanian, hasil kehutanan dan produk tambang serta manufaktur.

Ketentuan dasar yang mengikat dan dibuat asosiasi inilah yang membuat perdagangan dalam negeri Amerika Serikat dan negara-negara Eropa serta Jepang menjadi bagus citranya, efisien dan efektif serta tertib/ terjamin. Di samping itu, akan tercipta pula klasifikasi para pelaku perdagangan yang profesional dan akhirnya berujung pada meningkatkan kegiatan perdagangan di dalam negeri.

Makin kuat dan tertibnya kegiatan perdagangan dalam negeri dan 'harum' citranya akan menimbulkan gairah berproduksi serta berujung pada kuatnya ekonomi nasional dan harumnya citra perdagangan Indonesia di mata perdagangan dunia.

Harry Tanugraha, Ketua Yayasan Karet Indonesia

Opini Bisnis Indonesia-Selasa 17 November 2009