27 April 2010

» Home » Suara Merdeka » Pengalihan Perhatian dan Advokasi

Pengalihan Perhatian dan Advokasi

Media pun tidak mungkin mengabaikan keinginan masyarakat, karena hakikatnya mereka hidup serta berkembang karena masyarakat mengaksesnya

KETIKA manuver Susno Duadji terkait markus mencuat dan teraktualisasikan lewat berbagai media, sebagian kalangan menduga yang dilakukan itu sebagai pengalihan perhatian masyarakat terkait kasus Century. Terlebih, tatkala  Tragedi Priok yang seharusnya bisa dicegah seolah dibiarkan, dugaan pengalihan perhatian itu makin menguat.

Namun, ternyata media dan mahasiswa serta aktivis lainnya seakan tidak mau kecolongan. Upaya yang mereka lakukan bersama media dengan mendorong berbagai pihak mulai DPR hingga KPK, agar kasus Century yang diduga lebih berskala besar serta luas tidak dilupakan, terus mereka lakukan.


Dampaknya cukup efektif, karena terlihat DPR mulai melakukan inisiatif menggunakan hak menyampaikan pendapat, dengan terlebih dahulu mengajukan judicial review terkait dengan beratnya prasyarat untuk mengajukan hak tersebut. KPK pun mulai aktif memanggil petinggi BI, bahkan rencananya memanggil Budiono serta Sri Mulyani, dua person yang dianggap paling bertanggung jawab sesuai rekomendasi DPR.

Karena itu, bak petir menyambar tatkala langit cerah, ketika tiba-tiba kasus praperadilan Anggodo terkait SKPP Bibit-Chandra dikabulkan. Seolah lengkaplah sudah dugaan masyarakat terkait pengalihan perhatian terhadap megakasus Century yang dianggap kasus yang paling merugikan negara di era reformasi ini. Dugaan pelemahan KPK sebagai lembaga yang paling kredibel menyelesaikan masalah korupsi saat ini benar-benar tinggal menunggu waktu.

Meski secara tersurat karena teraktualisasikan lewat berbagai media terkait dugaan pengalihan perhatian tersebut, bisa saja dugaan pengalihan perhatian tersebut salah. Bisa saja berbagai hal yang terjadi secara beruntun sehingga terkesan direkayasa tersebut, memang benar rangkaian peristiwa yang berjalan sendiri-sendiri, hanya secara kebetulan seolah waktunya sama.

Meski demikian, kita toh tetap mencermatinya sembari merenung, bukankah mewaspadai gejala pengalihan perhatian dengan terus mendorong peran serta fungsi media dalam memaksimalkan fungsi advokasinya perlu makin diintensifkan? Serta apa yang perlu dilakukan oleh mereka yang concern dengan pemberantasan korupsi terkait dengan pemaksimalan fungsi advokasi media?
Agenda Media Bila kita merunut apa yang dikatakan Bernard Cohen terkait dengan agenda setting, maka secara komprehensif apa yang dikatakan tersebut tidak hanya terkait dengan agenda utama media yang memengaruhi agenda berpikir masyarakat. Secara komprehensif bahkan dia menjelaskan adanya agenda yang saling bertaut antara agenda media beserta narasumber baik yang berada di dalam serta di luar media, dan agenda masyarakat, agenda pembuat kebijakan (legislatif, eksutif dan yudikatif), serta berbagai faktor lainnya, baik faktor psikologis, sosiologis, budaya, bahkan ideologi yang melingkupi hubungan komprehensif di antara mereka.

Mencermati hal ini, sebenarnya hampir mustahil misalnya pembuat kebijakan melakukan sesuatu semaunya sendiri. Demikian pula dengan media beserta narasumbernya, serta masyarakat itu sendiri. Secara sinergis ketiganya dengan memperhatikan berbagai faktor yang melingkupinya harus selalu melakukan sinergi, sehingga kehidupan dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara berjalan sesuai yang diharapkan.

Dengan demikian, di alam kebebasan di mana sesuai dengan berbagai regulasi, media mengalami era kebebasannya seperti sekarang ini, cukup susah pemerintah mampu mengatur agenda media, meski hanya melalui isu yang secara temporer seakan sangat memiliki nilai berita yang tidak mungkin diabaikan media. Bila ini dilakukan dan seolah di awal tampak berhasil, namun selanjutnya isu besar yang berusaha ditutupi itu akan mencuat dan teraktualisasikan oleh media kembali.

Ini akan selalu terjadi karena sebagai lembaga masyarakat, media juga memiliki fungsi mediasi alias menjadi mata dan telinga masyarakat. Media pun tidak mungkin mengabaikan keinginan masyarakat, karena hakikatnya mereka  hidup serta berkembang karena masyarakat mengaksesnya, sehingga menimbulkan efek ganda menguntungkannya.

Di sisi lain, kultur kebebasan yang ada seperti saat ini, melahirkan berbagai elemen yang peduli, mulai peduli kebebasan, hingga peduli terhadap transparansi serta akuntabilitas di segala bidang. Dimotori oleh mahasiswa serta akademisi, mereka akan menjadi tulang punggung utama dalam mendorong media serta berbagai lembaga lainnya yang dipandang prokepentingan rakyat, bangsa dan negara.

Penguatan terhadap tingkat melek politik masyarakat luas harus terus dilakukan, baik oleh aktivis yang berkompeten serta oleh media sebagai salah satu pilar demokrasi. (10)

— Drs Gunawan Witjaksana MSi, dosen STIK Semarang dan Jurusan Ilmu Komunikasi USM

Wacana Suara Merdeka 28 April 2010