27 April 2010

» Home » Suara Merdeka » Mengapa Marhen Memenangi Pilwalkot?

Mengapa Marhen Memenangi Pilwalkot?

RAPAT pleno terbuka KPU Kota Semarang pada 23 April 2010 menetapkan pemenang pilwalkot adalah pasangan Soemarmo HS-Hendi Hendrar Prihadi (Marhen) dengan perolehan suara tertinggi, yakni 34,28%.

Kemenangan itu mengejutkan beberapa pihak mengingat berbagai survei yang dilakukan lembaga, Marhen selalu berada di bawah pasangan yang diperkirakan paling memiliki kans memenangi pilwalkot yakni Machfud Ali-Anis Nugroho (Manis).

Faktor determinan apa saja yang  ikut memengaruhi kemenangan mereka. Pertama, sejak awal ketika Soemarmo dicopot dari jabatan sekda menimbulkan banyak kontroversi, memperoleh blow up media yang cukup intens sehingga menimbulkan underdog effect yang berwujud rasa simpati sebagian besar warga.

Kedua, sebagai pejabat karier di PNS Soemarmo memiliki social capital yang dibangun sejak menjadi staf kelurahan hingga sekda seperti ’’keluyuran’’ untuk nyambangi warga. Hal ini menuai hasil riil karena survei dari (LPSI) pada 26/3/ 2010 menunjukkan otonomi pemilih secara pribadi sangat tinggi 78,6% yang hanya dapat diyakinkan melalui komunikasi tatap muka yang terjalin dalam waktu cukup lama.

Ketiga, sebagian besar pemilih masih mempertimbangkan pengalaman birokrasi yang ditandai dengan perjalanan karier sebagai referensi menjatuhkan pilihan pada Marhen, dengan argumentasi dicari sosok wali kota yang kapabel mengelola birokrasi dan selalu menciptakan suasana sejuk serta hubungan harmonis dengan Pemprov Jateng.

Keempat, pasangan Marhen lebih banyak memperoleh support dari organisasi sosial kemasyarakatan dan sekaligus kepemudaan karena faktor Hendi Hendrar sebagai aktivis kepemudaan, yakni  ketua KNPI dan Hipmi. Hal ini mengindikasikan aspek akseptabilitas Marhen yang cukup memengaruhi keputusan warga untuk memilihnya. Sebagaimana survei LPSI yang menunjukkan pertimbangan memilih Marhen tertinggi dibanding lainnya karena beberapa hal: berwibawa dan kharismatik (57,1%),  kesamaan organisasi/parpol 56,3%, memiliki perhatian pada rakyat (38,5%), serta pribadi yang pintar, kaya ,dan bijaksana (37,5%).

Kelima, mesin politik pemenangan Marhen yang terdiri atas dua kekuatan yakni pengurus PDIP dan tim 9 mampu membangun chemistry justru di puncak menjelang hari H pemungutan suara. Sebelumnya PDIP Kota Semarang dirundung kebimbangan setelah konfercab. Namun berkat kesigapan pengurus DPC dan konsolidasi di Panti Marhaenis seakan membangunkan macan tidur yang siap melahap lawan politiknya.

Apalagi dalam  pasangan Marhen  ada seorang kader partai yakni Hendi. Tim 9 pun semakin solid begitu melihat hasil  survei LPSI yang selalu menunjukkan Marhen di bawah perolehan Manis. Mereka menjadi lebih sadar harus bekerja keras meyakinkan calon pemilih tentang siapa sesungguhnya Marhen di kampung-kampung hingga detik terakhir putusan politik untuk datang ke TPS.
Simpati Publik Keenam, dukungan psikologi politik massa yang lebih mengarah pada pasangan Marhen sebagai penantang incumbent begitu terasa pada kampanya putaran terakhir. Survei LPSI terakhir  menunjukkan kemenangan Manis sebagai incumbent yang sangat tipis (0,5%) ternyata ’’ditabrak’’ oleh gejala psikologis massa yang memberikan dukungan akhir pada Marhen.

Ketujuh, meski Marhen pernah diterpa isu moralitas pribadi dan bahkan menjadi bahan perdebatan pasangan calon saat disiarkan TV One, hal itu  justru menimbulkan simpati publik pada Marhen. Hal demikian sesungguhnya tidak rasional, namun inilah fakta perilaku pemilih yang mudah terjangkiti underdog effect yang ditunjukkan dengan perasaan simpati pada figur yang terus dipojokkan sejak pencopotan sekda sampai persoalan yang amat privasi.

Kedelapan, kampanye terakhir pasangan Manis yang dihadiri Ketua DPD Partai Demokrat Jateng sejatinya diharapkan jadi magnet untuk vote getter. Tapi barangkali justru  menuai prahara politik dalam bentuk hilangnya rasa hormat pada wali kota diikuti ’’perlawanan diam’’ dengan tidak memilih pasangan yang didukung wali kota.

Survei pemetaan kemenangan yang dilakukan LPSI selama dua kali selalu mengunggulkan pasangan Manis di atas Marhen dengan selisih 12%. Hasil yang menunjukkan kekalahan pasangan Marhen ini tampaknya menjadi energi pendorong luar biasa bagi kader PDIP maupun tim 9. Di samping itu Marhen baru menang di 4 kecamatan sehingga merupakan energi kritik pada kerja tim 9. Keadaan ini berbalik total ketika survei terakhir LPSI pada H-2 yang menunjukkan bahwa simpatisan PDIP untuk memilih Marhen sudah mencapai 94,8% dan juga menang di 7 kecamatan. (10)

— Muchamad Yuliyanto, pengelola LPSI serta analis komunikasi politik dan survei 

Wacana Suara Merdeka 28 April 2010