SEBAGAIMANA kita ketahui, kopi adalah salah satu komoditas andalan Jateng. Biji kopi kering produk Jateng banyak diminati pasar Jepang, Eropa, dan Amerika Serikat karena aroma khasnya, yang di pasar Internasional dikenal dengan nama java coffee.
Data Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) Jateng menyebutkan bahwa ekspor kopi kering tahun 2009 mencapai 12.500 ton (setara 21 juta dolar AS), angka yang tidak sedikit.
Total produksi komoditas kopi di Jateng pada 2008 sebanyak 15.860,31 ton dan 2009 sebanyak 16.177,51 ton. Diprediksi panen 2010 sebanyak 17.309,93 ton, terdiri atas jenis arabika (1.384,79 ton), robusta (14.021,04 ton), dan ekselsa (1.904,10 ton).
Potensi usaha tani kopi tersebar pada 16 kabupaten dan melibatkan 182.333 petani. Dengan nilai ekspor yang cukup tinggi, tentunya awam mengira keuntungan terbesar tetap di tangan eksportir, pedagang, dan tengkulak. Sementara share untuk petani kopi sendiri belumlah memadai.
Berbagai upaya telah dilakukan Pemprov Jateng untuk menyejahterakan petani. Antara lain yang dilakukan oleh Dinas Perkebunan (Disbun) Provinsi adalah membangun Trading House Kopi Sindoro-Sumbing di Jalan Raya Temanggung-Wonosobo pada 2005.
Lokasi tepatnya di Kledung Pass kawasan padat wisata, Desa/Kecamatan Kledung, Temanggung, di atas tanah milik pemkab seluas 5.000 m2. Warung dan beberapa stan terbuka di sana, tidak hanya menjual minuman kopi dan teh, tapi juga sampel kopi se-Jateng.
Fasilitas itu juga jadi tempat promosi dan penjualan ritel berbagai kualitas, merek, jenis, dan produk kopi olahan yang dihasilkan oleh kelompok tani dan industri kecil penghasil kopi bubuk di provinsi ini, juga untuk memperkenalkan 30 macam ramuan campuran minuman kopi misalnya kopi jahe gingseng, kopi susu purwoceng, aray kopi gula merah. Pada perkembangan selanjutnya, di Trading House itu ada sampel-sampel produk teh.
Trading House yang sehari-harinya dikelola pengurus Asosiasi Petani Kopi Indonesia (Apeki) DPD Jateng juga jadi arena bertemunya petani kopi se-Jateng, petani dan pedagang, bahkan petani dengan AEKI. Sudah banyak kesepakatan yang dihasilkan dan karena keberhasilan fasilitas itu, maka pada tahun anggaran 2008 dibangun lagi Trading House Kopi Gunung Kelir di Desa Kesongo, Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang, tepatnya 2 km setelah Rawa Pening. Ke depan sedang dijajaki lagi lokasi baru yang strategis untuk dibangun trading house kopi produk rakyat.
Sebelum ada Trading House Kopi Sindoro-Sumbing, mata ratai perdagangan kopi cukup panjang. Sebagaimana terjadi turun-temurun, petani kopi jarang bertemu langsung pedagang besar, apalagi eksportir. Petani hanya berhubungan dengan pedagang kecil atau tengkulak. Tengkulak kemudian menjual kepada pedagang besar atau pengepul, baru kemudian produk itu sampai ke tangan eksportir.
Langsung Bertemu Namun dengan trading house itu, petani bisa langsung bertemu dengan eksportir yang tergabung dalam AEKI. Ini tentu memendekkan mata rantai tata niaga. Biasanya petani menjual kopi wose (berwujud seperti beras-Red) Rp 16.000/kg kepada tengkulak, dan tengkulak menjual Rp 17.000-Rp 18.000/kg kepada pedagang besar/pengepul, baru sampai ke tangan eksportir dengan harga Rp 19.000-Rp 20.000/kg.
Lain halnya jika petani-eksportir bertemu di trading house. Petani bisa menawarkan harga kopi wose Rp 17.000-Rp 18.000/kg langsung kepada eksportir. Maka baik petani maupun eksportir sama-sama untung besar.
Selisih Rp 2.000/kg, misalnya bukanlah nominal kecil jika komoditas yang dijual itu dalam hitungan ton. Tak hanya itu di arena trading house yang dikelola Apeki Jateng tersebut, eksportir juga bisa berkomunikasi secara langsung dengan petani sehingga keinginan eksportir bisa langsung disampaikan.
Agar produk kopi dapat lestari dan kualitasnya sesuai dengan permintaan pasar, maka Disbun Jateng akan meningkatkan kemitraan antara petani dan eksportir melalui hubungan yang saling menguntungkan, yakni dengan cara/sistem rayonisasi atau pembagian wilayah.
Setiap eksportir diharapkan dapat bermitra dengan petani di wilayah tertentu, baik dalam pembelian produk, pembinaan petani maupun teknik budidaya dan pascapanen yang dapat menghasilkan produk sesuai permintaan pasar. Eksportir diharapkan dapat membagikan atau memberikan bibit kopi yang baik kepada petani, membantu sarana produksi. (10)
— Ir Tegoeh Wynarno Haroeno MM, Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Jateng
Wacana Suara Merdeka 13 April 2010
12 April 2010
» Home »
Suara Merdeka » Lobi Prospek dari Trading House Kopi
Lobi Prospek dari Trading House Kopi
Thank You!