08 Desember 2009

» Home » Solo Pos » Peringatan Hari Antikorupsi Internasional Merayakan kemenangan koruptor?

Peringatan Hari Antikorupsi Internasional Merayakan kemenangan koruptor?

Tanggal 9 Desember merupakan hari yang cukup bersejarah bagi gerakan pemberantasan korupsi karena inilah Hari Antikorupsi Internasional.

Hari yang disematkan sebagai pernyataan keinginan masyarakat dunia untuk melakukan perlawanan terhadap korupsi pada 2003 dan mulai dirayakan secara reguler sejak 2004. Korupsi merupakan musuh seluruh umat manusia karena membahayakan banyak hal, termasuk hak ekonomi dan sosial.
Bagi Indonesia, perayaan kali ini tentunya akan menjadi momentum penting. Betapa tidak, inilah Hari Antikorupsi pertama setelah tragedi Bibit-Chandra. Kita semua paham benar bahwa kasus Bibit-Chandra dan adanya upaya pengerdilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tampak sejak beberapa tahun yang lalu dan mengalami eskalasi hingga puncak di beberapa bulan yang lalu, hingga sekarang setelah penghentian perkara Bibit-Chandra.


Tapi persoalannya bukan sekadar Bibit-Chandra. Di Hari Antikorupsi ini, kita menghadapi serangan bertubi-tubi para koruptor dengan berbagai skandal yang ada. Bank Century sebagai permisalan. Lainnya adalah adanya upaya dan agenda untuk ”merusak” penyadapan KPK dengan menerbitkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Penyadapan. Tentu masih banyak yang lain, tetapi dua perkara ini menunjukkan hal yang menarik untuk dianalisis.
Pertama, kasus Bank Century. Setelah dimulainya hak angket di DPR, publik bersorak. Sesungguhnya belum layak untuk bersorak. Biar bagaimana pun kita masih punya kendala dengan hak angket ini. Kelindan persoalan utama adalah karena secara nyata yang namanya angket tetap saja merupakan skema acara politik. Hampir tidak ada sejarahnya angket dapat melakukan hal yang luar biasa. Proses politik harus diingat betul sebagai simbol proses yang sering kali gagal menunjukkan kualitasnya sebagai problem solver (pemecah masalah). Lebih sering menjadi trouble maker (pembuat masalah).
Karenanya, ketika angket Century ini dilakukan, pertanyaan terbesarnya tetap saja perihal apa kemungkinan terbesar yang bisa dilakukan oleh pemangku angket? Sangat minim, sulit untuk mengatakan bahwa akan ada terobosan bermakna yang dilakukan oleh pendorong angket, apalagi ketika dihubungkan dengan proses pengubuan politik yang sangat timpang.
Kalau kita lacak, satu-satunya keberhasilan hak angket adalah ketika parlemen sangat kuat dan punya posisi tawar yang kuat dan tajam dengan pemerintah. Ketika ada parlemen yang kuat, berhadapan dan nyaris seimbang dengan pemerintah, maka hak angket akan menarik. Sayangnya, saat ini tidak. Parlemen cenderung dikuasai, bahkan sangat dikuasai. Bukti penguasaan ini juga tampak jelas ketika terjadi penguasaan atas panitia khusus (Pansus) hak angket.
Harus diingat, penguasaan atas Pansus hak angket bisa mengubah banyak hal. Dalam hal tertentu, bahkan akan ada kemungkinan yang buruk perihal tidak transparannya proses persidangan di Pansus. Nyaris, tidak ada kemungkinan terobosan ketika kondisinya seperti ini. Dan itu berarti hak angket hanya menjadi pemulas bibir parlemen yang memuaskan dahaga kecantikan parlemen di mata rakyat.
Penyadapan
Hal kedua adalah RPP Penyadapan. Sulit kita katakan KPK berhasil melakukan banyak hal tanpa adanya kewenangan penyadapan yang kuat dan baik. Penyadapan KPK inilah yang cukup banyak menangkap penjahat kakap koruptor. Pertanyaannya kenapa kemudian KPK akan dijinakkan dengan sebuah RPP Penyadapan?
Kita semua ingat, tuduhan terhadap salah seorang komisioner KPK dengan pelanggaran penyadapan tentunya terkesan sembrono. Sekadar catatan, KPK melakukan penyadapan hanya ketika terlihat ada indikasi tindak pidana korupsi. Itu pun dilakukan secara berhati-hati dengan rentang waktu penyadapan yang dievaluasi secara berkala.
Bahkan model penyadapan oleh KPK telah disertifikasi secara internasional oleh Electronic Telecomunication Standart Institutions, General Assembly #53 khususnya standar lawful interception di Uni Eropa. Hal yang lebih dari cukup untuk menyatakan penyadapan ala KPK cukup terjaga untuk tidak melanggar HAM dan tidak disalahgunakan oleh pihak tertentu.
Karenanya, mengapa mesti takut dengan penyadapan? Jika ketakutannya adalah lembaga-lembaga negara saling sadap, alasan ini terkesan dibuat-buat. Penyadapan tidak mungkin dilakukan jika tidak ada dugaan tindak pidana. Jika ada penyadapan yang dilakukan di luar konteks tersebut maka itu termasuk penyadapan yang ilegal. Kepentingan apa di balik pemaksaan RPP Penyadapan itu?
Artinya, secara keseluruhan nasib pemberantasan korupsi masih sangat erat dengan kehidupan perpolitikan. Bahkan masih kental dengan pemaksaan politik dan upaya tertentu untuk melukai dan menipu upaya penegakan pemberantasan korupsi. Apalagi, sekarang di perayaan Hari Antikorupsi Internasional ada isu ditunggangi oleh pihak-pihak tertentu.
Wajar jika di Hari Antikorupsi ini, kita kemudian menanti dengan waswas dan berharap penuh cemas terhadap nasib pemberantasan korupsi di Hari Antikorupsi ini. Jika gagal mendorong semangat pemberantasan korupsi, paling tidak di dua hal tersebut di atas maka kita harusnya bersedih di Hari Antikorupsi ini.
Bahkan, tuduhan yang menggambarkan tunggang-menunggang kepentingan politik melalui Hari Antikorupsi ini telah membuat pelabelan yang tidak menguntungkan bagi gerakan pemberantasan korupsi, sekali lagi, lucunya di Hari Antikorupsi. Makanya, jangan sampai hari ini kita malah merayakan kemenangan para koruptor yang berhasil memecah perhatian dan solidaritas gerakan pemberantasan korupsi. Wallahualam. 


 Oleh : Zainal Arifin Mochtar, Direktur Pukat Korupsi dan dosen FH UGM/JIBI/Harian Jogja
Opini Solo Pos 9 Desember 2009