27 September 2009

» Home » Suara Merdeka » Problem di Krumput Berlarut-larut

Problem di Krumput Berlarut-larut

APABILA kita melakukan perjalanan malam hari melewati perkebunan karet Krumput Banyumas sebagai jalan provinsi antara Buntu dan Banyumas, akan ditemui pemandangan unik. Jajaran obor di sisi kanan-kiri jalan yang seolah menjadi penerang dan penunjuk arah.

Jika diamati lebih cermat, berjejernya obor di sisi kanan kiri jalan yang melewati perkebunan karet tersebut ternyata dibawa oleh masyarakat yang duduk-duduk di pinggir jalan sambil menunggu dan memunguti uang yang dilempar oleh pengguna jalan baik kendaraan umum maupun pribadi.

Fenomena serupa juga bisa kita lihat pada siang hari. Bedanya kalau malam hari bapak-bapak, maka di siang hari giliran ibu-ibu sambil membawa anaknya yang masih balita.

Pada musim mudik lebaran kali ini, fenomena tersebut semakin terlihat dengan bertambah banyaknya masyarakat yang melakukan aktivitas tersebut. Hal ini tentu saja sangat memprihatinkan. Di satu sisi aktivitas tersebut mirip untuk disebut ’’mengemis’’, meski mereka tidak merasa sebagai pengemis. Hal tersebut merupakan kebiasaan buruk karena berakibat mereka menjadi tidak produktif dan menggantungkan hidupnya pada belas kasihan orang lain.

Selain itu, kebiasaan ini dapat membahayakan mereka sendiri karena seringkali para sopir melempar uang ke sebelah kanan badan jalan sehingga membahayakan si pemungut uang maupun kendaraan di belakang mobil tersebut. Sementara itu ibu-ibu yang membawa serta anak balitanya tentu berisiko pada kesehatan anaknya karena asap kendaraan.

Namun di sisi lain, para pengguna jalan merasa tidak berkeberatan karena masih adanya kepercayaan membuang uang untuk membuang sial. Selain itu, ada sisi positif meskipun sangat kecil yang dapat dirasakan terutama pada malam hari. Keberadaan mereka pada malam hari dengan obornya sangat membantu pengguna jalan yang kebetulan kendaraannya mogok atau bannya kempes/ pecah karena dengan sigap mereka mau membantu.
Sejak 1970-an Kebiasaan duduk-duduk di pinggir jalan layaknya pengemis itu sudah terjadi sejak tahun 1970-an. Konon, pada tahun 1970-an, jalanan di daerah perkebunan karet Krumput hanya menggunakan aspal mentah, padahal kondisi jalan menaik tajam dan berbelok-belok. Apabila turun hujan, bisa dipastikan jalanan menjadi licin.

Fenomena pengemis terselubung ini cukup meresahkan aparat setempat. Sekitar tahun 1998, pemerintah Desa Pageralang yang membawahi wilayah di sekitar perkebunan karet Krumput telah mengeluarkan Peraturan Desa (perdes) berupa larangan untuk memberi atau melempar uang di sepanjang jalan perkebunan karet Krumput.

Perdes ini disosialisasikan di perempatan Buntu, Terminal Bis Purwokerto dan masyarakat setempat. Daerah perkebunan karet Krumput juga dijaga oleh aparat setempat agar perdes bisa dijalankan semaksimal mungkin. Namun, karena sudah menjadi kebiasaan, para pengguna jalan tetap melempar uang setiap melewati jalanan tersebut. Akhirnya uang recehan berserakan di sepanjang jalan, sehingga tradisi memungut uang itu terjadi lagi. Dan Perdes ternyata hanya efektif berjalan selama 2 bulan.

Upaya untuk mengatasi fenomena pengemis terselubung tersebut dapat dilakukan dengan mencoba (1) memberikan pencerahan tentang nilai-nilai hidup di masyarakat agar dapat meninggalkan kebiasaan mengemis. Pendekatan yang dilakukan bisa  secara sosiologis budaya, agama, maupun  pendidikan. Kedua (2) menggali seoptimal mungkin potensi alam yang ada di wilayah desa pageralang, mengembangkan potensi alam tersebut serta memberdayakan masyarakat dalam pengembangan potensi alam tersebut. Potensi alam yang dapat dimanfaatkan dan tersedia melimpah di wilayah tersebut adalah biji karet, buah durian, biji durian, kulit durian, dan pisang. Biji karet dapat dibuat kerajinan (craft), selain itu isi biji karet  dapat dibuat keripik biji karet, sedangkan cangkangnya dapat dibuat arang aktif. Durian dapat dimanfaatkan untuk dibuat dodol durian/ lempok, campuran kolak, selai, bahan campuran untuk kue, tepung biji durian sebagai bahan baku pembuatan berbagai macam kue. Ketiga (3) peran serta lembaga terkait, LSM maupun perguruan tinggi untuk memberikan pendampingan dalam membuka dan melaksanakan usaha industri rumah tangga.

Keempat (4), memberikan kesadaran kepada pengguna jalan tentang resiko yang ditimbulkan apabila melempar uang ke jalanan di perkebunan karet Krumput (sosial ekonomi, kesehatan, dan keselamatan).

Sekarang tinggal diperlukan adanya perhatian dan sinergis dari pihak-pihak terkait untuk memberdayakan masyarakat di wilayah perkebunan karet Krumput. (80)



Wacana Suara Merdeka : 28 September 2009
—Edi Joko Setyadi MSi, sekretaris LPPM Universitas Muhammadiyah Purwokerto