27 September 2009

» Home » Republika » Penguasa dan Koruptor

Penguasa dan Koruptor

Kita memang sedikit lega ketika DPR dan pemerintah sepakat untuk menunda pembahasan RUU Rahasia Negara. Namun, penundaan ini jangan membuat kita lengah untuk mengawal dan mencermati RUU yang rencananya akan dibahas di DPR periode 2009-2014 ini. Beberapa pertanyaan yang belum tuntas, seperti apakah RUU Rahasia Negara itu? Mengapa kita perlu RUU Rahasia Negara? Siapa yang mendefinisikan dan mengklasifikasikan/menggolongkan sesuatu sebagai kerahasiaan negara? Siapa yang mengawasinya?
Bagaimana mekanisme/prosedur yang diatur dalam sistem kendali informasi strategis ini, termasuk keluasan kerahasiaan, penetapan kerahasiaan, sanksi, dan subjek hukum dalam RUU ini?Penjelasan ini menjadi penting karena publik berhak mengetahui hal-hal yang mempunyai potensi untuk membatasi kebebasan dirinya. Apalagi jika pembatasan itu berdampak sanksi yang dikenakan oleh negara dengan alasan pembenar, yaitu keamanan nasional yang harus dilindungi.

Hal-hal semacam ini sejak awal luput dari perhatian pemerintah dan DPR. Sosialisasi tentang rancangan RUU dan alasan pemberlakuannya sangat minim untuk diwacanakan di publik. Kalaupun itu terjadi lebih karena inisiatif yang digagas oleh kalangan NGO, akademisi, dan media yang merasa cemas dengan draf awal RUU tersebut. Kesenjangan informasi dan minimnya dialog inilah yang kemudian menciptakan penolakan pengesahan secara masif di publik kita.

>Negara dan Informasi Strategis
Walaupun dipahami oleh semua bahwa pengaturan rahasia negara sebagai bagian dari pengaturan informasi strategis yang menopang sistem keamanan nasional, namun pengaturan ini harus memperhatikan beberapa hal penting. Pertama, berdasarkan pengalaman sejarah kita, monopoli, dan hegemoni informasi yang dilakukan oleh negara cenderung menjauhkan publik dari rasa aman yang terkandung dalam tujuan awal informasi tersebut dikendalikan.

Pengalaman dengan rezim Orde Baru memperlihatkan keamanan nasional menjadi alat untuk membatasi kebebasan publik untuk mengakses informasi. Kedua, hasrat negara yang berlebihan untuk mengendalikan informasi di satu sisi, akan menciptakan kelemahan negara dalam upaya perlindungannya. Karena, lambat laun negara tidak akan mampu lagi menampung banyaknya informasi yang dikategorikan sebagai rahasia.

Ketiga, RUU ini harus mempertimbangkan bahwa definisi dan penggolongan sesuatu menjadi rahasia, harus meletakkan semangat yang menghendaki adanya prinsip maximum acces and limited exemption, di mana semua informasi yang dipegang pejabat publik pada dasarnya adalah terbuka. Pengecualian bersifat ketat dan sangat terbatas semata-mata untuk melindungi kepentingan keamanan nasional yang sah, memperkuat kapasitas negara dalam menanggapi ancaman kekerasan bersenjata, dan tetap terjaminnya kepentingan publik. Persoalannya kemudian adalah bagaimana negara menerjemahkan informasi strategis yang dirahasiakan ini ke dalam prinsip, tujuan, dan metode dalam pengaturannya?

Definisi dan Klasifikasi Rahasia Negara
Sebuah rancangan hukum atau kebijakan hendaknya mengedepankan pengaturan dan pembatasan secara tegas dalam menerapkan sebuah definisi atau penggolongan/kategori sebuah rahasia negara. Harus disadari sejak awal bahwa salah satu alasan mengapa RUU Rahasia Negara ini hadir tidak lain karena kehadiran negara mengonfirmasi salah satu alasan paling klasik dan fundamental bagi kehadiran negara, yaitu melindungi keselamatan kolektif masyarakat, menjaga keamanan nasional, selain untuk menciptakan kemakmuran bersama.

Dalam konteks ini, keamanan nasional menjadi penting untuk dipermasalahkan. Ia memerlukan definisi operasional yang akan mendikte keseluruhan isi RUU ini dalam penerapan prinsip, tujuan, dan metode kerjanya. Agar godaan untuk melabeli rahasia negara tidak diperlakukan sewenang-wenang karena alasan kerawanan keamanan nasional.

Jika keamanan nasional didefinisikan dengan hal-hal yang berkaitan dengan perlindungan terhadap kemerdekaan negara, integritas teritorial, amanat konstitutional, dan intervensi negara asing, informasi strategis yang dirahasiakan negara haruslah mengacu kepada prinsip tersebut di atas. Untuk itulah keamanan nasional yang dimaksud perlu dijelaskan terlebih dahulu.

Dalam RUU ini definisi keamanan nasional memang tidak ada, pasal 1 dibuka dengan definisi Rahasia Negara. Rahasia Negara disebutkan sebagai ''Rahasia tentang informasi, termasuk benda dan kegiatan tertentu yang ditetapkan oleh Presiden berdasarkan undang-undang ini untuk mendapat perlindungan sesuai dengan standar dan prosedur pengelolaan, yang apabila diketahui oleh pihak yang tidak berhak dapat membahayakan kedaulatan, keutuhan, dan keselamatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.''

Agak sulit untuk mencerna, bagaimana mungkin sebuah benda dan aktivitas adalah rahasia? Apakah sarana dan/atau prasarana pendukung instalasi nuklir di Indonesia yang merupakan salah satu aset Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) yang mempunyai nilai strategis sebagai tempat berlangsungnya pelaksanaan tugas dan fungsi BATAN adalah sebuah rahasia?

Apakah aktivitasnya juga sebuah rahasia? Tentu tidak. Karena, yang menjadi rahasia adalah informasi tentang aktivitasnya, tentang produktivitasnya, yang jika dibuka akan membahayakan keselamatan bangsa dan negara, bukan tentang benda sebagai materi.Jika demikian, rahasia negara harusnya dikaitkan dengan hal-hal yang berhubungan dengan informasi strategis tentang perlindungan terhadap kemerdekaan negara, integritas teritorial, amanat konstitutional, dan intervensi negara asing.

Dalam konteks ini, pasal selanjutnya adalah membuat kategori informasi strategis yang dirahasiakan yang tunduk pada penggolongan yang telah disebutkan tadi, misalnya perencanaan/rancangan kekuatan pertahanan, peralatan perang atau operasi; hal-hal yang berkaitan dengan kemampuan atau kelemahan, kapasitas dari suatu sistem, instalasi, proyek-proyek yang berkaitan dengan keamanan nasional; demikian pula dengan informasi strategis lainnya seperti pengetahuan ilmiah, teknologi, dan ekonomi yang berhubungan dengan keamanan nasional. Ekonomi yang dimaksud bukanlah yang berkaitan dengan anggaran publik yang wajib dipertanggungjawabkan secara transparan dan akuntabel. Ilustrasi tersebut di atas hanya ingin menunjukkan bahwa kerahasiaan negara akan mendapatkan penjelasan yang memadai seandainya keamanan nasional didefinisikan terlebih dahulu.

Kekhawatiran publik selama ini adalah bukan karena kehadiran RUU Rahasia Negara itu, melainkan substansi yang dijabarkan melalui pasal-pasal tersebut memiliki potensi untuk menggiring publik ke meja hijau karena ketidakjelasan konsep yang dibangun. Harusnya logika yang dibangun adalah jika informasi strategis itu bersifat eksklusif, ketika pembocoran kerahasiaan itu terjadi, pihak eksekutif menjadi tertuduh utamanya. Karena, asumsinya negara akan melakukan pengamanan maksimum terhadap informasi strategis yang dirahasiakan.

Pengamanan tersebut meliputi keamanan personel, keamanan fisik, keamanan informasi, pelatihan, manajemen, dan perencanaan. Sehingga, apabila terjadi pembocoran rahasia, kelalaian negaralah yang mengakibatkan informasi itu dapat diakses pihak lain yang tidak berwenang. Dengan pemahaman semacam itu, RUU ini tidak akan berpretensi menjadikan publik sebagai target utama dalam pembocoran rahasia negara.

Hal-hal tersebut di atas perlu mendapatkan perhatian dari anggota Dewan yang terpilih periode 2009-2014, di tangan merekalah RUU Rahasia Negara (para analis militer mengusulkan menjadi RUU Informasi Strategis) menjadi UU yang progresif, bukan represif.

Wacana Republika 28 Oktober 2009
oleh: Fuad Bawazier
(Mantan menteri Keuangan)