04 Juni 2010

» Home » Suara Merdeka » Transformasi Baru Museum Kretek

Transformasi Baru Museum Kretek

MUSEUM sebagai medan transformasi kesejarahan menemukan momentum yang tepat hingga lima tahun mendatang. Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Indonesia memancangkan selama satu periode pemerintahan ini untuk menghidupkan museum lewat jargon go museum.

Sisi positif bagi daerah adalah adanya dukungan untuk mengembangkan museum di daerah menjadi lebih menarik dan edukatif. Problem terbesar selama ini dalam pengelolaannya adalah persoalan dana dan dukungan politik dari pusat. Hal itu karena lembaga yang mengelolanya mempunyai hierarki di pemerintahan.

Kini masalah itu mulai teratasi dengan program pembumian. Museum Kretek Kudus tampaknya juga perlu meresponsnya dengan pelbagai transformasi yang edukatif. Objek itu yang merupakan satu-satunya di dunia mulai terlihat ceria dengan adanya aksesoris bangunan berupa water boom dan taman bermain. Sebelumnya museum yang mempunyai tanah luas, terkesan angker dan sepi.


Keberadaan fasilitas baru tersebut mempunyai andil besar dalam memikat masyarakat. Semua fasilitas baru yang disuguhkan menjadi dambaan bagi pengunjung akan permainan yang atraktif. Strategi itu mulai diterima oleh pengunjung dengan adanya gairah yang tercermin dari banyaknya pengunjung.

Pemilihan fasilitas mempunyai efek bersayap pada anak-anak. Water boom dalam pelbagai sajian wisata di berbagai tempat berada pada urutan teratas dalam daftar kefavoritan pengunjung. Ia selalu ramai. Integrasi ini tentunya berdampak pada kunjungan Museum Kretek yang akan melonjak.

Mendekatkan anak-anak lewat strategi itu sangat jarang dilakukan pada museum yang ada. Umumnya pengembangan dilakukan pada hal yang tak mengubah wajah objek itu. Anak-anak dalam hal ini sebagai generasi penerus bangsa sangat sulit tertarik pada hal-hal monoton, karenanya sangat sulit melekatkan kecintaannya pada museum.

Padahal harapan terbesar dalam transformasi museum adalah adanya anak-anak yang mampu mencecap nilai-nilai kesejarahan.

Anak yang menjauh dari museum perlu dilihat sebagai tiadanya ketertarikan dengan museum yang tak mampu berdialog dengan masyarakatnya. Museum hanya milik orang-orang yang peduli terhadap sejarah, tanpa mulai menumbuhkan kesadaran pada masyarakat yang abai terhadapnya. Anak-anaklah yang sering terlupakan dalam transformasi museum.

Transformasi Museum Kretek tentunya tidak ingin terpinggirkan oleh gemerlapnya wahana permainan baru. Dikhawatirkan keberadaannya membuat masyarakat melalaikan museum itu tetapi malah mengasosiasikan  sebagai water boom. Untuk itu, keberimbangan transformasi perlu dilakukan di tengah momen yang mendukung.
Menambah Koleksi Perbaikan pada isi museum merupakan agenda penting yang berujung pada pengkayaan kualitas isi. Bila tahun lalu pernah masuk pada bangunan utama, kita akan menemukan hal yang sama pada tahun ini. Tak ada yang berkurang dan bertambah. Sifat keajekan ini membuat pengunjung yang mengharap data melimpah ikhwal rokok di Kudus harus berputar badan mencari referensi lain untuk melengkapi data.

Museum Kretek dalam hal literasi tidak dapat dijadikan rujukan. Pada sisi lain, pembaharuan juga tidak terlihat. Modernisasi berupa pengadaan pusat informasi dan komputasi juga tak ada. Ini mengakibatkan kualitas museum itu berkurang.

Pemenuhan isi akan bersangkut terhadap penambahan koleksi. Selain pembaharuan itu, museum juga belum memperlihatkan dirinya sebagai juru bicara utama ikhwal rokok dalam lingkup nasional dan Internasional. Sebagian besar artefak sejarah yang tersaji merupakan sejarah lokal yang umumnya sudah dikenal masyarakat melalui teknologi internet.

Padahal Kudus sebagai Kota Kretek sudah dikenal dunia internasional dengan pembuktian banyaknya peneliti asing yang mengkaji Kudus dari pelbagai perspektif, seperti Lance Castles, Mark Hanuz, Denys Lombard dan lainnya. Pelbagai hal yang menyangkut isi sebaiknya menjadi pemikiran dalam kerangka transformasi yang berimbang.

Pemenuhan aspek isi akan menjadikan peneguhan sebagai museum yang layak kunjung. Museum dengan kebaharuan isi mampu menarik posisi pada orbit awal museum dicipta, yakni sebagai medan transformasi kesejarahan, bukan sekadar tempat bermain-main. (10)

— Zakki Amali, peneliti pada Lembaga Studi Sosial dan Budaya Sumur Tolak, Kudus

Wacana Suara Merdeka 5 Juni 2010