10 Mei 2010

» Home » Suara Merdeka » Antara Paragon dan Pasar Johar

Antara Paragon dan Pasar Johar

KEBERADAAN pasar tradisional yang makin terdesak oleh pasar modern yang digawangi peritel raksasa merupakan fenomena umum pada era globalisasi. Sebut saja Paragon, supermall terbaru di Jalan Pemuda, kurang lebih 1 km dari Pasar Johar, ikon Kota Semarang untuk pasar tradisional.

Keduanya menampilkan kesan berbeda. Pasar Johar panas, semrawut, kotor, kadang digenangi air rob, tidak aman karena banyak pencopet. Hal itu bertolak belakang dengan Paragon yang nyaman, dingin karena dilengkapi AC, tata ruang gerai yang memanjakan mata, pelayanan dengan standar prima, pastinya dapat menggesek kartu kredit, dan menjanjikan life style yang lebih berkelas.

Jika kita melihat dari sudut pandang keberlangsungan usaha keberadaan pasar tradisional di perkotaan dari waktu ke waktu makin terancam oleh maraknya pembangunan pasar modern. Tentu saja kondisi ini menjadi ancaman serius bagi keberlangsungan usaha pedagang di pasar tradisional, yang umumnya merupakan pedagang kecil dan menengah.

Pertarungan sengit, itulah gambaran persaingan terbuka antara pasar modern dan tradisional di Semarang dan kota besar lainnya. Siapakah pemenangnya, tidak sulit untuk menebaknya. Apabila pasar modern berhadapan dengan pasar modern, dapat dipastikan salah satu akan menang dengan peluang yang kurang lebih berimbang.
Tetap Bersinergi Namun jika pasar tradisional dihadapkan dengan pasar modern, peluang untuk menang dengan probabilitas lebih besar akan dimiliki pasar modern. Sekalipun strategi memenangkan persaingan mengalami pergeseran dan bukan lagi win-lose tetapi win-win solution. Tentunya akan lebih baik bila jajaran stakeholder , utamanya pemda, lebih serius lagi menelurkan kebijakan yang tetap membuat kedua pasar ini berdampingan dan bersinergi.


Pemerintah selaku pencipta regulasi sebenarnya sudah mengeluarkan Perpres Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, serta Toko Modern, yang mengatur enam pokok masalah yaitu, definisi, zonasi, kemitraan, perizinan dan syarat perdagangan (trading term), kelembagaan pengawas, dan sanksi. Hanya khusus untuk zonasi atau tata letak pasar tradisional dan pasar modern sesuai Perpres, akan dirumuskan oleh pemda.
Mengacu Peraturan Tanpa memberikan ruang untuk berburuk sangka sudah selayaknya kita memercayai bahwa kebijakan pemda untuk melindungi pasar tradisional sudah mengacu pada peraturan tata ruang dan wilayah, sudah mengidentifikasi kebutuhan pelaku pasar tradisional akan dukungan pendanaan dan peningkatan infrastruktur saranan serta prasarana.

Dengan demikian akan terwujud sinergi dan kelangsungan usaha bagi pemain di pasar tradisional dan pasar modern.

Meskipun kita dapat melihat inkonsistensi jika kebijakan pemda ternyata berat sebelah karena implementasi peraturan presiden di tingkat daerah, khususnya aspek managerial tentang pengaturan perizinan pendirian pasar modern dan pengelolaan pasar tradisional, harus berorientasi pada peningkatan PAD, yang ujung-ujungnya pasar tradisional terkesan dikorbankan.

Secara sederhana kita dapat memahami pemikiran konsumen yang akan mengambil keputusan membeli barang atau jasa yang dibutuhkan dengan harga murah dan kualitas baik. Dengan demikian baik pasar modern ataupun pasar tradisional menghadapi permasalahan sama yaitu bagaimana memenuhi kebutuhan konsumen.

Dari sisi pelaku pasar, baik modern atau tradisional memiliki orientasi yang sama yaitu memaksimalkan keuntungan. Maka kondisi ideal yang diharapkan adalah titik interferensi di mana semua kepentingan dapat terakomodasi.

Teori ekonomi menyebutnya dengan ekuilibrium, dan tentunya banyak faktor yang menjadikan tercapainya keseimbangan. Dalam konteks ini bila pasar merujuk pada tempat atau lokasi untuk bertransaksi antara penjual dan pembeli maka faktor pelayanan prima adalah solusi yang tidak dapat ditawar lagi.

Terkait dengan penyediaan fasilitas dan pelayanan di pasar tradisional ataupun pasar modern, sebenarnya yang harus bertanggung jawab adalah pengelolanya. Pengelolaan pasar tradisional, otomatis menjadi kewajiban pemerintah dan pasar modern, pada umumnya dikelola oleh swasta. Ironisnya, selama ini masih terdapat dikotomi performance kualitas pelayanan oleh pemerintah dan swasta.

Secara umum pelayanan yang dilakukan oleh pemerintah belum profesional dan belum menyentuh bagaimana menciptakan pelayanan yang berorientasi pada kepuasan konsumen, yang akhirnya menjadikan aktivitas pemeliharaan dan peningkatan fasilitas sarana prasarana di pasar tradisional kurang diperhatikan. (10)

— Siti Puryandani SE MSi, Student Entrepreneur Center STIE Bank BPD Jateng

Wacana Suara Merdeka 11 Mei 2010