Kegiatan lobi mencapai puncaknya karena masa kerja Panitia Khusus Kasus Bank Century di DPR hampir berakhir masa tugasnya. Hiruk pikuk lobi itu menarik karena menyangkut sesama partai-partai koalisi dalam Pemerintahan SBY-Boediono. Persoalan tambah menarik karena lobi mencari kesepakatan justru terjadi di antara sesama partai anggota koalisi.
Materi lobi itu menyangkut keputusan memberikan dana talangan sejumlah Rp 6,7 triliun kepada Bank Century. Siapa yang bertanggung jawab atas keputusan tersebut. Persoalan berkembang lebih rumit karena dalam proses realisasi dan kegiatan berikutnya muncul tindakan-tindakan yang menunjukkan indikasi terjadi berbagai praktik yang kabur, dan kemungkinan melanggar hukum.
Seperti disebutkan di atas perbedaan pendapat dan sikap bukan hanya antara pemerintah dan anggota DPR dari partai oposisi. Perbedaan pendapat dan sikap juga terjadi dalam sesama anggota DPR dari partai-partai koalisi. Persoalan lebih sensitif karena pendapat yang berlawanan dengan pendapat pemerintah mencapai mayoritas suara anggota DPR.
Permasalahannya sendiri adalah kasus Bank Century berkembang tidak saja menyangkut kebijakan, tetapi juga berbagai kemungkinan praktik pelanggaran hukum dalam tataran-tataran berikutnya.
Beragam perkembangan itu menempatkan kasus Bank Century pada posisi yang kompleks dan sensitif. Sedemikian rupa perkembangannya sehingga terdengar tarikan napas panjang: mengapa masa depan yang tampak dan terasa menjanjikan seperti redup. Konsentrasi perhatian dan langkah konkret ikut terganggu.
Sementara itu, justru karena kita dihadapkan pada suasana yang redup dan membuat kecil hati itu, janganlah kita menyerah. Pemerintah berikut partai-partai koalisi, ya, bahkan kita bersama agar saling berkontribusi mencari solusi yang elegan. Prinsip-prinsip pemerintahan yang bersih, efektif, dan produktif harus tetap dilaksanakan.
Sementara itu, senantiasa diusahakan agar ditemukan kesepakatan untuk melanjutkan pemerintahan yang kompak, bersih, efisien, dan efektif. Banyak pekerjaan yang harus diselesaikan bersama-sama dan bersinergi dalam mengatasi berbagai persoalan bangsa dalam bidang sosial ekonomi. Pembangunan perlu dipacu lebih cepat untuk memperbaiki dan meningkatkan taraf kesejahteraan hidup masyarakat umum.
Ya, benar, kembali kita dihadapkan pada tantangan. Seperti dikatakan oleh sejarawan terkenal, Arnold Toynbee, tantangan justru melahirkan jawaban-jawaban bijak dan fisibel. Itulah tantangan pemerintah dan para anggota aliansinya. Bahkan tantangan kita bersama.
Thaksin Kehilangan Harta
Putusan itu menyangkut harta kekayaan Thaksin dan keluarganya senilai sekitar 2,29 miliar dollar AS yang dibekukan di berbagai bank Thailand sejak pemimpin populis itu dikudeta militer tahun 2006.
PM Abhisit Vejjajiva berharap putusan pengadilan pada Jumat 19 Februari itu akan mengakhiri pergolakan politik yang sudah berlangsung empat tahun di negeri itu. Namun, tak sedikit yang skeptis bahwa putusan pengadilan tersebut dapat memicu ketegangan baru dalam panggung politik Thailand.
Para pendukung Thaksin menilai putusan pengadilan itu sarat dengan aroma politik sebagai rekayasa untuk menutup jalan bagi pemimpin mereka kembali ke panggung kekuasaan di Thailand.
Di luar dugaan pemerintahan Abhisit pula, para pendukung Thaksin yang menghimpun diri dalam simbol ”kaus merah” mengancam melakukan kekerasan. Ancaman semacam itu tidak bisa disepelekan karena pasukan ”kaus merah” sudah membuktikannya selama empat tahun terakhir, tanpa takut terhadap pasukan pemerintah.
Sampai sekarang para pendukung Thaksin menyimpan dendam dan kemarahan atas kudeta militer yang menjatuhkan pemimpin populis itu tahun 2006. Militer dianggap sebagai penyebab kekisruhan politik selama empat tahun terakhir. Lebih-lebih lagi, militer hanya mampu merebut kekuasaan dari tangan Thaksin yang terpilih secara demokratis, tetapi gagal memerintah.
Meski gagal menjalankan pemerintahan, militer selama empat tahun terakhir mendukung kubu yang menentang Thaksin. Sebaliknya, pendukung Thaksin tidak melangkah surut pula. Belum segera diketahui apa kesudahan pergolakan politik yang sudah berlangsung sejak tahun 2006 di Thailand. Ketegangan politik terus berlangsung tanpa ada tanda-tanda akan segera berakhir.
Kekacauan dalam bidang politik itu langsung atau tidak langsung memengaruhi kehidupan sosial ekonomi. Kemelut politik pada tahun 2008, misalnya, sempat membuat dua bandara di Bangkok, ibu kota negara, ditutup sekitar dua pekan. Industri pariwisata Thailand terpukul berat.
Hampir tak terhindarkan pula, polarisasi di masyarakat semakin menguat. Pasukan ”kaus merah” yang merupakan pendukung fanatik Thaksin tidak melangkah surut, bahkan terus menantang pemerintah dan aparat keamanan.
Sebaliknya, kubu pemerintah tak mau kehilangan kekuasaan. Tarik-menarik kepentingan kekuasaan membuat situasi politik Thailand cenderung buntu. Proses demokratisasi akhirnya menjadi kedodoran dan terdesak oleh perpolitikan yang menggunakan intrik, termasuk gelombang protes dan tindakan kekerasan di jalanan
Opini Kompas 22 Februari 2010