21 Februari 2010

» Home » Lampung Post » Demokrasi yang Meredup

Demokrasi yang Meredup

Dinoroy Aritonang
Dosen di STIA LAN Bandung dan Mahasiswa Pascasarjana Hukum Kenegaraan UGM.
Setelah beberapa lama bekerja, tampaknya sikap kritis anggota Pansus Hak Angket Century mulai terlihat kendur. Kendurnya sikap tersebut terlihat dari mulai tidak kompaknya anggota Pansus dalam memberikan pendapat kepada publik. Padahal, sebelumnya beberapa anggota Pansus dengan tegas menyatakan akan terus mengiringi proses pemeriksaan tanpa memusingkan wacana reshuffle maupun pecah koalisi. Namun, akhirnya mulai terbaca bahwa lobi politik sangat mungkin terjadi dalam Pansus. Mungkinkah ini memang sudah seperti yang diramalkan sebelumnya bahwa Pansus tidak lebih dari dagelan politik dan penghamburan energi, hanya untuk menampilkan politik pencitraan.


Dilema Pansus
Dipandang secara politis, kedudukan anggota Pansus memang bukan merupakan pemegang kunci dalam partai maupun fraksinya masing-masing. Lagi pula, kalaupun mereka mempunyai posisi kunci di kedua tempat tersebut, mereka tetap harus tunduk pada garis kebijakan partai, yang tidak lebih dari sekadar timbang-menimbang kepentingan. Sikap kritis yang sudah terbangun sejak awal sangat memungkinkan untuk berubah 180 derajat dalam waktu sesaat. Tidak mengherankan bila pada akhirnya suara-suara untuk membuka pintu lobi muncul, seperti yang ramai diramalkan.
Peran kunci sebuah partai memang bukan berada di pundak anggota pansus, melainkan pada sekelompok elite partai. Golongan inilah yang pada akhirnya menentukan arah dan pilihan kebijakan partainya. Oleh karena itu, wajar saja jika posisi anggota Pansus menjadi dilematis. Di satu sisi, mereka harus memberi pertanggungjawaban kepada rakyat yang sudah kadung melihat dengan jelas merebaknya kasus bailout Bank Century. Namun, di sisi lain, mereka juga terlihat tidak digdaya jika berhadapan dengan kepentingan tertinggi partai. Bagai buah simalakama, memilih atau tidak memilih salah satunya, sama saja, toh, akan tetap "menanggung malu" juga.

Kegamangan Pansus
Sikap anggota Pansus yang mulai terlihat meragukan sebenarnya sudah dapat dibaca. Pertama, dari adanya keraguan dari anggota Pansus mengenai aliran dana yang diduga mengalir ke partai tertentu terkait dengan Pilpres 2009. Padahal, ini adalah pintu awal mengapa kasus Century menjadi hangat dibicarakan.
Kedua, pertanyaan besar dan substansial yang sejak awal mengemuka belum juga terjawab dengan tegas. Apakah Wapres Boediono dan Menkeu Sri Mulyani terlibat dalam dugaan penyalahgunaan dana talangan Bank Century?
Ketiga, jalan pikiran Pansus terhadap dugaan pelanggaran dan pihak yang harus bertanggung jawab masih abu-abu. Parahnya, dikhawatirkan hal ini malah akan sengaja dibiarkan tetap menjadi bola liar. Sebab, anggota Pansus masih "takut" untuk menyebut nama pihak tertentu. Keempat, anggota Pansus mulai tidak kompak dan kritis seperti awal mulai Pansus dibentuk.
Kelima, munculnya manuver dan lobi politik yang disinyalir berujung pada kesepakatan untuk membuat Pansus menjadi mandul. Alhasil, mungkin bisa diramalkan, Pansus Century akan menyatakan tidak menemukan benang merah ke mana dana talangan dialirkan dan hanya memberikan pendapat bahwa proses penyelamatan Bank Century mengandung masalah, tapi tidak berani menjustifikasi terjadinya pelanggaran hukum di dalamnya.
Esensi Demokrasi
Berkaca pada prinsip demokrasi, anggota Pansus sebagai representasi rakyat pada dasarnya mempunyai hak prinsipil. Sebagaimana diungkapkan oleh Margaret Reid, presiden senat Australia yang sekaligus menjabat sebagai presiden CPA (Commonwealth Parliamentary Association).
Pada 2001 dia pernah menuliskan pandangannya mengenai keuntungan demokrasi (benefits of democracy). Pandangan tersebut menjadi pembuka dalam sebuah buku yang berjudul Parliamentary Democracy: Is There a Perfect Model (2001) yang dirangkai oleh Nicholas Hopkinson. Reid melukiskan keuntungan demokrasi dalam tiga hal.
Pertama, The first great benefit of democracy is the right to oppose. Menurut Reid, keuntungan pertama adalah tersedianya hak untuk menentang, bahwa tidak ada satu negara pun yang dipandang benar-benar demokratis kecuali oposisi dan suara-suara yang kritis diizinkan untuk mengkritisi pemerintahan.
Keuntungan kedua adalah the enjoyment of individual freedom, bahwa dalam alam demokrasi semua orang haruslah menikmati kebebasan individual. Dalam konteks ini, anggota pansus mempunyai kebebasan pribadi untuk menyatakan pendapat dan sikap kritisnya terkait dengan dugaan pelanggaran hukum dalam kebijakan Century tersebut meskipun berseberangan dengan garis kebijakan partai. Tapi, pertanyaan besarnya, beranikah anggota Pansus?
Keuntungan ketiga dari demokrasi adalah that government is seen to be transparent. Artinya, mau tidak mau pemerintah harus terbuka terhadap warganya. Tanpa keterbukaan, pemerintah hanya akan menjadi entitas yang berjalan dengan keinginannya sendiri dan melupakan rakyat yang seharusnya dilayani. Sikap dan pandangan elitis dari segelintir golongan elite dalam pemerintahanlah yang menjadi justifikasi. Hal ini berlaku dalam "dunia" partai politik. Kepentingan dan pandangan sekelompok elitelah yang pada akhirnya menjustifikasi bagaimana anggota Pansus harus bersikap. Akhirnya, Pansus pun hanya menjadi dagelan dan corong kepentingan.
Apabila hal tersebut terjadi dan hak-hak di atas direnggut dari Pansus Century, patutlah kita sepakat bahwa pijar Pansus yang selama ini mulai terang akhirnya meredup dan demokrasi tetap gelap gulita. n
Opini Lampung Post 22 Februari 2010