01 Februari 2010

» Home » Media Indonesia » Membangun Kepercayaan Rakyat

Membangun Kepercayaan Rakyat

Dalam berbagai survei, reputasi SBY dikatakan menurun karena ia tidak mampu menjaga kredibilitas maupun integritasnya. Meski survei tak sepenuhnya menunjukkan realitas sebenarnya yang terjadi di tengah masyarakat, paling tidak survei tetap dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah.

Seperti sebuah survei yang dilakukan Indo Barometer, sejak 8 sampai 18 Januari 2010, bahwa tingkat kepuasan masyarakat terhadap SBY mencapai 75%, tapi jumlah itu menurun jika dibandingkan dengan survei sebelumnya pada Agustus 2009 yang mencapai 90%.


Berbagai persoalan politik dan hukum di pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu II yang baru seumur jagung membuat reputasi SBY menurun. Demikian yang disampaikan Direktur Indo Barometer Muhammad Qodari dalam acara diskusi Polemik Trijaya FM, di Warung Daun, Jakarta, Sabtu (23/1/2010).

Kemudian ditambahkan, bahwa tingkat kepuasan 90% yang diperoleh SBY pada pertengahan tahun lalu sebenarnya adalah angka euforia, karena presiden baru saja terpilih. Berbeda dengan SBY, Wapres Boediono posisinya lebih kurang beruntung. Tingkat kepuasan masyarakat terhadap mantan Gubernur BI ini hanya sebesar 44%.

Hal itu terjadi karena Boediono terganggu oleh proses penyelidikan kasus Century, sehingga yang muncul kemudian adalah fakta bahwa publik tidak melihat kinerja Boediono setelah menyandang jabatan wakil presiden. Ironisnya, opini di masyarakat merasa dia tidak bekerja. Pencitraan yang dominan di masyarakat atas sosok guru besar UGM itu semata-mata adalah orang yang bersalah dalam kasus Bank Century.

Pentingnya kredibilitas

SBY dalam hal ini harus kembali membangun kepercayaan rakyat agar tidak terjadi distrust pada pemerintah terus-menerus. Kredibilitas itu sangat penting. Tanpa kredibilitas, SBY tak bisa memimpin dengan baik. Kredibilitas adalah kualitas, kapabilitas, atau kekuatan untuk menimbulkan kepercayaan.

Adapun integritas berarti menyeluruh dan lengkap. Seorang pemimpin yang memiliki integritas mampu memaralelkan atau mengonsistensikan nilai-nilai, kepercayaan, atau ideologi yang diyakininya dengan apa yang ia katakan atau kerjakan. Integritas terjadi ketika pemikiran sejalan dengan perkataan dan perbuatan.

Sehubungan dengan integritas ini, kita dapat mendapuk nasihat bijak Confucius bahwa para kesatria sejati adalah mereka yang tidak berpidato mengenai apa yang mereka lakukan, sampai mereka melakukan apa yang mereka pidatokan. Adapun Fukuyama dalam bukunya Trust: The Social Virtual and The Creation of Prosperity (1995) memaknai kepercayaan sebagai moralitas yang mendasari tingkat saling-kepercayaan dalam masyarakat.

Masyarakat yang tingkat saling kepercayaannya rendah ia sebut low trust society. Sebaliknya yang tingkat kepercayaannya tinggi ia sebut high trust society. Hal ini tak hanya berhenti pada interaksi ekonomi satu sama lain, tetapi mencakup pula hubungan sosial yang lebih kompleks.

Membangun kepercayaan rakyat

Mengenai keberhasilan pemerintah membangun kepercayaan rakyat, SBY kiranya dapat melihat apa yang dilakukan Untung Wiyono, Bupati Sragen, yang membuat gebrakan untuk memajukan daerah yang dipimpinnya. Dari daerah tertinggal menjadi kota terbaik dengan meraih penghargaan adipura enam tahun berturut-turut. Bupati yang pandai mendalang itu memanfaatkan kepandaiannya mendalang sebagai alat berkomunikasi untuk dekat dengan rakyat.

Selain itu, ia juga membangun jaringan teknologi informasi sebagai akses komunikasi dengan rakyat yang menghubungkan antardesa, kecamatan, hingga kabupaten. Kondisi ini memudahkan komunikasi dan saling tukar data antarwilayah, juga efisiensi dalam kerja birokrasi. Sebuah prestasi tersendiri ketika seorang bupati mampu memperjuangkan sebuah efisiensi birokrasi yang tentu telah sangat didambakan masyarakat selama kurun waktu panjang.

Ada lagi, Bupati Gorontalo David Bobihu Akib dengan konsep government mobile-nya, yaitu bergerilya dalam bekerja dan melayani masyarakat. Ia dan sejumlah stafnya tidak berkantor di gedung kabupaten, tapi membuka kantor di rumah-rumah penduduk di tingkat kecamatan sampai perdesaan secara bergilir. Mereka berusaha hadir di tengah masyarakat. Konsep yang diciptakan dan dijalankannya itu telah memperoleh sejumlah penghargaan, baik nasional maupun internasional.

Ada lagi keunikan lain dari Bupati David ini, yaitu kebijakannya meniadakan pos satpam dan pagar yang biasanya membentang di seputar kediaman negara. Tidak adanya pagar itu memudahkan masyarakat Gorontalo untuk menemuinya kapan saja. Bahkan dikisahkan, sampai-sampai ada seorang warganya yang minta uang untuk biaya kawin saja diladeninya di rumah dinas bupati. Maka dari itu, David sangat pantas masuk dalam jajaran 10 bupati terbaik di negeri ini.

Kedua pejabat publik tersebut mendapat tempat di hati masyarakat sebagai pemimpin yang baik. Keduanya memang pantas dicatat sebagai tokoh yang menghadirkan perubahan. Bukankah, pemimpin dikatakan baik atau tidak baik tergantung pada reputasinya. Dalam reputasi yang baik, melekat kredibilitas dan integritas sehingga pantas memiliki kepercayaan yang tinggi.

Sebaliknya, kepercayaan bisa jatuh karena susutnya kredibilitas dan anjloknya atau bahkan sirnanya sebuah integritas. Hanya pemimpin otentik yang mampu menjaga kredibilitas dan integritasnya. Masyarakat pun sangatlah mendambakan adanya sosok pemimpin sedemikian untuk segera mengatasi berbagai ‘kisruh’ politik yang berimplikasi terhadap sektor ekonomi, sosial dan lain-lain sehingga kebutuhan dan kepentingan rakyat segera bisa optimal ditegakkan di negeri ini.

Oleh Jannus TH Siahaan Mahasiswa Program S-3 bidang Sosiologi Universitas Padjadjaran Bandung
Opini Media Indonesia 2 Februari 2010