18 Februari 2010

» Home » Suara Merdeka » Mapel Bahasa Jawa di RSBI/ SBI

Mapel Bahasa Jawa di RSBI/ SBI

BILA kita membaca papan nama sekolah, baik SD, SMP maupun SMA/ SMK yang berlabel rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) atau sekolah bertaraf internasional (SBI), sepintas di benak kita terbayang bahwa suasana di sekolah tersebut tentunya berbeda dari sekolah lain yang berstatus belum RSBI/SBI.

Yang terekam dalam angan kita adalah suasana internasionalnya yang diidentikkan dengan bahasa asing sebagai pengantar komunikasi dan pembelajarannya,  ditambah segudang peralatan canggih beserta metode pembelajarannya. Bahkan ada yang mengartikan dengan sekolah bertarif internasional atau sekolah berbahasa Inggris.


Bahasa Inggris di sekolah berstatus RSBI dan SBI itu memang penting karena status yang disandangnya. Dalam proses pembelajaran, sekolah RSBI/SBI dapat menggunakan pengantar bahasa Inggris atau bahasa asing lainnya yang digunakan dalam forum internasional, bagi mata pelajaran tertentu.

Namun dalam pembelajaran mata pelajaran bahasa Indonesia, pendidikan agama, dan pendidikan kewarganegaraan, pendidikan  sejarah, dan muatan lokal tidak menggunakan pengantar bahasa Inggris.

Mata pelajaran bahasa Jawa sebagai mata pelajaran muatan lokal wajib di Jawa Tengah ini masihkah memiliki peranan di lingkungan sekolah yang menyandang status RSBI/SBI? Guru bahasa Jawa jangan khawatir karena peraturan Mendiknas menyebutkan bahwa tujuan penyelenggaraan RSBI/SBI adalah untuk menghasilkan lulusan yang memiliki daya saing komparatif tinggi yang dibuktikan dengan menampilkan keunggulan lokal di tingkat internasional.

Jadi, bertitik tolak pada peraturan itu maka keunggulan lokal  memiliki peranan penting. Lalu keunggulan lokal apa yang dapat kita tampilkan? Adakah hal ini relevansinya dengan muatan lokal wajib di Jawa Tengah, yaitu mata pelajaran bahasa Jawa, dan masihkah mata pelajaran ini dapat diharapkan peranannya?

Bahasa Jawa oleh sebagian kalangan dianggap kurang memiliki ’’nilai jual’’ tinggi, bahkan kadang diremehkan keberadaannya di antara bahasa-bahasa asing yang ada.

Padahal sebenarnya bahasa-bahasa asing tersebut sebenarnya berasal dari bahasa daerah atau bahasa ibu. Namun karena eksistensinya, bahasa-bahasa tersebut kemudian diakui sebagai bahasa pengantar di dunia internasional.

Kita akui bahwa bahasa Jawa hanya memiliki kedudukan sebagai bahasa ibu, maka ada rasa kurang bergengsi dalam menggunakan. Ada pendapat yang menyebutkan bahasa Jawa tidak mungkin digunakan untuk keperluan ilmiah dalam dunia pendidikan.

Dalam konteks ini, penulis bukan memaksakan bahasa Jawa untuk keperluan ilmiah melainkan hanya ingin menunjukkan bahwa meskipun tidak dalam peranan ilmiah bahasa Jawa masih memiliki peranan di bidang sosial dan budaya.

Dari pendapat itu kita tidak akan patah semangat  mengajarkan bahasa Jawa di lingkungan RSBI/SBI. Keunggulan lokal tidak mungkin dapat ditampilkan oleh para lulusan RSBI/SBI kalau mereka tidak memahami keunggulan lokal. Sesuai kurikulum yang ada, mata pelajaran bahasa Jawa itu sarat keunggulan lokal yang meliputi bahasa, budaya, dan seni.
Mengagumi Penulis merasa bangga tatkala menonton tayangan film yang dibuat oleh siswa SMP dari Korea yang menampilkan perjalanan dan pengalaman mereka saat pertukaran pelajar dengan pelajar Indonesia di Kabupaten Purbalingga.

Dalam tayangan tersebut mereka menyatakan sangat mengagumi Indonesia dari sisi seni dan budayanya. Yang mereka jumpai dan alami adalah sesuatu yang menarik dan berharga.

Di sisi lain, tentu anak-anak Korea  itu memperkenalkan dan mengajarkan bahasa dan budaya ibunya kepada penduduk yang daerahnya mereka singgahi selama pertukaran pelajar. Tentunya hal ini tidak mungkin terjadi kalau dari awal mereka tidak memiliki bekal tentang bahasa dan budaya asal mereka.

Terinspirasi dari hal tersebut , penulis tetap optimistis bahwa mata pelajaran bahasa Jawa masih memiliki peranan penting do sekolah RSBI/SBI. Bagaimana anak didik kita dapat memperkenalkan bahasa, budaya, dan seni sebagai keunggulan lokal kepada dunia internasional kalau mereka tidak memahaminya.

Karena itu, guru bahasa Jawa yang kebetulan mendapat kepercayan mengajar di sekolah RSBI/SBI, perlu menyelamatkan bahasa, budaya, dan seni sebagai keunggulan lokal.

Caranya antara lain dengan meningkatkan inovasi pembelajaran yang menarik sehingga mata pelajaran itu dapat jadi bekal untuk memperkenalkan keunggulan lokal kita kepada dunia internasional.

Berdasarkan hal itu, maka guru di sekolah RSBI/SBI yang berlatar belakang bahasa Jawa harus selalu berupaya menguasai bahasa Inggris. Tidak ada kata terlambat dalam belajar. Pada dasarnya bahasa di mana pun berada dan dari mana pun asalnya itu sama. Kita bisa karena terbiasa.

Belajar dan berlatih jadikan salah satu kebutuhan. Jangan takut salah dalam berbahasa. Error is not a mistake, it is a process of mastering a language. Kesalahan yang disebabkan karena ketidaktahuan tentang kaidah bahasa adalah kesalahan tidak terencana, tetapi merupakan proses pengusaan bahasa. (10)

— Romdonah SPd, guru bahasa Jawa SMP Negeri 1 Weleri Kabupaten Kendal
Wacana Suara MErdeka 19 Februari 2010