14 Januari 2010

» Home » Suara Merdeka » Uji Sahih Dampak Sistemik Century

Uji Sahih Dampak Sistemik Century

SRI Mulyani menyatakan selaku Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) pada tahun 2008 dirinya tidak ragu bahwa Bank Century akan memiliki dampak sistemik bila ditutup saat itu. Dia yang kini menjabat Menkeu, menjawab pertanyaan anggota Pansus Hak Angket, terkait keputusan bailout atau dana talangan Rp 6,7 triliun.

(Suara Merdeka, 14/01/10)
Salah satu masalah yang sampai saat ini masih ramai dibicarakan terkait dengan pemberian dana talangan untuk menyelamatkan Bank Century adalah definisi risiko atau dampak sistemik yang dipakai oleh pemerintah dan Bank Indonesia (BI) untuk mengucurkan dana tersebut.


BI belum membuka secara transparan apa kriteria dampak atau risiko sistemik tersebut dengan dukungan ukuran-ukuran kuantitatif. Bank sentral itu hanya mengatakan jika ukuran tersebut ditetapkan secara tegas justru menimbulkan atau memancing kecurangan moral di kalangan pelaku bisnis perbankan.

Padahal justru ukuran-ukuran kuantitatif yang jelas dalam pendefinisian risiko atau dampak sistemik ditutupnya suatu bank akan mengurangi kecurangan moral, baik di sisi perbankan maupun pembuat kebijakan (pemerintah dan BI).
Ukuran tersebut juga bisa digunakan oleh pengawas kebijakan (DPR dan penegak hukum) untuk mengawasi apakah kebijakan menyelamatkan suatu bank dengan dana begitu besar dapat dibenarkan atau tidak.

Karena ketiadaan ukuran tersebut maka Pansus Kasus Century dan anggota DPR yang menyetujui hak angket harus mengembangkan dan menentukan sendiri kriteria risiko dan dampak sistemik. Kriteria tersebut dapat digunakan untuk meneliti apakah kebijakan bailout dapat dibenarkan.

Ada beberapa definisi tentang dampak atau risiko sistemik ditutupnya suatu bank . Pertama, Oliver de Brandt dan Philippe Heartman (2000) dalam kertas kerja yang diterbitkan oleh Bank Sentral Eropa (Working Paper Nomor 35/2000) menyebutkan dampak atau risiko penutupan suatu bank atau lembaga keuangan dikatakan sistemik jika berita buruk atau berita tentang penutupan tersebut menyeret bank atau lembaga keuangan lain ikut terpuruk.

Jadi misalnya ada sebuah bank ditutup maka hal tersebut  memancing pemilik simpanan atau deposan menarik dananya sehingga bank-bank lain tersebut kesulitan likuiditas dan akhirnya ikut bangkrut.

Kedua, definisi dari Houben, Kakes, dan Schinasi (2004) IMF. Menurut mereka, risiko atau dampak sistemik berasal dari empat penyebab: bank itu sendiri, keterkaitan antarbank, perundang-undangan, dan kondisi ekonomi makro. Risiko dari bank itu sendiri adalah jika bank tidak menjalankan prinsip kehati-hatian baik dalam pengelolaan simpanan ataupun penyaluran kredit sehingga memancing ketidakpercayaan masyarakat pada perbankan.

Adapun keterkaitan antarbank adalah jika bank yang ditutup mempunyai aset di bank lain atau asetnya berasal dari bank lain dalam jumlah besar. Sehingga ketika bank tersebut ditutup, menyeret bank-bank lain dalam kesulitan.

Sementara dampak sistemik dari aspek hukum atau perundangan-undangan dapat dibagi dua yaitu yang disebut sebagai error omission dan error comission. Yang disebut pertama adalah kejahatan perbankan yang dilakukan dengan sengaja melanggar peraturan. Sedangkan yang disebut kedua adalah kejahatan perbankan karena belum ada peraturan atau UU yang mengaturnya.

Sumber terakhir adalah kondisi ekonomi yang memburuk. Karena kondisi ekonomi suatu negara memburuk maka akan membuat berbagai kegiatan usaha, termasuk perbankan, juga akan memburuk.

Definisi ketiga datang dari kesepakatan para ahli keuangan di AS ketika menilai bangkrutnya perusahaan keuangan Goldman and Sach, dan AIG. Risiko ditutupnya suatu bank atau lembaga keuangan lain, menurut mereka adalah kalau suatu bank atau lembaga keuangan tersebut terlalu besar untuk gagal atau too big to fail (TBTF). Maksudnya karena ukuran bank/lembaga keuangan itu terlalu besar (misalnya dalam ukuran aset dan omset) maka bila ditutup dampaknya sangat besar bagi lembaga sejenis dan bagi perekonomian pada umumnya.

Menarik disimak pula Nota Kesepakatan (MOU) antara Bank Sentral Eropa, Badan Pengawas Keuangan, dan para Menkeu  Keuangan Eropa bernomor ECFIN/CEFCPE (2008) REP/53106 REV. Dalam nota kesepakatan itu ditekankan bahwa deposan harus siap kehilangan sebagian dari tabungan mereka.

Artinya penggunaan dana talangan dari dana milik masyarakat yang dibayarkan kepada pemerintah lewat pajak tidak boleh digunakan secara ceroboh untuk menolong bank atau lembaga keuangan lain yang tidak dikelola secara baik.

Belum Disahkan

Definisi dari dalam negeri antara lain dikembangkan oleh Danareksa Research Institute (DRI) seperti ditulis oleh kepala ahli ekonominya, Purbaya Yudhi Sadewa di Kompas (14/9/2009).

Menurut DRI, dampak sistemik sektor perbankan dapat dilihat dari indikator banking pressure index (BPI) atau indeks tekanan perbankan. Indeks ini disusun dari enam variabel yaitu: nilai tukar riil efektif, indeks harga saham gabungan (IHSG), angka pengganda uang, produk domestik bruto (PDB) riil, nilai ekspor, dan suku bunga jangka pendek.

Angka indeksnya antara 0 dan 1. Batas kritis indeks adalah 0,5. Kalau indeks lebih besar dari 0,5 maka industri perbankan akan terkena risiko sistemik dan jika angkanya lebih kecil dari 0,5 maka industri perbankan dalam kondisi aman.
Sebenarnya dalam draft UU tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) Pasal 7 sudah dicantumkan lima aspek yang bisa digunakan untuk menilai apakah ditutupnya sebuah bank menimbulkan dampak sistemik atau tidak.

Kelima aspek tersebut adalah institusi keuangan, pasar keuangan, sistem pembayaran, sektor riil, dan psikologi pasar. Kelima aspek itu yang menurut situs resmi BI dipakai untuk memutuskan bahwa pentupan Bank Century berdampak sistemik. Sayangnya UU JPSK tersebut sampai saat ini belum disahkan justru karena pasal tentang risiko sistemik ini. Sayangnya pula penjelasan pasal tersebut belum disertai ukuran-ukuran kuantitatif yang pasti.

Atas dasar berbagai kriteria tersebut, DPR bisa menilai apakah penutupan Century memang berisiko/berdampak sistemik sehingga perlu ditalangi dana besar. Kriteria Oliver de Brandt dan Philippe Heartman (2000) bisa dipakai untuk menilai apakah memang benar jika Century ditutup maka berita itu akan membuat nasabah di berbagai bank lain akan menarik dananya secara beramai-ramai.

Dari penjelasan BI terungkap bahwa argumen ini yang dipakai BI untuk menalangi Century dengan menyatakan ada 23 bank umum dan BPR yang kondisinya sama akan mengalami kesulitan karena diperkirakan nasabah akan menarik dananya dari bank-bank tersebut. Terhadap argumen ini dapat dipertanyakan benarkah akan terjadi demikian?

Para nasabah dengan pengalaman krisis ekonomi berkali-kali serta dengan adanya jaminan dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sudah lebih rasional sehingga sangat kecil kemungkinannya melakukan penarikan dana besar-besaran.

Lewat kriteria too big to fail bisa dinilai pula apakah Century ukurannya cukup besar sehingga kalau ditutup akan berdampak besar dan sistemik. Jawabannya tidak karena proporsi dana pihak ketiga Century terhadap total dana pihak ketiga di perbankan Indonesia hanya 0,08 persen, kreditnya hanya 0,72 persen dari total kredit, dan asetnya hanya 0,72 persen dari total aset perbankan Indonesia. (10)

— Nugroho SBM, staf pengajar FE dan peneliti di Pusat Studi Dampak Kebijakan atau Regulatory Impact Assesment Undip
Wacana Suara Merdeka 15 Januari 2010