27 Maret 2011

» Home » Opini » Suara Merdeka » Garuda dan Perdamaian di Libia

Garuda dan Perdamaian di Libia

PBB-lah yang mestinya mengirimkan pasukan penjaga perdamaian, terutama dengan melibatkan negara-negara netral seperti Indonesia

SIAPA yang memberi kuasa kepada Amerika Serikat dan koalisinya untuk melakukan serangan militer terhadap Libia? Bertanyalah pada Amerika yang kerap menerapkan standar ganda dan memosisikan diri sebagai polisi dunia. Siapa yang melegitimasi serangan militer Amerika dan sekutunya terhadap Libia? Bertanyalah pada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang sering tak berdaya menghadapi intervensi Amerika. Barangkali lantaran intervensi Amerika itulah maka Dewan Keamanan (DK) PBB mengeluarkan Resolusi Nomor 1973, Kamis (17/3). Berbekal resolusi itu, pasukan koalisi dipimpin Amerika, Minggu (20/3) dini hari mulai membom Libia.

Selain Amerika, pasukan koalisi beranggotakan Inggris, Prancis, Kanada, dan Italia. Adapun Resolusi DK PBB itu menyangkut Zona Larangan Terbang di Libia yang memerintahkan ‘’semua tindakan yang diperlukan’’ untuk melindungi warga sipil Libia. Faktanya akibat serangan itu, ratusan korban dari pihak sipil terus berjatuhan, termasuk wanita dan anak-anak.

Bagaimana bisa dikatakan pasukan koalisi mau melindungi warga sipil bila ternyata yang menjadi korban justru warga sipil? Misi ‘’suci’’ pasukan koalisi mau melindungi warga sipil hanya kamuflase karena Amerika lebih mengincar ladang-ladang minyak Libia.

Sebagai penguasa negeri, sudah pasti Muammar Gaddafi meradang karena kehormatan diri dan bangsanya terinjak-injak. Maka, dia yang menjadi pemimpin Libia setelah melakukan kudeta pada 1969 itu pun bertekad melakukan perlawanan sampai titik darah penghabisan. Bahkan ia menggunakan rakyatnya sebagai tameng hidup dengan mempersenjatai mereka sebagai milisi.

Bagaimana sikap Indonesia terhadap aksi militer Amerika dan koalisinya terhadap Libia? Mengecam tidak, mendukung pun tidak. Indonesia seperti memilih jalan aman dengan bermain di grey area. Menlu Marty Natalegawa menyatakan, perlindungan warga sipil di Libia mutlak dilakukan. Karena itu, masyarakat internasional diminta mengambil langkah-langkah sesuai hukum internasional dan Piagam PBB. Terhadap kekejaman Gaddafi yang membunuh rakyatnya, Indonesia juga seperti bermain di wilayah abu-abu karena tak pernah secara tegas mengecam.

Begitukah cara Pemerintah Indonesia menerjemahkan Pembukaan UUD 1945 yang mengamanatkan,’’...ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial...’’?

Begitukah cara Pemerintah Indonesia mengimplementasikan politik luar negeri bebas aktif yang digambarkan Bung Hatta sebagai mendayung di antara dua pulau?

Indonesia cinta perdamaian tetapi lebih cinta kemerdekaan. Namun ketika kedaulatan wilayah dan negara Libia diinjak-injak Amerika, mengapa Indonesia seperti membiarkan?
Penjaga Perdamaian Kita memang tidak setuju dengan cara-cara kekerasan Gaddafi menghadapi rakyatnya yang berdemo menuntut dia mundur karena hal itu merupakan pelanggaran berat hak asasi manusia (HAM). Pelanggaran HAM berarti pelanggaran terhadap UUD 1945 dan Piagam PBB.

Tapi kita juga tidak setuju dengan cara-cara Gaddafi mempertahankan kekuasaannya dengan menghalalkan segala cara. Termasuk kita tidak setuju dengan cara-cara PBB dan Amerika melakukan serangan militer dalam mengatasi pelanggaran HAM berat di Libia oleh rezim Gaddafi karena yang menjadi korban ternyata juga rakyat sipil. Di sini terbukti, misi ‘’suci’’ Amerika dan sekutunya sekadar kamuflase belaka. Kita tidak mau PBB dan Amerika menegakkan HAM dengan melanggar HAM.

Bila nanti Gaddafi tumbang akibat serangan militer Amerika dan koalisinya maka nasib rakyat Libia ibarat lepas dari mulut buaya masuk ke mulut harimau, sebagaimana nasib rakyat Irak dan Afghanistan yang pernah mendapat ‘’pertolongan’’ Amerika. Libia akan menjadi padang Kurusetra baru, dan terjadi perang saudara. Selebihnya, ladang-ladang minyak Libia menjadi bancakan Amerika dan sekutunya. Libia siapa yang punya: PBB, Amerika, Gaddafi, atau rakyat Libia?

Kalau memang PBB mau melindungi rakyat Libia dari kekejaman rezim Gaddafi mestinya bukan militer Amerika dan sekutunya yang dikerahkan melainkan peace keeping force (pasukan penjaga perdamaian). PBB-lah yang mestinya mengirimkan pasukan penjaga perdamaian, terutama dengan melibatkan negara-negara netral seperti Indonesia. Apalagi sudah terbukti, Pasukan Garuda Indonesia selalu berhasil dalam banyak misi perdamaian PBB. Bagaimana Pak Marty? (10)

wacana suara merdeka 28 Maret 2011