Celakanya lagi krisis pangan ini bersamaan dengan krisis energi, yang menyebabkan sektor industri dan ekonomi merosot. Karena sebab-sebab tersebut, tingkat pengangguran dan kemiskinan meningkat. Itu merupakan sebab-akibat, yang saling bertali-temali satu sama lain.
Sistem pangan dunia sebagian bersifat eksklusif karena setiap negara melakukan kebijakan khusus untuk mempertahankan status ketahanan pangan yang optimal. Sumber daya ekonomi, subsidi, kebijakan dan lainnya dikerahkan untuk mempertahankan sistem pangan nasional masing-masing secara optimal karena ketahanan pangan sangat berpengaruh langsung terhadap ketahanan sosial dan politik di negara tersebut.
Pada kasus beras misalnya, setiap negara seperti Indonesia, Thailand, Vietnam, Filipina, dan China melakukan kebijakan produksi untuk mempertahankan sistem pangan nasional masing-masing. Jika ada surplus, sisa tersebut dilempar ke pasar internasional sebagai bagian dari perdagangan sisa (residual trading). Jika harga pasar baik, negara tersebut kebetulan mendapatkan tambahan devisa. Jika harga rendah, sisa surplus tersebut dijual dengan harga dumping.
Sebagian lain dijalankan dengan sistem perdagangan global yang besar, bahkan cenderung bersifat monopoli kartel, seperti kasus kedelai dan gandum. Karena itu, tidak ada perdagangan pangan yang betul-betul bersifat pasar dengan persaingan yang bebas, efisien, dan berdasarkan keunggulan komparatif masing-masing. Produksi pangan dan pertanian global banyak dicampuri tangan negara dan pemerintah.
Sistem tradisional
Berdasarkan perkembangan dan realitas tersebut, sistem ketahanan pangan harus dibangun di atas landasan kelembagaan, kebijakan, dan sistem pasar yang kuat. Tidak bisa kebutuhan pangan nasional terus bergantung pada impor sehingga setiap tahun menghadapi krisis, apakah impor bisa dilakukan atau tidak, mengingat pasar beras internasional hanya memiliki pasokan, yang sedikit.
Sistem pertanian tradisional dengan dukungan jutaan petani adalah sistem produksi massal, yang terbukti efektif untuk menyangga ketahanan pangan sampai saat ini. Tulang punggung pasokan beras nasional bukan dari industri dan bisnis modern, tetapi dari sistem pertanian tradisional, yang sudah berlangsung sangat lama. Bukti sejarah itu harus dikenal dan dipertahankan sebagai basis utama ketahanan pangan nasional, yang utama.
Kelembagaan sistem pertanian tradisional persawahan ini harus diperkuat dengan cara modernisasi dan efisiensi produksi pada level on farm. Sistem irigasi, pengembangan benih dan teknologi, ketersediaan pupuk dan sistem pendukung pertanian tradisional tersebut harus dikemas dengan kebijakan yang tepat dengan implementasi yang cermat tidak hanya oleh pemerintah pusat, tetapi juga pemerintah daerah.
Dengan membangun kelembagaan utama ini, kebutuhan pokok nasional setidaknya dapat dipertahankan. Pemerintah tinggal menambah kebijakan pengembangan tambahan produksi secara modern di luar Jawa sebagai penyangga baru dalam produksi pangan, terutama untuk mengantisipasi harga internasional yang tinggi.
Sistem modern tersebut menjadi pilar kedua untuk pasokan pangan, tetapi juga menjadi pilar untuk masuk ke pasar internasional. Jangan bicara ekspor jika tidak ada basis sistem pertanian yang modern dengan produktivitas, yang tinggi.
Sistem pertanian modern yang dikelola negara mirip BUMN atau swasta sudah diperlukan mengingat pangan global sudah memerlukan lebih banyak lagi pasokan. Sistem tradisional yang selama ini berjalan dapat dilakukan terus untuk menyangga ketahanan pangan dalam negeri.
Bulog dan penyangga
Kelembagaan lainnya yang harus diperkuat adalah Bulog. Pasokan beras dari sawah petani berfluktuasi sesuai dengan musim sehingga pasar menjadi tidak sempurna dan sangat memerlukan uluran tangan negara untuk mengatasi kegagalan pasar pada saat panen raya atau pada saat tanam.
Fungsi Bulog mengatur pasokan dan harga agar tidak terdistorsi jauh sesuai dengan harapan petani dan konsumen sekaligus. Peranan itu sudah dijalankan hampir setengah abad meskipun banyak juga distorsi yang terjadi di Bulog karena penyimpangan oknum maupun sistem di dalamnya. Tetapi peranan sebagai penyangga pangan nasional harus diteruskan dengan pusat pengelolaan pada pangan beras.
Jika diperlukan, peranan Bulog diperluas untuk pangan lainnya, yang mengalami masalah. Tetapi untuk sistem tata niaga yang sudah berjalan dengan baik melalui sistem pasar dan tambahan peran negara secara khusus, Bulog tidak perlu mengambil alih sehingga menimbulkan permasalahan baru.
Tetapi yang jelas peranan negara dalam pangan perlui dijalankan secara efektif mengikuti irama kekuatan pasar sehingga pasokan, efisiensi dan harga mendekati keadaan pasar yang ideal. Bulog dalam hal ini memainkan peranan yang strategis.
Pascapanen tradisional
Sistem pangan masyarakat sudah berjalan berabad-abad dengan umat manusia melalui insting dan akal budinya membangun sistemnya sendiri secara tradisional. Sistem lumbung pangan di Jawa, penyimpanan pangan di masyarakat Baduy dan lainnya adalah kearifan lokal yang baik. Di dalamnya ada kelembagaan untuk mempertahankan sistem pangan untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Sistem itu harus dikenali pemerintah dan perlu didukung dengan pengambangan yang baik, bukan dirusak dengan sistem baru, yang tidak dikenal masyarakat tradisional. Banyak potensi sistem ketahanan pangan tradisional, yang harus dilestarikan dan dikembangkan secara lokal sehingga masyarakat memiliki sistem ketahanan sendiri tanpa harus bergantung kepada pemerintah.
Mengapa tidak dibuat modern semuanya? Jawabnya harus realistis, karena Indonesia majemuk dan besar sehingga jangkauan pasar dan negara hampir tidak mungkin mencakup seluruhnya. Karena itu, sistem ketahanan pangan yang mandiri dari masyarakat lokal sangat diperlukan sehingga seluruh sudut bumi Indonesia ini bebas dari kelaparan.
Ditulis oleh : Didik J Rachbini, Ekonom