KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur telah meninggalkan kita semua. Beliau adalah sosok pribadi tangguh yang menghayati Islam sebagai rahmatan li al-alamin. Dalam seluruh hidupnya, sebagai seorang muslim, Gus Dur telah menjadi rahmat bagi umat manusia yang berada di dekatnya. Tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa Gus Dur adalah sosok pribadi muslim yang toleran dan memiliki penyerahan diri secara total kepada Tuhan (hanifan musliman).
Karena itu, tepatlah yang disampaikan oleh Julius Kardinal Darmaatmadja SJ, bahwa Gus Dur adalah tokoh yang membawa berkat bagi umat Katolik (kompas.com, 30/12/09). Hemat saya, Gus Dur juga pembawa rahmat dan berkat untuk warga umat beragama lain, selain agama Islam.
Bagi kami umat Katolik di Indonesia, pengaruh Gus Dur sangat besar. Beliaulah yang paling lantang menentang aksi-aksi oknum tertentu yang menghambat karya pelayanan gereja Katolik di Indonesia. Salah satu kasus yang pantas disebut adalah keberaniannya membela penyelenggaraan pendidikan komunitas para Suster Sang Timur di Cileduk.
Gus Dur menjadi perekat bagi umat lain yang berbeda. Meski dia seorang muslim, dia mampu menjadi berkat bagi umat beragama lain. Gus Dur adalah seorang tokoh muslim, yang konsisten dalam memperjuangkan dasar-dasar dan pengembangan perdamaian di antara umat beragama.
Sebagai guru dan Bapak Bangsa Indonesia, Gus Dur tidak pernah gentar mengungkapkan sesuatu yang diyakininya benar kendati banyak orang sulit memahami dan bahkan menentangnya, terutama untuk melindungi pihak-pihak yang tertindas. Pernyatan-pertanyaannya menjadi semacam barometer untuk mengarahkan perjalanan sosial, politik, budaya, dan hidup keberagamaan untuk masa depan Indonesia yang damai, rukun, dan sejahtera.
Meminjam ungkapan Mgr J Pujasumarta Pr, Uskup Keuskupan Bandung, Gus Dur adalah guru bangsa, yang melaksanakan tugas profetik dengan berani untuk mengatakan yang benar itu benar, yang salah itu salah. Ia dengan sangat cerdas melaksanakan peran sebagai pengeras suara hati bangsa (komunikasi_kas@yahoogroups.com, 31/12/09).
Bagi saya, Gus Dur adalah seorang Bapak Bangsa Indonesia yang selalu menjadi rahmat dan berkat bagi kelompok minoritas. Karenanya, dengan hati tulus dan ikhlas, kami menyelenggarakan doa bersama lintas iman di Gereja Hati Kudus Yesus Tanahmas Semarang untuk Gus Dur pada hari Kamis (31/12/09).
Doa bersama yang kami selenggarakan, pertama-tama bukan karena Gus Dur adalah seorang mantan presiden, melainkan terutama karena dia adalah seorang saka guru dan Bapak Bangsa yang sangat konsisten mengembangkan sikap hormat terhadap kemajemukan, perbedaan, demi terbangunnya hidup bersama yang rukun dan damai secara lintas agama.
Membumikan Toleransi Bagi seorang Gus Dur, toleransi ñ kendati pun itu merupakan aspek minimal dalam rangka merajut dialog dan kerja sama antarumat beragama ñ merupakan komitmen yang harus terus-menerus diwujudkan. Toleransi merupakan tuntutan minimal namun fundamental dalam ranah negara-bangsa yang ditandai oleh pluralitas dan harus menjadi kesepakatan bersama oleh semua pihak yang hidup di dunia ini.
Gus Dur telah membuktikan kepada kita semua, baik di tingkat lokal, nasional, regional, maupun global, cara membumikan toleransi dalam konteks negara-bangsa. Baginya, toleransi merupakan langkah awal untuk semakin masuk dalam kerja sama dan dialog yang mendalam melalui sebuah komitmen politik. Toleransi adalah alternatif yang selalu relevan dan signifikan untuk merajut kerja sama dan dialog yang kian mendalam antarumat beragama.
Dalam seluruh dan sepanjang hidupnya, Gus Dur menghadirkan komitmen untuk senantiasa menghargai dan merayakan keberagaman. Dengan cara itu, sang Kiai meretas batas menanggalkan zona nyaman (comfort-zone) menuju zona penuh risiko (rizky-zone) untuk menjaga kerukunan dan keharmonisan sosial. Bahkan, tanpa tedeng aling-aling, dia menentang setiap bentuk pemaksaan dan sikap diskriminatif, khususnya dalam konteks hidup keberagamaan.
Dalam diri Gus Dur terpadu secara selaras keislaman dan nasionalitas. Boleh dikatakan, dalam Gus Dur adalah proponen dari perpaduan harmonis antara ideologi Islam dan ideologi nasionalis.
Kepada seluruh keluarga Gus Dur dan umat Islam di Indonesia, khususnya warga Nahdlatul Ulama, kami menyampaikan rasa bela sungkawa yang mendalam. Bukan hanya umat Islam yang kehilangan Gus Dur, bukan hanya warga bangsa Indonesia yang kehilangan Gus Dur, melainkan dunia internasional yang mendambakan damai dan kerukunan lintas agama pun, sangat kehilangan dia yang selama ini telah menjadi saka guru bangsa dan pembawa berkat bagi kaum minoritas.
Selamat jalan Gus, semoga kepergianmu menuju surga, menumbuhkan Gus Dur-Gus Dur baru yang rela berjuang membela kebenaran, keberagaman, dan kaum minoritas di Republik ini. (10)
— Aloys Budi Purnomo Pr, rohaniwan, Ketua Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan Keuskupan Agung Semarang
Wacana Suara Merdeka 2 Januari 2010