20 Desember 2009

» Home » Republika » Diagnosis Analisis Sistemis Century

Diagnosis Analisis Sistemis Century

Cicilia A Harun, PhD
Pengamat Ekonomi, Alumnus Boston University

Krisis keuangan itu mirip dengan penyakit manusia. Pada saat obat ditemukan untuk sebuah penyakit, penyakit lain yang belum ada obatnya akan ditemukan. Ada beberapa penyakit yang di masa lalu belum ada obatnya, kini sudah dengan sangat mudah dilakukan tindakan preventifnya, yaitu dengan vaksinasi dan diagnosis dini. Jika manusianya tetap terjangkiti, obatnya pun telah tersedia. Namun, lain halnya jika penyakitnya sendiri relatif baru dan belum ada obat ataupun prosedur pengobatannya.

Indonesia pernah terjangkiti krisis keuangan parah pada 1997-1998. Krisis ini relatif baru jenisnya karena menjalar ke sistem keuangan serta diperparah dengan keputusan yang tidak memerhatikan stabilitas sistem keuangan. Belajar dari pengalaman tersebut, Bank Indonesia (BI) dan pemerintah melakukan pembenahan signifikan terhadap infrastruktur sistem keuangan, termasuk prosedur resolusi krisis atau yang dikenal secara luas sebagai Jaring Pengaman Sistem Keuangan.

Krisis keuangan yang terjadi sejak pertengahan tahun 2007 juga relatif merupakan 'penyakit' baru akibat gagalnya produk subprime mortgage yang merupakan sekuritisasi dari produk KPR, termasuk yang kurang lancar. Gejalanya baru sehingga pasar keuangan semaju Amerika Serikat pun tidak mendeteksi potensi krisis ini. Krisis ini memberikan dampak global cukup signifikan.

Dengan adanya permasalahan likuiditas global sebagai akibat dari terdepresiasinya harga-harga aset di pasar keuangan, dikhawatirkan dana luar negeri dalam bentuk portofolio jangka pendek di Indonesia juga akan ditarik ke luar negeri. Mengantisipasi itu, BI melakukan langkah-langkah yang dapat melonggarkan likuiditas perbankan melalui kebijakan giro wajib minimum dan operasi pasar uang rupiah dan valuta asing.

Diagnosis Bank Century saat krisis
Sebagai akibat dari krisis likuiditas di kuartal keempat tahun 2008, Century tidak sanggup memenuhi kebutuhan likuiditasnya. Dalam kondisi normal, dengan mudah kita dapat menentukan bahwa jika ditutup, Century tidak akan memberikan dampak sistemis kepada sistem keuangan. Total aset Century tidak cukup besar untuk dikualifikasikan sebagai bank yang memiliki dampak sistemis.

Namun, kita tidak bisa melakukan penilaian mengenai potensi dampak sistemis yang hanya berasal dari biaya likuidasi bank tersebut. Dalam kondisi normal, analisis dampak sistemis harus melihat dampak dari penutupan bank ini pada sistem keuangan, tidak hanya pada saat bank tersebut dilikuidasi, tapi juga dampak lanjutan selama beberapa waktu ke depan. Sedikitnya, analisis tersebut harus bisa menjawab pertanyaan, apakah permasalahan bisa merambat kepada institusi keuangan lain atau perusahaan yang memiliki hubungan bisnis dengan Century?

Dalam kondisi krisis, ada lagi tambahan pertimbangan: bagaimana pasar bereaksi terhadap likuidasi Century saat likuiditas ketat? Apa yang terjadi jika masyarakat menanggapi berita mengenai ditutupnya Century dengan beramai-ramai menarik dana yang berada di bank-bank yang ukuran dan model bisnisnya mirip dengan Century? Bagaimana dampak penutupan Century terhadap tingkat kepercayaan kepada sistem perbankan Indonesia? Perlu diingat, dampak yang mungkin dinilai kecil dalam kondisi normal bisa berlipat-lipat lebih besar dalam kondisi krisis.

Century kemudian diputuskan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), yang terdiri atas menteri keuangan dan gubernur BI, sebagai bank yang jika saat itu ditutup akan memiliki dampak sistemis. Dengan mempertimbangkan kondisi perekonomian dan sistem keuangan saat itu, penutupan sebuah bank (bank apa saja) akan memiliki dampak yang tidak baik bagi sistem keuangan, terutama secara psikologis. Jika kemudian Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mempertanyakan proses analisisnya, kembali lagi analoginya dapat menggunakan perumpamaan mengenai penyakit fisik.

Acuan yang dipergunakan oleh BI berasal dari Memorandum of Understanding untuk resolusi krisis yang bersifat lintas batas bagi negara-negara di Eropa (MoU Eropa). Template untuk melakukan analisis dampak sistemis itu disusun pada bulan Juni 2009, sedangkan Bank Indonesia melakukan analisis mengenai dampak sistemis Bank Century pada bulan November 2009. Pada saat itu, kondisi pasar keuangan global sedang mengalami guncangan yang cukup signifikan sebagai akibat dari bangkrutnya Lehman Brothers, sebuah bank investasi di AS.

Perhitungan secara akurat mengenai biaya ditutupnya Bank Century di tengah kondisi likuiditas perbankan yang ketat serta psikologi pasar yang penuh ketidakpastian menjadi sulit dilakukan. Maka, analisis dilakukan berdasarkan data dan metodologi kuantitatif yang tersedia, sedangkan sisanya harus mengandalkan intuisi ekonomi dan pasar atau menggunakan analisis kualitatif.

Sewajarnyalah BI menambahkan dimensi itu dalam penilaian dampak sistemis Century. Selain itu, salah satu prinsip yang juga mengacu pada MoU Eropa adalah penilaian perlu dilakukan atas dasar skenario yang terburuk yang bisa terjadi. Sehingga, jika nilainya tidak pasti, ambillah nilai yang terburuk. Lagi-lagi, prinsip better safe than sorry.

BPK beranggapan bahwa penilaian dampak sistemis Bank Century tidak memiliki dasar yang kuat karena dibuat berdasarkan metodologi yang baru pertama kali dipergunakan. Pertanyaannya, apakah memang ada alternatif metodologi lain yang bisa dipergunakan untuk menilai dampak sistemis secara akurat?

Berdasarkan pengalaman Indonesia, menutup bank dalam kondisi krisis bisa berdampak sistemis. Untuk menghasilkan analisis dampak sistemis yang akurat, BI perlu melakukan riset dan pengembangan metodologi yang membutuhkan waktu yang lama. Pada saat krisis, penanganan bank yang bermasalah perlu dilakukan secara cepat. Karena, kalau tidak bisa, itu berakibat biaya penanganan yang lebih besar.

Apakah dengan diselamatkannya Bank Century, kondisi perbankan juga diselamatkan sebagaimana kondisi saat ini? Atau, apakah jika Bank Century dilikuidasi, kondisi perbankan juga masih tetap baik-baik saja? Otoritas keuangan tidak bisa bekerja berdasarkan spekulasi terhadap penilaian dampak sistemis. Berapa tingkat kepastian jika Bank Century dilikuidasi, kemudian sistem perbankan tidak akan mengalami gangguan? Lagi-lagi, pemerintah dan BI harus mengambil langkah yang paling aman untuk menjaga stabilitas sistem keuangan.

Opini Republika 21 Desember 2009