Akhirnya Busyro Muqoddas resmi menjabat Ketua Komisi   Pemberantasan Korupsi (KPK) setelah dilantik Presiden Susilo Bambang  Yudhoyono,  kemarin siang di Istana Negara, Jakarta. 
Dengan suara lantang, Busyro melafalkan  sumpah  jabatan. Ia bersumpah untuk senantiasa menjalankan tugas dan wewenangnya   dengan sungguh-sungguh, saksama, objektif, jujur, berani, dan adil.   Sumpah  Busyro untuk memegang teguh amanat jabatan perlu digarisbawahi  dengan tinta  tebal. 
Itulah momentum  menabuh genderang perang terhadap korupsi yang  dinilai Busyro sebagai  kejahatan kemanusiaan.  Keberhasilan Busyro memerangi  korupsi selama  setahun ke depan harus bisa diukur. Alat ukurnya ialah  penyelesaian  secara tuntas dua kasus besar yang menjadi perhatian masyarakat,  yaitu  megaskandal Bank Century dan mafia pajak yang melibatkan Gayus Tambunan.   Harus jujur dikatakan bahwa skandal Century sekarang berada dalam  bahaya. Bahaya  karena sudah hampir setahun kasus penggelontoran uang  negara Rp6,7 triliun  kepada sebuah bank salah urus, Bank Century,  seperti layang-layang  putus. Rekomendasi DPR yang dihasilkan melalui  hak angket pada 3 Maret lalu  jelas-jelas menyebut skandal itu sebagai  korupsi. 
Bukan hanya itu. Nama-nama  pejabat negara yang diduga terlibat  kasus itu disebutkan secara  gamblang. Namun, penanganan kasus Century kini  terlunta-lunta tak tentu  arah, menjadi kabur atau dikaburkan. Adalah tugas  Busyro, sesuai  janjinya saat mengikuti uji kepatutan dan kelayakan di Komisi III  DPR,  untuk mengurai benang kusut penegakan hukum kasus Century itu.  Mengurai   benang kusut kasus Gayus Tambunan juga menjadi alat ukur keberhasilan  Busyro.  
Rasa keadilan rakyat  tersayat-sayat dalam kasus mafia pajak itu  sebab janji Kapolri Jenderal  Timur Pradopo untuk menyelesaikan melenggangnya  Gayus Tambunan dari  Rumah Tahanan Brimob dalam tempo sepuluh hari hanya isapan  jempol.  KPK  harus mengambil alih kasus Gayus. Pengambilalihan itu dimungkinkan   sebab Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK membuka peluang  tersebut.  Hanya, peluang itu dibatasi pada kasus-kasus korupsi yang  mentok di tingkat  penyelidikan dan penyidikan di tangan kepolisian dan  penuntutan di tangan  kejaksaan. 
Sebuah  perkara yang sudah masuk pengadilan tidak bisa dialihkan  atau diambil  alih oleh KPK.  Terus terang, kepolisian tidak menunjukkan  keseriusan  menangani kasus Gayus. Misalnya saja, kasus beberapa perwira tinggi   Polri yang disebut-sebut menerima suap dari Gayus sampai sekarang tidak  jelas  kelanjutannya. Karena itu, rakyat tidak sabar menunggu janji  Busyro saat uji  kelayakan dan kepatutan untuk mengambil alih kasus  Gayus tersebut. 
Hanya Setahun
Memang  mantan Ketua Komisi Yudisial ini tidak memiliki banyak  waktu karena  masa jabatannya tidak lebih dari setahun, sesuai dengan keputusan  Dewan  Perwakilan Rakyat. Waktu setahun, bahkan kurang, tentu sangat sempit  untuk  seorang pemimpin lembaga antikorupsi melaksanakan  program-programnya. Normalnya,  masa jabatan pimpinan KPK adalah empat  tahun. Namun, DPR telah memutuskan bahwa  Busyro hanya melanjutkan masa  jabatan yang ditinggalkan oleh Antasari Azhar,  yang dipidana karena  kasus pembunuhan. Putusan DPR tentang masa jabatan Busyro  itu memang  mengundang tanggapan pro dan kontra. 
Tim  seleksi pimpinan KPK pun sebelumnya mengusulkan masa  jabatan pemimpin  baru empat tahun. Kontroversi itu masih berlanjut. Bersamaan  dengan  pelantikan Busyro kemarin, sejumlah organisasi sipil mengajukan judicial   review (uji materi) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK  Pasal 33 dan  34 yang mengatur masa jabatan pimpinan KPK. Pihak-pihak  yang mengajukan uji  materi itu antara lain Indonesia Corruption Watch  (ICW), Yayasan Lembaga Bantuan  Hukum (YLBHI), Ardisal (Lembaga Bantuan  Hukum Padang), Feri Amsari (Dosen Hukum  Universitas Andalas Padang),  Teten Masduki (Sekretaris Jenderal Transparansi  Internasional  Indonesia), Zaenal Arifin Mochtar Husein (Dosen Hukum Universitas   Gadjah Mada Yogyakarta).
Para pemohon  meminta Mahkamah Konstitusi menangguhkan masa  jabatan pimpinan KPK  terpilih hingga MK menafsirkan kedua pasal yang diajukan.  Pemohon juga  meminta MK mengeluarkan putusan provisi yang meminta Presiden  Susilo  Bambang Yudhoyono tidak mencantumkan masa jabatan Busyro dalam Keputusan   Presiden pengangkatannya sampai ada tafsir MK mengenai pasal tersebut.  Menurut  mereka, DPR tidak berwenang menentukan masa jabatan pengganti  pimpinan KPK.  Mereka menilai DPR keliru menafsirkan masa jabatan  pimpinan KPK berdasarkan  mekanisme pergantian antarwaktu dengan mengacu  pada Pasal 34 dan Pasal 21 ayat  (5) Undang-Undang KPK. Bilai MK  mengabulkan permohonan uji materi tersebut, maka  masa jabatan Busyro  sebagai Ketua KPK terpilih adalah empat tahun, dan semua  pihak harus  menerimanya. 
Kalau itu terjadi, Busyro  akan lebih leluasa bekerja. Tentu  persoalan yang dihadapi Busyro bukan  hanya soal waktu yang terbatas, tapi juga  kondisi dan kinerja Komisi  Pemberantasan Korupsi yang sedang melemah. Lembaga  yang cukup disegani  dalam pemberantasan korupsi ini meredup sejak sejumlah  pimpinannya  terjerat kasus hukum. Setelah Antasari Azhar dinyatakan terlibat   pembunuhan, dua orang Wakil Ketua KPK yakni Bibit Samad Rianto dan  Chandra M  Hamzah dijerat dengan kasus suap atau pemerasan. Hingga kini  kasus Bibit dan  Chandra belum selesai. Setelah Kejaksaan mengeluarkan  Surat Perintah Penghentian  Perkara (SP3) atas kasus Bibit-Chandra,  Pengadilan Negeri Jakarta Selatan  membatalkan dihentikan SP3 itu  berdasar gugatan yang diajukan oleh pengusaha  Anggodo Widjojo. 
Kejaksaan  kemudian mengeluarkan deponeering, tapi masih  menggantung. Melihat  kondisi tersebut, tugas Busyro tidaklah ringan. Apalagi ada  sejumlah  kasus besar di depan mata yang harus dituntaskan oleh KPK. Di antaranya   kasus suap pemilihan Deputi Gubernur, kasus korupsi pengadaan pemadam  kebakaran,  kasus Bank Century, dan yang terbaru dugaan suap di MK. Kita  berharap Busyro  bisa menjalankan amanah di tangannya dan memenuhi  ekspektasi publik dalam  pemberantasan koruspsi. 
Rekam  jejaknya dan kinerjanya yang cukup bagus selama menjadi  Ketua Komisi  Yudisial hendaknya tetap dipertahankan dan ditingkatkan dalam  memimpin  KPK. Busyro harus sadar bahwa tantangan Ketua KPK tidak lebih ringan   daripada Ketua Komisi Yudisial. Posisinya sebagai panglima KPK yang baru  tentu  harus menjadi modal awal dalam membangun kinerja yang lebih baik  di KPK. Saat  ini kita memegang janji seorang Busyro yang tidak akan  pernah terikat dengan  deal-deal dengan kalangan istana. Apakah janji  itu akan terwujud, kita tunggu  saja realisasinya.
Penulis adalah Staf Peneliti CefInDeR, tinggal di  Medan.
Opini Analisa Daily 28 Desember 2010