24 Juni 2010

» Home » Lampung Post » Video Porno dan Degradasi Moral

Video Porno dan Degradasi Moral

Supendi
Mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP Unila, Redaktur Pelaksana UKPM Teknokra
Beragam respons masyarakat muncul setelah beredarnya video mesum mirip Ariel dan Luna Maya. Miris, tidak hanya kalangan dewasa, tetapi anak-anak yang melek media pun kena imbasnya.
Ini masalah pelik yang harus segera diselesaikan. Toh, kejadian ini terus berulang dengan pelaku yang berbeda. Tak hanya pelaku mesum yang kena hujat melainkan masyarakat pun ikut kena getahnya. Bukan tak mungkin, ini bisa mendorong meningkatnya perilaku amoral masyarakat. Bila sudah begini, bangsa ini tengah mengalami degradasi moral. Siapa yang salah?


Masalah moral tak lepas dari soal pendidikan. Ki Hajar Dewantara menyebut pendidikan yang menekankan pada aspek intelektual belaka hanya akan menjauhkan peserta didik dari masyarakatnya. Ungkapan sang tokoh pendidikan Indonesia ini patut kita cermati. Setidaknya petuah itulah yang kini didera insan dan sistem pendidikan kita. Orientasi pendidikan hanya pada aspek intelektualitas namun kurang memerhatikan aspek moral peserta didiknya.
Bila menilik kualitas pendidikan Indonesia dari aspek intelektual, bangsa Indonesia tak terlalu ketinggalan dari bangsa lain, bahkan patut disejajarkan dengan bangsa maju sekalipun. Hal ini tak berlebihan bila kita melihat berbagai kompetisi internasional yang berhasil diraih oleh pelajar dan mahasiswa Indonesia. Sebut saja pada ajang International Conference of Young Scientist (ICYS) ke-16 di Pszczyna, Polandia, 24-28 April 2009 lalu, pelajar Indonesia berhasil meraih juara umum, mengalahkan utusan negara maju lainnya.
Masalahnya sekarang, esensi pendidikan kita tak hanya berorientasi pada pendidikan intelektual semata, melainkan juga berfalsafah pada pendidikan moral peserta didiknya. Hal inilah yang kemudian terlupakan. Kualitas pendidikan intelektual peserta didik tak dibarengi dengan kualitas moral yang baik.Akibatnya banyak tingkah yang cerdas secara intelektual namun rusak secara moral.
Cerminannya dapat kita amati dari berbagai tingkah laku masyarakat yang menyimpang. Beredarnya video mesum tak lepas dari mengguritanya perilaku seks bebas di kalangan masyarakat khususnya kaula muda. Hal ini diperparah dengan laku mengonsumsi obat-obatan terlarang. Mirisnya, ini sudah menjadi hal tabu di kalangan remaja saat ini.
Inilah yang kemudian membuat miris bangsa ini. Kepercayaan masyarakat akan nilai-nilai pendidikan pun luntur hingga berakibat pada hilangnya motivasi untuk mengenyam pendidikan. Hal ini berujung pada tingginya jumlah pengangguran selain karena faktor utama yakni masalah minimnya pendapatan ekonomi masyarakat.
Pemerintah pun dibuat repot di samping memang sudah menjadi tanggung jawabnya untuk menyelenggarakan pendidikan bagi masyarakat. Bila sudah demikian, apa yang salah dengan sistem pendidikan kita? Bukankah bangsa ini punya cita-cita pendidikan yang luhur?
Untuk masalah ini, Ki Hajar Dewantara punya jawabannya. Dia berseloroh, pengembangan pendidikan yang terlalu menitikberatkan pada satu daya saja (aspek intelektual) belaka hanya akan menjauhkan peserta didik dari masyarakatnya. Lebih ringkas mungkin dapat dijelaskan dengan peribahasa “kacang lupa akan kulitnya”. Ini karena kecakapan intelektual peserta didik tak dibarengi oleh mental diri yang baik.
Lebih tegas Ki Hajar Dewantara menyatakan pendidikan yang hanya menekankan pada pengembangan daya cipta dan kurang memperhatikan pengembangan olah rasa dan karsa akan berbuntut pada terciptanya manusia yang kurang humanis atau tak manusiawi.
Bagi Ki Hajar Dewantara, para guru hendaknya menjadi pribadi yang bermutu dalam kepribadian dan kerohanian, baru kemudian menyediakan diri untuk menjadi pahlawan dan juga menyiapkan para peserta didik untuk menjadi pembela bangsa. Dengan kata lain, yang diutamakan sebagai pendidik adalah fungsinya sebagai figur keteladanan, baru kemudian sebagai fasilitator atau pengajar.
Kuncinya terletak pada kolaburasi intelektual dan rasa atau moralitas. Manusia tak dapat berkembang menjadi manusia yang humanis dan manusiawi tanpa dibekali oleh moralitas yang mampu mengantarkannya menjadi manusia yang mampu memanusiakan manusia. Kecakapan intelektualitas bila disandingkan dengan kecakapan moralitas bukan tak mungkin mampu mengantarkan bangsa ini menjadi bangsa yang maju dan dihormati.

Opini Lampung Post 25 Juni 2010