Dugaan semua pihak bahwa koalisi yang dibangun oleh Pemerintahan SBY-Boediono sangat rapuh di Parlemen ternyata memang benar adanya. Fraksi-fraksi yang dulunya sangat gemar lengket karena mengincar posisi menteri, ternyata memang tidak mampu diikat oleh jabatan yang telah dibagi-bagi tersebut. Ancaman reshuffle terbukti tidak mampu menahan partai-partai tertentu untuk tetap berada di jalur yang dikehendaki oleh Presiden SBY.
Hal ini setidaknya terlihat secara jelas di Paripurna DPR perihal hasil Pansus yang melakukan pengusutan terhadap mega skandal Bank Cenury. Koalisi yang dibangun oleh Presiden SBY ternyata sangat mudah porak-poranda. Secara mayoritas, Opsi C yang menegaskan bahwa kebijakan pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dan Penyertaan Modal Sementara (PMS) atau bailout kepada Bank Century telah melanggar begitu banyak aturan hukum, terpilih menjadi putusan paripurna. Pilihan itu termasuk diambil oleh beberapa partai yang menjadi anggota koalisi di Pemerintahan.
Tentu saja semua sadar bahwa proses penanganan bagi megaskandal Century belum berakhir. Tetapi, tidak sedikit yang menduga, bahwa jangan-jangan hasil tersebut sudah merupakan gambaran akhir dari pertarungan politis yang mengiringi ujung proses penyelidikan kasus Century. Benarkah demikian?
Rasanya, terlalu berlebihan untuk mengatakan bahwa perkara pertarungan politik di wilayah ini telah berakhir. Juga terlalu prematur untuk mengatakan bahwa tekanan politik sudah menguap seiring masuknya perkara ini ke wilayah hukum.
Memang, Opsi C yang menjadi opsi terpilih mencantumkan rekomendasi perbaikan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pengelolaan sektor moneter dan fiskal. Hal ini berarti, reformasi aturan menuju ke perbaikan akan dilakukan. Setidaknya, dapat menjadi koridor penyelesaian secara hukum melalui proses legislasi akan dilakukan. Harapannya, tentu saja melalui perbaikan legislasi ini peluang terjadinya kejadian serupa akan diminimalisir.
Bukan hanya itu, juga ada rekomendasi penegakan hukum yang meminta agar seluruh penyimpangan yang berindikasi perbuatan melawan hukum, baik yang merupakan tindak pidana korupsi, tindak pidana perbankan, dan tindak pidana umum, berikut pihak-pihak yang diduga bertanggungjawab agar diserahkan kepada lembaga penegak hukum. Yaitu ke Kepolisian, Kejaksaan, dan KPK sesuai dengan kewenangannya masing-masing. Hal yang telah menunjukkan bahwa di ujung dari proses proses politik di pansus, maka akan dilakukan penegakan hukum dengan membawa ke lembaga-lembaga yang berwenang. Harapan publik agar proses politik segera bersalin rupa ke proses hukum, sedikit banyak, telah terpenuhi.
Namun, ada juga rekomendasi perihal pembentukan tim pengawas tindak lanjut rekomendasi panitia angket Bank Century oleh DPR. Tim ini kemungkinan besar akan beranggotakan fraksi-fraksi yang bertarung di Pansus maupun di Paripurna. Hal yang tentunya akan kembali merupakan pertarungan politis. Bukan hanya sampai di situ. Karena setelah DPR membentuk tim pengawas ini, maka tim ini akan berjuang dan memonitor pelaksanaan rekomendasi DPR, termasuk rekomendasi penegakan hukum. Dapat dibayangkan, upaya untuk memonitor Kejaksaan dan Kepolisian akan membuka kemungkinan untuk menemui tantangan mengingat Kejaksaan dan Kepolisian berada di ‘ketiak’ Presiden SBY yang pada saat yang sama berada pada posisi diametral pada hasil rekomendasi Pansus.
Yang paling ditakutkan tentunya adalah terciptanya pertarungan politik yang meluas ke wilayah penegakan hukum. Jika pada proses pansus pertarungan politik terjadi sangat kencang di dalam ruang-ruang sidang DPR, maka dengan hasil rekomendasi ini akan membuka peluang terjadinya migrasi pertarungan politik. Bukan lagi hanya terjadi di ruang politis DPR tetapi juga akan beralih ke wilayah ruang-ruang hukum.
Pertarungan politis bisa beralih ke ruang-ruang Kejaksaan dan Kepolisian. Bahkan, dalam scoupe tertentu juga berpeluang terjadi di KPK. Paling tidak, indikasi tarik ulur penolakan Perppu pelaksana tugas KPK dan penggantian pimpinan sementara KPK akan berpeluang menjadi kuda liar dalam upaya mendorong penegakan hukum untuk mega skandal Bank Century, yang juga berarti dapat mengganggu proses penegakan hukum. Dan biasanya, dalam potret saling-silang antara hukum dan politik akan membuka peluang penyelesaian out of court settlement.
Blessing in disguise
Tetapi ada satu hal menarik yang dapat menjadi blessing in disguise dari terbukanya kemungkinan pertarungan politik yang akan makin melebar ini. Yaitu, melalui pertarungan politik yang makin melebar, maka akan semakin membuka peluang terbukanya 'kotak pandora' kejahatan-kejahatan lain di negeri ini.
Harus kita akui, tanpa membahananya perkara Century, maka kita kemungkinan besar tidak akan disuguhi data-data perihal pengemplang pajak. Kita juga belum tentu mendapatkan suguhan data hibah salah seorang pejabat negara yang luar biasa besarnya, atau LC fiktif yang dilakukan seseorang, ataupun berbagai dugaan lainnya yang terbuka mengiringi upaya penyelesaian Bank Century. Karenanya, inilah blessing in disguise-nya. Kita tentunya sangat berharap, dengan semakin intens penanganan megaskandal Bank Century, berbagai kejahatan lainnya juga dibongkar. Politisasi pemberantasan korupsi dalam bentuk yang seperti ini, akan menghasilkan keuntungan besar bagi gerakan pemberantasan korupsi.
Perpanjangan pertarungan politik dapat digunakan untuk membongkar banyak perkara lain sepanjang publik dapat disadarkan untuk tetap berpikir pada beberapa penekanan penting yakni jangan sampai larut pada isu politisasinya, tetapi tetaplah istiqomah pada jalur perilaku koruptifnya. Catat dengan sungguh-sungguh berbagai kejahatan yang ada tersebut. Sehingga, mereka yang bersalah harus dapat diberi ruang pertanggungjawaban secara hukum.
Dorong dan awasi
Artinya, babak baru akan terbuka setelah final di paripurna DPR. Babak baru yang menentukan perjalanan penanganan megaskandal Bank Century, sekaligus menentukan arah penegakan hukum dan pemberantasan korupsi di negeri ini. Babak baru yang cenderung akan melebarkan ruang pertarungan politik ke berbagai ranah lain, terkhusus ke ranah pemberantasan korupsi.
Tetapi memang itulah yang harus dilakukan di tengah buruknya penegakan hukum dan pentingnya untuk mengawasi pelaksanaan rekomendasi penyelesaian megaskandal yang spektrumnya sangat luas. Kata kuncinya boleh jadi adalah dorong namun pada saat yang sama harus dilakukan pengawasan yang ekstra ketat.
Sembari mendorong keberadaan tim pengawas, pengawasan tetap saja sangat penting dilakukan agar tim ini tidak menjadi sarang baru pola penyelesaian politik di megaskandal Bank Century. Pada saat yang sama, penting untuk menjaga lembaga-lembaga penegakan hukum ini tetap pada jalurnya. Badai tekanan terhadap KPK, Kejaksaan dan Kepolisian akan sangat mungkin terjadi. Publik harus bersatu dan bersama untuk mengawal dan menghindari kemungkinan terjadinya win-win solution dengan menggunakan lembaga-lembaga penegak hukum.
Oleh karena itu, desakan publik juga harus dilakukan untuk meminta pelaksanaan sesegera mungkin pelaksanaan penegakan hukumnya. Karena dengan adanya penegakan hukum yang tepat dan jelas dari lembaga hukum, menjadi satu-satunya barometer yang mungkin untuk mengatakan bahwa migrasi pertarungan politik telak dilakukan secara hukum, dan bukan secara politis.
Oleh Zainal Arifin Mochtar Pengajar Ilmu Hukum dan Direktur PuKAT Korupsi FH UGM Yogyakarta
Opini Media Indonesia 05 Maret 2010