09 Mei 2010

» Home » Suara Merdeka » Berbahagialah Bu Ani...

Berbahagialah Bu Ani...

SRI Mulyani Indrawati akhirnya mundur dari kursi menteri keuangan dan pindah pos menjadi salah satu direktur pelaksana di Bank Dunia. Bu Ani, panggilan akrabnya, tentunya merasa bahagia dengan tugas barunya karena bekerja di lembaga keuangan tingkat dunia yang sangat berpengaruh.

Sesungguhnya kasus Sri Mulyani ini apakah menggambarkan bagaimana seseorang yang di luar negeri begitu dihormati karena pemikiran dan aplikasinya, tetapi begitu dipakai di Indonesia babak belur karena berkelindan dengan masalah yang demikian kompleks, baik tersangkut masalah hukum, politik, budaya dan faktor lain.

Kita masih ingat bagaimana Soemitro Djojohadikusumo yang mendapat julukan begawan ekonomi Indonesia, kurang berhasil dengan resep-resep ekonominya di Indonesia tetapi mendapat nama yang gemilang di negara jiran Malaysia.


Kasus sebaliknya justru terjadi, di mana keberhasilan Muhamad Yunus meraih hadiah Nobel Perdamaian karena selama beberapa waktu mempelajari mekanisme kredit bergulir di BRI dan sangat sukses diterapkan di perdesaan Bangladesh, akan tetapi sekarang ini wujud kredit bergulir justru mengalami kemerosotan di Indonesia.

Paling tidak ada  beberapa faktor mengapa Sri Mulyani dan kawan-kawan kesulitan mengaplikasikan teorinya di Indonesia, dan mengapa sebaliknya ada orang yang belajar dari Indonesia sukses diterapkan di mancanegara.
Modal Sosial Pertama, berkaitan dengan modal sosial  di Indonesia yangh mengalami penurunan drastis karena melemahnya rasa nasionalisme dan kebangsaan yang tersekat dalam kepentingan pribadi dan kelompok sehingga rasa kepercayaan secara umum mengalami penurunan.

Faktor kedua, adalah lemahnya kerangka kelembagaan di Indonesia. Douglas North mendefinisikan kerangka kelembagaan sebagai keseluruhan aturan main di suatu masyarakat, atau secara lebih formal, batasan-batasan yang diciptakan manusia sendiri untuk membentuk atau mengatur interaksi antarmanusia. Faisal Basri (2009) membagi kerangka kelembagaan menjadi dua, yaitu kerangka kelembagaan ekonomi dan nonekonomi.

Kerangka kelembagaan ekonomi adalah  berbagai aturan di bidang ekonomi beserta segenap aparat pelaksananya, yang semula dianggap paling berperan menentukan kemajuan suatu negara, tetapi kadang justru nonekonomi yang lebih berperan.

Nah, aturan main di Indonesia begitu lemahnya, karena pelanggaran terhadap hukum yang berlaku dapat diloloskan karena tingginya angka korupsi di Indonesia. Kedua faktor tersebut adalah berkaitan dengan makin terbukanya ekonomi Indonesia karena cenderung menganut pasar bebas.

Sekiranya kepindahan Sri Mulyani menjadi direktur pelaksana Bank Dunia begitu saja dilepaskan tanpa kejelasan kasus hukumnya maka alamat makin runyamnya kondisi di Indonesia. Faktor-faktor nonekonomi yang terkadang dikesampingkan dalam menyoroti suatu keadaan ekonomi, akan berbalik begitu menentukan masa depan Indonesia.

Nama-nama pengganti Sri Mulyani telah muncul dan siapa yang menggantikan tentunya diharapkan lebih baik lagi. Tetapi bagaimana kinerja menteri keuangan ke depan banyak bergantung pada sistem yang dapat berubah menjadi makin baik atau tidak.

Kehebatan Bu Ani tidak diragukan seperti pada 2006 menjadi menkeu terbaik versi Emerging Markets, wanita paling berpengaruh ke-23 di dunia versi Forbes tahun 2008, dan wanita paling berpengaruh ke-2 di Indonesia versi Globe Asia Oktober 2007. Namun  prestasi tersebut menjadi kurang berarti karena keterkaitannya dalam  masalah Bank Century.

Meskipun Bu Ani kontroversial untuk menjabat menkeu karena resistensi berbagai golongan, di Depkeu dia berhasil membuat gebrakan. Di antaranya  mereformasi birokrasi dan melarang pejabat setingkat eselon I rangkap jabatan komisaris BUMN untuk menghindari konflik kepentingan. Belum lagi remunerasi tinggi pegawai Depkeu meski dikotori oleh merebaknya makelar kasus perpajakan.

Ujian terakhir bagi Sri Mulyani dan pemerintah Indonesia, adalah terkait dengan stigma lembaga internasional sebagai agen negara maju untuk memerangkap negara berkembang, terlebih yang kaya sumber daya alamnya.

Sri yang bekerja di Bank Dunia dan orang Indonesia, apa benar dapat membawa kepentingan negaranya menuju kemajuan di masa depan di mana kesejahteraan dan keadilan menjadi indikator utama.

Jebakan utang luar negeri yang begitu memerangkap Indonesia, apakah akan dapat diperjuangkan oleh wanita Indonesia menjadi utang yang makin kecil, bahkan kalau dapat justru dihapuskan. Sekiranya Sri Mulyani tidak dapat melakukannya, maka benarlah  tuduhan orang bahwa ia neolib. (10)

— Purbayu Budi Santosa, guru besar FE Undip, peminat ekonomi kelembagaan


Wacana Suara Merdeka 10 Mei 2010