18 April 2010

» Home » Okezone » Susno, Bank Century, dan Markus

Susno, Bank Century, dan Markus

Dalam kurun waktu yang tidak terlalu lama, Susno Duadji telah menjelma menjadi dua pribadi yang dicitrakan secara kontras. Ketika menahan dua pejabat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Susno dimusuhi oleh banyak orang.

Susno dicitrakan sebagai polisi yang berseberangan dengan tuntutan adanya pemberantasan korupsi secara serius. Bahkan, ketika itu, Susno dikaitkan sebagai bagian dari kelompok yang berusaha menghalang- halangi penyelidikan dan penyidikan skandal Bank Century. Sebagian anggota masyarakat menilai, penahanan dua pejabat KPK itu merupakan bentuk penekanan-penekanan agar tidak mengusut skandal Bank Century secara tuntas.

Tidak lama setelah itu, Susno justru dipuji banyak orang, termasuk orang-orang yang sebelumnya mengecamnya. Di depan Pansus Bank Century, Susno secara terbuka memberikan informasi berkaitan dengan penanganan kasus Bank Century oleh polisi. Dari penjelasan itu terlihat betapa Susno berusaha membalik kesan publik tentang dirinya. Bahwa dia itu “bukan bagian” dari skenario untuk menutupi skandal Bank Century. Tidak berhenti sampai di situ.

Susno secara terbuka membuka adanya makelar kasus (markus) yang menyelimuti institusi penegakan hukum, khususnya di lingkungan kepolisian dan kejaksaan. Markus yang dibuka adalah yang berkaitan dengan kasus kongkalikong pegawai pajak Gayus Tambunan dengan sejumlah pembayar pajak dan penegak hukum.

Meskipun pada awalnya isu markus yang disebut Susno itu ditolak oleh institusi kepolisian, fakta di kemudian hari menunjukkan bahwa apa yang dikemukakan Susno itu benar adanya. Kasus Gayus Tambunan itu telah melibatkan orang-orang di kepolisian dan kejaksaan. Tidak menutup kemungkinan, kasus itu juga melibatkan para hakim yang menanganinya.

“Suara” Susno Duadji telah membelalakkan mata banyak orang bahwa markus yang sebelumnya bak bau kentut yang tidak kelihatan wujudnya itu memang benar adanya. Bahwa kongkalikong antara petugas pajak dengan pembayar pajak nakal itu bukan isapan jempol. Selama ini terdapat perkiraan bahwa ada puluhan triliun, bahkan lebih dari 100 triliun potensi pajak yang hilang atau tidak dapat direalisasikan.

Hal ini, di antaranya, disebabkan adanya praktik nakal antara petugas pajak dengan pembayar pajak. Melalui transaksi gelap, sejumlah wajib pajak tidak harus mengeluarkan uang yang seharusnya. Mereka cukup membayar sejumlah uang kepada petugas pajak. “Suara” Susno itu merupakan pintu masuk bagi upaya serius untuk memberantas berbagai kasus gelap, termasuk markus dan penggelapan pajak. Selama ini, upaya semacam itu tidak mudah dilakukan.

Resistensi dari kelompok-kelompok yang tidak menyukai upaya tersebut cukup besar. Buktinya, upaya serius untuk membangun pemerintahan yang bersih dalam satu dekade belakangan ini belum menampakkan hasil yang berarti. Begitu kuatnya arus resistensi itu lalu memunculkan pemikiran bahwa upaya memberantas korupsi dan kenakalan-kenakalan itu baru bisa dilakukan kalau terdapat usaha pemotongan kelompok aparat penyelenggara negara atau pergantian secara total.

Tanpa usaha demikian, pembersihan total terhadap lingkungan yang sudah begitu kotor itu sulit diwujudkan. Melalui “suara” Susno, dukungan publik terhadap upaya membangun pemerintahan yang bersih lebih kuat. Konsekuensinya, resistensi terhadap upaya ini juga memperoleh perlawanan dari publik. Upaya kepolisian untuk “menyudutkan” Susno, misalnya, tidak bisa secara mudah dilakukan karena saat ini Susno telah dicap sebagai bagian dari kelompok reformis, sedangkan kepolisian merupakan bagian dari lembaga yang harus direformasi.

Memang, saat ini resistensi semacam itu masih cukup besar. Terakhir adalah kasus penangkapan Susno oleh polisi di Bandara Soekarno-Hatta. Publik sontak “marah” dan memberikan dukungan kepada Susno. Konsekuensinya, kepolisian semakin tersudut posisinya. Susno pun “dilepas”. Manakala momentum suara publik itu terus dijaga dan semakin kencang dilakukan, upaya untuk membongkar aneka kebobrokan penyelenggara pemerintahan, termasuk markus, bisa dilakukan secara baik.Paling tidak, mereka yang terlibat di dalam markus akan tiarap untuk sementara.

Bagian dari Skenario?

Meskipun demikian, di balik “suara nyaring” Susno itu, terdapat kecurigaan bahwa apa yang dilakukannya itu sebagai bagian dari skenario untuk menutup kasus Bank Century. Seperti diketahui, DPR telah menyerukan para penegak hukum melakukan penyelidikan dan penyidikan lebih lanjut dan serius terhadap orang-orang atau pihak-pihak yang diduga terlibat di dalam skandal Bank Century.

Tugas itu, khususnya, dibebankan pada kepolisian, kejaksaan, dan KPK. Manakala kepolisian dan kejaksaan terlalu sibuk dengan kasus markus dan yang lain, dikhawatirkan kasus Bank Century akan tenggelam. Lebih-lebih kalau KPK juga terlibat di dalam penanganan markus dan sejumlah kasus lain yang tidak berkaitan dengan Bank Century. Secara sederhana, argumentasi itu memang masuk akal.

Yang menaruh perhatian terhadap kasus markus dan kasus-kasus lain bukan hanya tiga institusi penegakan hukum itu. Perhatian anggota masyarakat juga akan tertuju pada kasus-kasus itu. Konsekuensinya, proses penyelesaian skandal Bank Century, baik secara hukum maupun politik, akan berlangsung lebih lama. Meski demikian, membiarkan begitu saja kasus markus juga bukan tindakan yang bijak. Memang, kasus yang melibatkan Gayus itu tidak tergolong kecil kalau dibandingkan dengan skandal Bank Century.

Namun, ketika membukanya lebih serius, kasus penggelapan pajak bisa jadi jauh lebih besar dibandingkan dengan kasus Bank Century. Berdasarkan asumsi bahwa kehilangan pajak itu sekira Rp100 triliun, misalnya, kalau 30 persen di antaranya disebabkan kongkalikong antara wajib pajak dengan petugas pajak, berarti kasusnya itu lebih dari lima kali lipat kalau dibandingkan dengan kasus Bank Century.

Dalam situasi semacam itu, yang menjadi permasalahan bukan sekadar pada apakah kasus markus ini merupakan upaya meredam atau bahkan menutup kasus Bank Century? Yang lebih penting adalah bagaimana melakukan “penyuaraan” terus-menerus terhadap kasus-kasus yang ada itu. “Penyuaraan” ini sendiri bisa dilakukan oleh para elite reformis dan publik. Mereka akan menjadi kelompok penekan yang mendorong pemerintah untuk tetap concern dalam melakukan follow up terhadap kasus bailout Bank Century.

Kalau tidak, kekhawatiran pemunculan kasus markus akan meredam skandal Bank Century bakal menjadi kenyataan. Berdasarkan kasus-kasus yang “meledak” dan memperoleh perhatian serius, kita bisa melihat bahwa upaya untuk membongkar kasus korupsi dan kejahatan pejabat publik akan terjadi manakala disuarakan kalangan elite sendiri dan memperoleh dukungan meluas dari publik sebagai konsekuensi dari pemberitaan media. Strategi demikian bisa kita pakai untuk membongkar kasus-kasus yang lain. Semoga.(*)

Kacung Marijan
Guru Besar Ilmu Politik Universitas Airlangga

Opini Okezone 15 April 2010