09 Januari 2010

» Home » Republika » Gus Durisme

Gus Durisme

mam Addaruqutni
(Mantan Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah)

Al-Imam al-Syafe'ie adalah salah satu tokoh mazhab jumhur, baik dalam ilm ushul al-fiqh (metodologi hukum) maupun ilm al-fiqh al-Islamiy (hukum).

Nuansa pandangan dan pendapatnya sangat moderat dan cermat (ihtiyath). Eksperimentasi konsep pribumisasi Islam telah dilakukan melalui qaul qadeem (ketika di Irak) dan qaul jadeed (ketika di Mesir) mengenai kasus yang sama dengan pendapat yang berbeda.
Karena kealiman yang par-excellence itu, maka mazhab Syafe'ie banyak diikuti umat Islam (jumhur) di berbagai kawasan dan di Indonesia terutama kalangan Nahdlatul Ulama (NU). Dalam literatur, apa yang dikatakan al-Syafe'ie dinyatakan dengan qala al-Syafe'ie, sedangkan yang dikatakan oleh para pengikut dan fansnya dinyatakan dengan qala al-Syafe'ieya(h) yang secara prinsipil harus tetap dianggap sebagai di luar pandangan al-Syafe'ie sendiri.

Lantas apa kaitannya dengan Gus Dur, tokoh ulama pemikir dan praktisi Islam dengan segenap predikat yang layak dilekatkan padanya serta segala hormat yang menyertainya meski tidak jarang kontroversial?
Sebagai orang NU, Gus Dur secara fundamental adalah pengikut al-Syafe'ie terlepas dari corak yang terkesan liberal dan pragmatis dalam keberagamaannya. Kealiman (versatility) Gus Dur yang primus inter pares menyebabkannya sangat disegani bukan saja oleh tokoh-tokoh NU, bahkan lebih banyak lagi yang mengaku mengikuti (muqallid) meskipun belum pernah bertemu langsung.

Karena nuansa orisinal dan substanstif pandangan-pandangan beliau, maka apa yang terjadi pada al-Syafe'ie dalam konteks al-Syafe'ieya(h) sebagaimana tersebut di atas terjadi pula pada Gus Dur.

Tidak sedikit kiai, ulama NU, bahkan khalayak luar NU yang dalam pernyataannya menyandarkan pada Gus Dur. Di seputar inilah apa yang penulis maksudkan dengan Gus Durisme dan Gus Durianisme. Alhasil, Gus Dur, Gus Durisme, dan Gus Duriansime semuanya merupakan fenomena di masyarakat NU dan masyarakat Indonesia dewasa ini.

Gus Dur dan Gus Durisme
Sebagai orang yang mengenal Gus Dur langsung maupun tidak langsung semenjak tahun delapan puluhan ketika mahasiswa, penulis melihat Gus Dur memang pribadi yang luar biasa dalam berbagai hal. Tiga event yang penulis prakarsai bersama teman-teman aktivis Pemuda Muhammadiyah dihadiri oleh Gus Dur, baik sebelum menjadi presiden maupun ketika menjadi presiden. Di tahun 1998 masa Presiden Habibie, sebagai ketua umum PP Pemuda Muhammadiyah, saya memprakarsai Silaturahim Nasional Pemuda antar-Agama termasuk untuk kali pertama MATAKIN penulis undang dalam forum bersama sebagai kelompok agama di Indonesia. Hanya secara silaturahim tanpa surat permohonan saya mohon Gus Dur berkenan menjadi Keynote Speaker dalam forum ini. Beliau benar-benar hadir pada waktunya dan duduk dalam acara itu dari pukul 09.00 pagi sampai 13.00-an lewat tengah hari. Luar biasa! Kali yang lain, bersama Gus Ipul (Saifullah Yusuf) dan teman-teman, baik Pemuda Muhammadiyah maupun Ansor, menyelenggarakan pengajian bersama di halaman PP Muhammadiyah. Gus Dur pun hadir bersama Pak Amin Rais dan tokoh-tokoh lain di samping ribuan hadirin. Bagi penulis ini merupakan reuni akbar anak-anak KH Ahmad Dahlan dan KH Hasyim Asy'ari setelah orang tuanya berpisah dari pertemuannya ketika berguru pada guru yang sama di Makkah al-Mukarramah.

Luar Biasa! Kali ketiga adalah ketika sedang nonton pergelaran wayang kulit di ruang lobi gedung DPR tahun 2000-an, penulis mohon secara lisan tanpa surat permohonan kepada Presiden 'Gus Dur' untuk berkenan hadir pada acara pergelaran seni Pemuda Muhammadiyah di gedung Dewan Kesenian Jakarta besok malamnya. Gus Dur benar-benar hadir beserta Ibu Negara Shinta Nuriyah dengan protokol kepresidenan. Penulis tidak sedang mengagumi, tetapi lagi-lagi ini memang sangat luar biasa! Dan inilah Gus Dur, yang belum bisa saya banyangkan adakah tokoh pemimpin yang lain sepertinya. Konsistensi empati Gus Dur pada setiap yang ditimbang positif secara kemanusiaan dan religi melewati sekat-sekat suku, ras, afiliasi kultural, organisasi, dan agama benar-benar genuine dan original. Pernah pula penulis menerima surat dari beliau yang dikirim oleh utusannya berisi tulisan beliau tentang kedekatan Muhammadiyah dan NU didukung dengan kedekatan tokoh-tokoh penting kedua organisasi Islam besar ini semenjak awalnya.

Corak pluralis dan inklusif ini selanjutnya menjadi inti konstruk dari apa yang penulis sebut sebagai Gus Durisme dalam pemikiran, pemahaman, dan manifestasi keislamannya. Hal ini dimungkinkan setelah melalui proses rumit (elaborate) yang kurang lebih menyangkut pemahaman utuh ortodoksi (Alquran dan as-sunah) termasuk historisitasnya, aplikasi kaidah dasar konseptualisme Islam (qawa'id ushuliyyah), dan rasionalisme logis (mantiq) serta intensitas sosialisasi diri Gus Dur sendiri.

Gus Durianisme
Pribadi Gus Dur dan spektrum pemikirannya yang multidimensional adalah fenomena yang pada akhirnya menjadi magnet yang menggeliatkan berbagai kalangan secara inklusif dan mengkristal menjadi apa yang dapat disebut sebagai Gus Durian dan Gus Durianisme. Karena itu, Gus Dur merupakan tokoh sentrifugal dari NU untuk semua yang tidak bisa diklaim hanya milik NU atau untuk dan atas nama satu kelompok saja. Kenyataannya, aktualitas diri (manhaj al-suluk) seorang Gus Dur boleh dikatakan tidak jarang yang menyebal dari tradisi dan pakem NU. Sejalan dengan ini, dalam berbagai forum apa pun tidak jarang nama Gus Dur dan apa yang dikatakan termasuk lelucon khas Gur Dur pun dikutip dan dieksploitasi untuk konsumsi khalayak. Mereka adalah Gus Durian. Bahkan, ada kelompok yang secara ekstrem mengidolakan Gus Dur bukan saja pemikirannya, melainkan sampai pada tingkat semacam 'kultus' dikarenakan bagi mereka ini Gus Dur adalah infallible person. Apa yang dikatakan adalah kebenaran meski tak ternalar sekalipun. Mereka bahkan bisa berani mati atau barangkali apa pun harus dilakukan matia-matian untuk dan atas nama Gus Dur serta karena kecintaannya pada Gus Dur.

Opini Republika 9 Januari 2010