13 Desember 2011

» Home » 6 Desember 2011 » Okezone » Opini » Diplomasi Iklim Ambassador Canning

Diplomasi Iklim Ambassador Canning

Pada 1 Desember 2011 lalu, Harian Seputar Indonesia memuat opini mengenai perubahan iklim yang ditulis oleh Ambassador Mark Canning, Duta Besar Britania Raya (United Kingdom) untuk Indonesia. Opini ini cukup menarik baik dari segi substansi tulisan maupun di luar substansi tulisan. 

Bahasa Indonesia


Dari aspek non-substansi, opini ini ditulis dalam bahasa Indonesia dan ditujukan untuk dimuat dalam koran berbahasa Indonesia; bukan dalam bahasa Inggris dan dikirim untuk koran Indonesia berbahasa Inggris. Belum diketahui apakah benar-benar Ambassador Canning yang menulis artikel tersebut secara mandiri dengan menggunakan bahasa Indonesia atau artikel tersebut ditulis terlebih dahulu oleh Canning dalam bahasa Inggris baru kemudian diterjemahkan menjadi bahasa Indonesia oleh pihak lain.

Ditulis sendiri atau diterjemahkan, paling tidak ada dua hal yang dapat kita diskusikan. Pertama, Britania Raya, melalui Canning tengah mencoba untuk memperluas jangkauan hubungan diplomasinya di Indonesia. Penduduk Indonesia sudah dapat dipastikan jauh lebih menguasai bahasa Indonesia dibandingkan dengan penguasaan bahasa Inggris. Penguasaan bahasa Inggris secara mumpuni di Indonesia dapat dikatakan masih terbatas pada kalangan tertentu saja. Oleh karena itu, penulisan dengan menggunakan bahasa Indonesia berpotensi menjangkau lebih banyak kalangan di Indonesia dibandingan dengan menulis dengan bahasa Inggris. Kedua, opini berbahasa Indonesia yang ditulis Canning telah menunjukan sikap yang secara implisit, baik disengaja ataupun tidak, memberikan suatu penghargaan dan pendukungan terhadap bahasa Indonesia sebagai salah satu bahasa yang memiliki potensi untuk mendunia. Perlu diingat, penulisan opini ini dilakukan oleh seorang pejabat tinggi salah satu negara terkuat di dunia. Kebiasaan menulis dengan bahasa Indonesia oleh pejabat asing akan membuat bahasa Indonesia akan semakin dikenal dengan harapan dapat diminati dan dikuasai oleh bangsa lain. 

Dana Iklim Hijau

    
Tulisan Ambassador Canning dengan judul “Mengapa Negosiasi Perubahan Iklim Penting?” dapat dikatakan secara khusus diperuntukan dalam rangka menyambut perundingan perubahan iklim global pada perundingan ke-17 dari Konferensi Para Pihak (COP) yang diadakan di Durban, Afrika Selatan mulai tanggal 28 November – 9 Desember 2011. Canning memuji komitmen ambisius Pemerintah Indonesia mengenai penanganan perubahan iklim. Dalam berbagai forum nasional maupun internasional, Presiden SBY dan para menteri terkait memang sering kali mengucapkan komitmen ambisius untuk menurunkan emisi gas rumah kaca Indonesia pada tahun 2020 sebesar 26% dengan upaya sendiri atau sampai dengan 41% apabila didukung oleh dunia internasional dalam rangka mitigasi terhadap perubahan iklim global. Indonesia juga telah melengkapi diri dengan menciptakan sejumlah peraturan perundang-undangan yang mendukung mitigasi perubahan iklim di Indonesia. Bahkan Indonesia merupakan salah satu negara pertama di dunia yang memiliki peraturan hukum mengenai mitigasi melalui pengurangan emisi dengan mengurangi deforestasi dan degradasi hutan (REDD-plus).

Di dalam tulisannya, Ambassador Canning berbicara masalah Dana Iklim Hijau atau Green Climate Fund. Dana Iklim Hijau diharapkan dapat mulai mengumpulkan 100 miliar dolar mulai pada tahun 2012 untuk kepentingan kegiatan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di negara berkembang. Canning menekankan pentingnya peran dari negara maju termasuk Britania Raya untuk berkomitmen dalam mendukung penggalangan dana tersebut.
 
Saat ini Indonesia dirasa masih kurang ambil bagian dalam proses pembentukan Dana Iklim Hijau. Pada bulan April 2011 lalu, Indonesia tidak masuk dalam daftar anggota Komite Transisi Dana Iklim Hijau. Indonesia merupakan negara satu-satunya di dalam lima besar negara berpenduduk terbesar di dunia (China, India, Amerika Serikat, Indonesia dan Brasil) yang tidak memilki perwakilan di anggota Komite Transisi Dana Iklim Hijau. Sempat ada dugaan, Indonesia sengaja mengalah untuk tidak menjadi anggota Komite Transisi Dana Iklim Hijau dengan harapan Indonesia dapat menaruh perwakilannya dalam anggota Dana Iklim Hijau dengan dukungan dari negara Asia. Namun sampai sekarang hasil dari harapan Indonesia tersebut masih belum jelas wujudnya. 

Memang betul, Suzanty Sitorus yang mewakili Pemerintah Indonesia telah dipercaya untuk menjabat sebagai co-facilitator dalam perundingan mengenai Dana Iklim Hijau di dalam perundingan perubahan iklim di Panama beberapa bulan lalu (Ad Hoc Working Group on Long-term Cooperative Action). Namun hal ini dirasa masih tidak cukup. Keterlibatan Indonesia mewakili penduduknya yang berjumlah besar dirasa penting. Apalagi apabila kita mengingat Indonesia merupakan salah satu negara yang rentan terhadap dampak perubahan iklim. Dengan menjadi anggota Dana Iklim Hijau, maka Indonesia dapat berperan dalam menentukan dalam bentuk apa dan bagaimana proses pemberian Dana Iklim Hijau disalurkan kepada negara berkembang. Keterlibatan Indonesia akan membuka peluang hibah dana mitigasi dan adaptasi perubahan iklim bagi Indonesia sendiri maupun negara berkembang lainya.

Saat ini Britania Raya merupakan salah satu anggota Komite Transisi Dana Iklim Hijau sekaligus sebagai salah satu negara maju yang mendukung mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di negara berkembang. Apabila Indonesia gagal menjadi anggota Dana Iklim Hijau, sangat diharapkan Britania Raya dan negara maju lainnya setia menjunjung tinggi prinsip “Tanggung Jawab Bersama yang Dibedakan” (Common but Differentiated Responsibilities) sebagai prinsip penting yang telah disepakati dalam Konvensi Kerangka Kerja PBB mengenai Perubahan Iklim tahun 1992 (UNFCCC). Britania Raya sebagai anggota Komite Transisi Dana Iklim Hijau dan apabila menjadi anggota Dana Iklim Hijau diharapkan dapat mengwujudkan penghormatan pada prinsip tersebut dengan mengusahakan bentuk pemberian dana dari Dana Iklim Hijau kepada negara berkembang diberikan dalam bentuk hibah bukan dengan utang. Semoga Ambassador Canning dapat memperjuangkannya. 

Handa S. Abidin, S.H., LL.M.
Peneliti Hukum Perubahan Iklim Internasional dan Kandidat Ph.D. dari Edinburgh Law School

Opini Okezone 6 Desember 2011