KONON dunia mulai teracuni asap tembakau saat penduduk asli Amerika, yaitu suku Maya, Aztec, dan Inca menghisap tembakau pipa atau mengunyah tembakau pada tahun 1000 SM. Seiring dengan perkembangan zaman, sampailah bentuk rokok seperti sekarang, yakni sejumput tembakau dilinting dilapisi dengan kertas yang kemudian disebut rokok.
Tahun 2000 - 2003 produksi rokok Indonesia menurun dari 213 miliar batang menjadi 173 miliar (turun 18,7%). Namun, sejak 2004 hingga 2008 pertumbuhan rokok sangat besar, dari 194 miliar menjadi 230 miliar batang (naik 18,6%).
Hasil laporan WHO 2008 dengan statistik jumlah perokok 1,35 miliar orang menyebutkan urutan 10 besar negara dengan jumlah penduduk perokok. ‘’Juaranya’’ adalah China 390 juta, disusul India 144 juta, Indonesia 65 juta, Rusia 61 juta, Amerika Serikat 58 juta, Jepang 49 juta, Brazil 24 juta, Bangladesh 23,3 juta, Jerman 22,3 juta, dan Turki 21,5 juta perokok.
Dari data jumlah perokok di negara kita, bila diuangkan maka kurang lebih Rp 100 triliun dana masyarakat dikeluarkan hanya untuk membeli rokok. Dari pangsa pasar yang begitu besar di negeri ini, maka perusahaan rokok menjadi salah satu sumber bisnis yang bermata dua. Di satu sisi terkait penerimaan cukai, di sisi lain timbulnya dampak negatif kesehatan masyarakat.
Dari sisi jumlah penduduk, Indonesia berada di posisi ke-4 setelah China, India, dan Amerika Serikat. Berbeda dari jumlah perokok Amerika yang cenderung menurun, jumlah perokok Indonesia justru bertambah dalam 9 tahun terakhir ini.
Selain itu ”kontribusi’’ asap rokok dari ibu-ibu pun menambah pengapnya udara bumi kita seperti yang disampaikan Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Depkes pada 2009 yang menyebutkan bahwa jumlah perokok pria cenderung stabil, tapi wanita meningkat lima kali lebih banyak.
Sebelumnya, hanya pria yang ‘’pantas’’ dan ‘’boleh’’ merokok dan perempuan ditabukan, tidak pantas.
Namun, anggapan tersebut tidak berlaku lagi pada masa sekarang. Perempuan merokok bukan lagi suatu hal yang tabu, bahkan tuntutan gengsi? Meningkatnya jumlah wanita perokok disebutkan oleh ahli antropologi medis dari Universitas of Colorado, Boulder, Lueya C Cargill BSN RN MA.
Hari ini, 31 Mei 2010, masyarakat dunia memperingati Hari Tanpa Tembakau Sedunia. WHO memilih tema ”Gender and Tobacco with an Emphasis on Marketing to Woman”. Tema itu sungguh tepat karena mengedepankan perhatian akan adanya fenomena baru, yakni gaya hidup remaja putri dan kaum ibu, yang berpacu dengan pria dalam hal merokok.
Tak Mau Ketinggalan
Fakta itu membuat masyarakat dunia bertambah gerah tatkala saat ini melihat gaya dan pesonanya. Wanita tak mau ketinggalan dari pria, yaitu menjepit rokok di jarinya yang lentik, menyelipkannya di antara bibir atas dan bawah yang merah merekah, mengepulkan asap rokok menambah asap rokok dunia makin pekat.
Manakala seorang pria, utamanya wanita, merokok di tengah keluarga atau tempat umum, sejatinya dia tidak merokok sendirian. Sekelompok orang ataupun anggota keluarga yang tak berdosa di sekelilingnya ”dipaksa” menjadi perokok pasif lantaran menghirup kepulan asap. Celakanya perokok pasif justru lebih berisiko terkena penyakit yang disebabkan oleh asap rokok.
Kesehatan adalah salah satu hak asasi manusia, yakni hak yang melekat pada diri setiap manusia sejak dilahirkan, berlaku seumur hidup, dan tidak dapat diganggu gugat siapapun. Janin yang akan lahir pun memiliki hak mendapatkan tempat tumbuh dan berkembang yang nyaman, bersih, dan sehat. Ibu hamil yang merokok akan mengganggu janin, tentu telah melanggar hak sang janin, dan bisa disebut si ibu mengedepankan egoismenya. Jika sang anak lahir dengan berbagai kekurangan secara fisik akibat ibu merokok, siapa yang dipersalahkan?
Selain sebagai lambang kecantikan, perempuan juga merupakan makhluk manusia yang luar biasa karena diberi amanah anugerah penerus generasi bangsa. Dari rahim perempuanlah lahir para kalifah. Perempuan berperan penting dalam keberlangsungan peradaban manusia. Semoga peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia 2010 bisa menjadi momemtum bagi ibu-ibu untuk mengubah perilakunya: bangkit dari lilitan kecanduan merokok, serta berhenti merokok demi kesehatan diri dan keturunannya.
Saat ini, siapapun Anda, pria ataupun wanita, bisa berkonsultasi di Klinik Berhenti Merokok di Balai Kesehatan Paru Masyarakat, yang terdekat, untuk mengubah perilaku senang merokok. (10)
— Saifuddin Ali Anwar, dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat Unimus, alumnus program S3 Fakultas Kedokteran Undip
Wacana Suara Merdeka 31 Mei 2010