06 Februari 2010

» Home » Suara Merdeka » Titian Peradaban Menuju Cerdas

Titian Peradaban Menuju Cerdas

PERADABAN suatu bangsa itu dicirikan oleh masyarakat yang cerdas, baik dalam intelektual maupun emosional. Kuncinya adalah senang membaca buku.

Membaca merupakan elemen terpenting untuk mewujudkan kecerdasan seseorang. Apabila setiap individu cerdas, maka masyarakatnya juga cerdas, sehingga kualitas bangsanya menjadi baik.

Dalam percaturan dunia, Indonesia masih ketinggalan dalam berbagai hal, terutama pengembangan inovasi teknologi. Salah satu penyebabnya adalah karena literasi masyarakat akan bahan bacaan yang masih sangat rendah.


Literasi itu merupakan kunci peningkatan kapasitas seseorang yang dapat memberikan banyak manfaat sosial dan partisipasi aktif warga negara.

Padahal upaya pemerintah menyampaikan pesan-pesan tentang pentingnya membaca sudah digemborkan di seantero masyarakat Indonesia beberapa tahun yang lalu. Untuk mendukung kegiatan menggalakkan minat baca masyarakat juga pernah dibentuk berbagai macam program.

Misalnya Gerakan Membaca Nasional (GMN) yang diresmikan oleh Presiden Megawati Soekarnoputri pada tahun 2003, kemudian Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) juga mencanangkan gerakan Gemar Membaca Koran (GMK) secara nasional yang bertepatan dengan puncak peringatan Hari Pers Nasional (HPN) 2008. Bahkan 7 Mei sudah ditetapkan sebagai Hari Baca Nasional..

Namun semua upaya pemerintah tersebut hasilnya belum mencapai target. Kondisi semacam ini mengindikasikan bahwa untuk menjadi negara maju masih sangat jauh.

Bagaimana tidak? Dalam persaingan global saat ini dan munculnya berbagai masalah sosial, politik, ekonomi, kebudayaan, dan lainnya perlu masyarakat yang cerdas. Bagaimanapun jika selama masyarakat masih loyo dalam membaca, maka akan menjadi tidak kompetitif lagi.

Alasannya adalah karena kurangnya informasi, dan penguasaan ilmu pengetahuan, serta teknologi. Inilah biang keladi yang menjadi salah satu faktor penyebab dari lemahnya kemauan dan kemampuan membaca.

Untuk memenuhi kebutuhan membaca bagi masyarakat, maka tersedianya sarana prasarana untuk membaca sebagai sumber belajar merupakan indikator kecerdasan kehidupan bangsa. Sarana prasarana ini salah satunya adalah tersedianya perpustakaan di tengah-tengah masyarakat yang menyediakan buku, koran, majalah, dan berbagai bahan bacaan lainnya.

Perpustakaan harus bisa memberikan pelayanan yang optimal kepada masyarakat, menyediakan fasilitas lengkap, tempat nyaman, ataupun menyediakan pengelola yang kompeten di bidangnya.

Sampai sekarang minat baca masyarakat masih menyisakan tanda tanya besar. Coba lihat di sekeliling kita, apakah sering kita temui orang memanfaatkan waktu senggangnya untuk membaca? Misalnya di bus, kereta, pesawat, halte, dan di tempat yang lain.

Minat baca masih sesuatu yang sulit dibiasakan dan belum menjadi kebutuhan. Sebagian masyarakat Indonesia masih mengedepankan budaya ngobrol daripada membaca, maupun lebih senang menonton daripada membaca.

Menurut UNDP, angka buta huruf dewasa dijadikan sebagai barometer dalam mengukur kualitas suatu bangsa. Tinggi rendahnya indeks pembangunan manusia merupakan salah satu indikator untuk mengukur tinggi rendahnya minat baca masyarakat. Sementara indeks yang rendah akan ikut menentukan kualitas suatu bangsa itu juga rendah.

Berdasarkan laporan UNDP tahun 2009 dalam Human Development Report 2009, indeks pembangunan manusia berdasarkan angka buta huruf menunjukkan Indonesia menempati urutan ke-111 dari 182 negara yang dievaluasi.

Untuk kawasan ASEAN, peringkat Indonesia jauh tertinggal dibandingkan Singapura yang menduduki urutan ke-23, Brunei ke-30, Malaysia ke-66, Thailand ke-86, dan Filipina ke-105.

Mengapa pada tahun 2009 yang seharusnya meningkat, namun justru malah anjlok peringkatnya. Menghadapi kondisi ini, seharusnya dapat menjadikan bahan evaluasi bagi pemerintah untuk mengambil kebijakan dengan memulai gebrakan lagi.

Tidak bisa dimungkiri juga bahwa sistem pembelajaran di Indonesia belum optimal. Siswa dan mahasiswa hanya akan membaca jika disuruh ataupun diberi tugas. Akibatnya tidak ada kewajiban membaca jika tidak disuruh.

Seharusnya sistem pembelajaran harus dapat mengarahkan agar mereka senantiasa memperkaya literatur dengan memanfaatkan sumber belajar yang ada, misalnya perpustakaan.

Lalu juga kondisi perpustakaan yang masih sepi pengunjung. Padahal jumlah penduduk Indonesia sangat banyak dan hampir di setiap provinsi atau tingkat kabupaten/kota ada perpustakaannya. Hal ini  menunjukkan bahwa minat baca  masih sangat rendah bila dibandingkan dengan negara berkembang lainnya.

Saat ini, masyarakat sangat mudah sekali mendapatkan sarana untuk memperoleh berbagai macam bacaan. Bahkan perpustakaan dari jenis perpustakaan umum, khusus, sekolah, perguruan tinggi, sampai perpustakaan tempat ibadah saat ini juga sudah berkembang dengan beragam koleksi dan sudah dikelola dengan baik. Selain itu, berbagai taman bacaan masyarakat (TBM) banyak didirikan dan sangat variatif dalam menyediakan bacaan.(10)

— Endang Fatmawati, Pustakawan Berprestasi II Tingkat Nasional Tahun 2009 (versi Dikti)
Wacana Suara Merdeka 6 Februari 2010