25 September 2009

» Home » Suara Merdeka » DKJT bagai Buah Simalakama

DKJT bagai Buah Simalakama

MUSDA Dewan Kesenian Jawa Tengah ( DKJT) berlangsung 1-3 Februari 2008 di Hotel Bali Semarang. Selain untuk menetapkan program kerja, musyawarah daerah juga akan memilih pengurus baru.Tiga periode DKJT dipimpin oleh Prof Ir Eko Budihardjo MSc, agaknya membutuhkan penyegaran.

DKJT dibentuk 3 Agustus 1993 setelah terbitnya In-Mendagri No 5-A tentang Dewan Kesenian. Sebagai organisasi yang bagaikan ABG (anak baru gede - 15 tahun),memang tidak lepas dari pertanyaan dan gugatan dari kalangan seniman yang dikenal sebagai makhluk kritis.

Apakah DKJT telah berhasil menjalankan fungsi dan tugasnya selama ini? Harus diakui, kerja itu tidak optimal. Benarkah lembaga itu telah maksimal menggairahkan dan mengembangkan kesenian di Jateng? Menciptakan iklim kondusif bagi kehidupan kesenian? Mendorong tersedianya sarana dan prasarana kehidupan kesenian? Juga, meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap kesenian, serta menjembatani kepentingan seniman, masyarakat, dan pemerintah daerah?

Sesungguhnya keberadaan DKJT bagaikan buah simalakama. Di satu pihak, DKJT dibutuhkan guna memberikan masukan bagi Pemprov mengenai strategi kebudayaan (khususnya pembinaan dan pengembangan kesenian) ke depan.

Bagi seniman, DKJT dapat dijadikan sebagai "laboratorium" yang sekaligus "kawah candradimuka" untuk menempa kreativitasnya melalui berbagai kajian yang dilakukan oleh para pakar dan teman sejawat.

Tetapi di pihak lain, posisi DKJT tidak jelas karena dalam Peraturan Pemerintah No 25 / 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom ternyata tidak ada satu kata pun yang menyebut tentang pembinaan dan pengembangan kesenian.

Berbeda dengan olahraga, ada klausul: (a) pemberian dukungan untuk pembangunan sarana dan prasarana olahraga; (b) penetapan pedoman pemberdayaan masyarakat olahraga; dan (c) penetapan kebijakan dalam penentuan kegiatan-kegiatan olahraga nasional/internasional. Karena itu tak mengherankan, kalau sampai saat ini pemerintah provinsi, masyarakat (termasuk para senimannya) masih melihat dengan sebelah mata keberadaan DKJT.

Kita ingat bagaimana ketika pada awal pendiriannya tahun 1993 yang dirintis Bambang Sadono, Eko Budihardjo, Retmono, Abu Suud, Sardanto Cokrowinoto, Yudiono KS, Soetrisman, dan Djawahir Muhammad, DKJT harus berjalan tersendat-sendat dengan anggaran sangat minim.

Bahwa dari tahun ke tahun anggaran yang disediakan Pemprov Jateng selalu bertambah, tetapi jumlahnya tetap belum signifikan. Optimalisasi kinerja pengurus DKJT yang terpilih oleh musda nanti perlu dipacu dengan menampung berbagai "keinginan" seniman yang beraneka ragam. Debirokratisasi perlu selalu ditumbuhkembangkan agar tidak terkesan sebagai "birokrasi baru".

Posisi DKJT sebagai sebuah LSM yang dibentuk pemerintah dengan Perda sebagaimana KONI(Komite Olahraga Nasional Indonesia) dan PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) seharusnya menduduki posisi yang sama di "hati" pemprov dan masyarakat.

Meskipun olahraga kita selalu kalah pada tingkat nasional dan internasional, namun fasilitas pembinaan dan pengembangannya "sangat jauh" dibandingkan dengan DKJT.

Mahkluk Aneh

Seniman memang hari-hari ini bagaikan makhluk aneh di tengah zaman modern. Padahal sejak zaman penjajahan sampai pada era reformasi, keberadaannya selalu sebagai "ujung tombak". Posisinya sebagai pemikir tidak diragukan lagi. Sebagai contoh WR Supratman, Sutan Takdir Alisjahbana, Ki Hajar Dewantoro, Amir Hamzah, Chairil Anwar, Mochtar Lubis sampai pada Darmanto Jatman.

Sumbangan pemikiran mereka ikut menentukan arah bangsa Indonesia ke depan. Jawa Tengah kini memiliki seniman-seniman besar yang berkiprah di tingkat nasional maupun internasional, namun di daerahnya sendiri kurang mendapatkan perhatian.

Kita menyadari, bahwa penyadaran terhadap dekadensi moral dan etika tersebut dapat dilakukan melalui pendidikan moral keagamaan dan kesenian. Kesenian dapat dijadikan media penyadaran anak bangsa. Selama ini seniman tidak pernah diajak bicara untuk mengatasi krisis berkepanjangan.

Program kerja Pengurus DKJT periode 2008-2013 nanti tahun pertama perlu lebih menekankan pendataan kesenian (termasuk senimannya) se-Jawa Tengah guna menyusun database. Database ini akan sangat berguna untuk pembinaan dan pengembangan kesenian ke depan, karena selama ini DKJT, Taman Budaya , dan Subdin Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah tidak memiliki database kesenian dan senimannya.

Selain itu, DKJT perlu melakukan koordinasi dengan instani tersebut dan Dinas Pariwisata Provinsi Jawa Tengah agar pelaksanaan program kerjanya tidak tumpang tindih.

Program kerja apa yang dapat dilaksanakan bersama. Program kerja tahun kedua membangun jaringan kesenian pada tingkat lokal, regional, nasional, dan internasional.

Tahun ketiga melaksanakan pengembangan dan pemberdayaan sanggar dan kelompok seni di wilayah kerja. Tahun keempat pengembangan SDM seniman di Jawa Tengah. Sedangkan tahun kelima lebih ditekankan pada produksi seni.

DKJT selama ini diproyeksikan untuk mengayomi dan mewadahi pekerja dan atau karya seni dengan arah kebijakan yang jelas. Ini tentunya supaya tidak ada "kesesatan".

Baik itu "kesesatan" yang timbul dari kalangan seniman yang tidak berada dalam kekuatan dominan atau kesesatan yang dipicu oleh kekeliruan yang melembaga dalam tubuh lembaga pengayom seperti Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jateng, Dinas Pariwisata Jateng, UPTD Taman Budaya Jawa Tengah atau DKJT.

Jika kekeliruan bergulir dalam lembaga yang formal seperti Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jateng, Dinas Pariwisata Jateng, dan UPTD Taman Budaya Jawa Tengah , teknis evaluasinya sudah baku dan pelaku yang bergerak di dalamnya pun sudah permanen seperti lembaga atau dinas pemerintahan yang lain.

Tetapi bagaimana dengan kekeliruan yang terjadi dalam tubuh DKJT yang notabene juga merupakan lembaga yang akan memobilisasi kepentingan kesenian.(11)

Wacana : 01 Februari 2008
-- Gunoto Saparie, penyair dan Bendahara DKJT