30 Mei 2010

» Home » Suara Merdeka » Perang Wereng Batang Cokelat

Perang Wereng Batang Cokelat

Penggunaan pestisida yang kurang benar akan menyebabkan munculnya biotipe baru, yang mengakibatkan hama tersebut makin kebal terhadap insektisida

HAMA wereng batang cokelat (Nila varpata lugens), merupakan salah satu hama utama tanaman padi yang sangat merugikan petani, walaupun secara kumulatif luas serangan di Jateng relatif kecil yaitu di areal 5.871 ha tersebar di 27 kabupaten. Namun dibanding luas pertanaman padi, faktor keterpurukan petani akibat gagal panen patut mendapat perhatian. 

Saat ini keadaan seperti itu dialami petani di beberapa kecamatan di Kabupaten Klaten, antara lain Delanggu, Juwiring, dan Wonosari, dan juga di beberapa kabupaten di provinsi ini, banyak petani telah beberapa kali tanam padi mengalami gagal tanam akibat serangan hama wereng batang cokelat.  


Pemberantasan hama oleh petani sendiri, baik secara perorangan maupun berkelompok dilakukan setelah terjadi serangan hama. Walaupun bantuan insektisida telah diberikan wewng sulit dikendalikan karena penanganannya terlambat.

Sebab-sebab timbulnya serangan hama wereng, dipengaruhi beberapa faktor. Misalnya, iklim yang membantu perkembangan populasi hama secara cepat. Saat ini yang semestinya sudah masuk musim kemarau namun curah hujan masih relatif tinggi sehingga faktor kelembaban tinggi ini memacu perkembangan populasi hama.

Wereng cokelat adalah serangga yang mampu berkembang biak cepat. Dalam masa reproduksinya satu induk betina mampu menghasilkan 100 - 600 telur. Dengan daya sebar yang cepat dan ganas serta kemampuan menemukan sumber makanan membuat serangan wereng itu makin ganas.

Faktor lain adalah penanaman varietas padi yang tidak tahan terhadap wereng batang cokelat, dan adanya pola tanam yang tidak teratur. Kondisi semacam ini dipicu oleh serangan wereng diawali tahun 1972 kemudian terjadi juga tahun 1975 dipicu oleh varietas lokal yang tidak tahan (rojolele, ketan dan lain-lain) yang berakibat sampai dengan saat ini dalam satu hamparan dapat kita temukan kondisi pertanaman yang beragam ada semai,  pemeliharaan tanaman, dan ada yang panen. 

Belum lagi masalah penggunaan pestisida yang kurang tepat sehingga tidak efektif membasmi hama itu. Pengendalian hama akan lebih efektif bila kita mengetahui gejala, sistem penularan, dan siklus hidup hama. Siklus hidup wereng cokelat  terbagi dalam 3 fase, yaitu telur, nimfa, dan serangga dewasa. Wereng betina meletakkan telur-telurnya dalam pelepah dan tulang daun, 7 - 9 hari kemudian telur menetas dan menjadi nimfa.
Bangun Sinergi Pada fase nimfa inilah serangan wereng berbahaya karena nimfa-nimfa bersaing untuk mendapatkan sumber makanan. Nimfa merusak tanaman dengan cara memakan dan menghisap cairan dalam tanaman padi. Umur 13 - 15 hari nimfa berkembang menjadi serangga dewasa.  Wereng cokelat memiliki keistimewaan yaitu membentuk biotipe baru, dan pembentukan biotipe ini terjadi manakala ada pergantian varietas yang tahan wereng.

Penggunaan pestisida yang kurang benar menyebabkan pula timbulnya biotipe baru dari wereng, yang berakibat wereng semakin kebal terhadap insektisida. Permasalahan  hama ini menjadi lebih kompleks manakala muncul virus kerdil hampa yang ditularkannya, seperti terjadi di Klaten akhir-akhir ini.

Untuk itu perlu berbagai upaya, seperti membangun sinergi antara pengendali organisme pengganggu tanaman-pengamat hama penyakit (POPT-PHP) dan penyuluh pertanian lapangan (PPL). Hasil pengamatan  POPT-PHP dan rekomendasinya disampaikan ke PPL/ dinas, selanjutnya dilakukan langkah pengendalian bersama petani/kelompok tani.

Upaya lain adalah memperbaiki pola tanam berdasar hamparan, hindari ego kepentingan antarpetani dengan mengedepankan kepentingan bersama dalam hamparan.

Lakukan pula perubahan pola tanam dari padi - padi - padi menjadi padi - padi- palawija, serta tetap berpedoman pada kalender tanam. Pemerintah kabupaten/kota seyogianya segera membuat keputusan pola tata tanam, sebagaimana zaman dulu. 

Bisa pula menerapkan pola pengendalian hama terpadu (PHT), dengan prinsip-prinsip manajemennya. Misalnya budidaya tanaman sehat yang mengedepankan benih sehat dari varietas unggul tahan hama, pengolahan tanah sempurna, penyiangan gulma, pelestarian dan pemanfaatan musuh alami, pengamatan berkala, dan mendidik petani ahli PHT. Untuk keperluan ini, perlu mengumpulkan kembali petani eks peserta sekolah lapangan PHT. (10)

— Ir Sukarno MP, Kepala Sekretariat Badan Koordinasi Penyuluhan (Bakorluh) Provinsi Jawa Tengah

Wacana Suara Merdeka 31 Mei 2010