07 Desember 2009

» Home » Media Indonesia » Mengawal Hak Angket Bank Century

Mengawal Hak Angket Bank Century

Keputusan Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK) dan BI pada 21 November 2008 yang menyatakan Bank Century sebagai bank gagal yang berpotensi sistemik telah menimbulkan efek luar biasa. Efek itu tidak hanya terhadap kehidupan ekonomi, tetapi juga politik. Banyak kalangan berharap agar kasus itu dibuka sehingga terdapat kepastian hukum dan transparansi dalam pengelolaan sektor perbankan akan semakin baik.
Sebagaimana kita ketahui, akibat kebijakan tersebut, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) harus mengambil alih dan memberikan dana talangan kepada Bank Century yang sejak sekarang sudah dilakukan sebanyak empat kali. Pertama, pada 23 November 2008 sebesar Rp2,776 triliun. Kedua, pada 5 Desember 2008 sebesar Rp2,201 triliun. Ketiga, pada 3 Februari 2009 sebesar Rp1,155 triliun. Keempat, pada 21 Juli 2009
sebesar Rp630 miliar. Total dana yang telah disuntikkan LPS kepada Bank Century sebesar Rp6,762 triliun.
Keputusan Komite Stabilitas Sektor Keuangan dan BI pada 21 November 2008 yang menyatakan Bank Century sebagai bank gagal yang berpotensi sistemik bukanlah sebuah kebijakan yang berdiri sendiri. Skandal Bank Century ini hanyalah mata rantai dari sejumlah kebijakan BI yang tidak transparan dan tidak prudent. Tidak mengherankan jika banyak sekali kejanggalan yang terjadi dalam upaya menyelamatkan dan menyehatkan Bank Century.


Kejanggalan tersebut sudah terjadi sejak dilakukan sebelum akuisisi dan merger menjadi Bank Century. Bank Century adalah hasil merger tiga bank, yaitu Bank Pikko, Bank Danpac, dan Bank CIC, pada Desember 2004.
Sebelum dilakukan merger, sesungguhnya ketiga bank yang merger (Bank Pikko, Bank Danpac, dan Bank CIC) sudah mengalami berbagai masalah, tetapi dalam proses merger dan akuisisi BI bersikap tidak tegas dan tidak prudent. Sebelum merger, Bank CIC memiliki transaksi fiktif surat-surat berharga senilai US$25 juta dan beberapa surat berharga yang berisiko tinggi sehingga berakibat CAR menjadi negatif. Selain juga telah terjadi penarikan dana pihak ketiga dalam jumlah besar sehingga bank kesulitan likuiditas. Sementara itu, di Bank Pikko terdapat kredit macet yang dikategorikan macet dan yang berakibat CAR negatif.
Jika sebelum kelahiran sudah mengandung banyak kecacatan, wajar jika perkembangan Bank Century tersebut juga akhirnya banyak cacatnya. Bagaimana tidak? Berselang hanya beberapa bulan setelah merger menjadi Bank Century (Desember 2004), laporan hasil pemeriksaan BI atas Bank Century yang dikeluarkan pada 31 Oktober 2005 diketahui posisi CAR Bank Century per Februari 2005 sudah negatif 132,5%. Dengan kondisi tersebut, seharusnya Bank Century ditetapkan sebagai bank dalam pengawasan khusus. Bank berstatus dalam pengawasan khusus adalah bank yang mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya sehingga BI mengharuskan bank dan pemilik saham pengendali untuk menyelesaikan dalam waktu enam bulan. Jika dalam periode tersebut tidak terselesaikan, BI akan menyatakan sebagai bank gagal.
Namun, status bank dalam pengawasan khusus telah diubah BI menjadi bank dalam pengawasan intensif dengan alasan pemilik saham pengendali berkomitmen untuk menjual surat-surat berharga. Akan tetapi, komitmen pemilik saham pengendali tidak perah dilaksanakan.
Selain itu, sejak 2005 hingga 2007, berdasarkan hasil pemeriksaan BI juga diketahui, Bank Century melanggar batas maksimal pemberian kredit (BMPK), tetapi BI tidak mengambil tidak tegas. Bank Century juga telah melakukan rekayasa terhadap capital adequacy ratio (CAR) bank guna memperoleh fasilitas pembiayaan jangka pendek (FPJP). Posisi CAR Bank Century pada akhir Oktober 2008 pada saat sebelum persetujuan memperoleh fasilitas pembiayaan jangka pendek (FPJP) sudah negatif sebesar 3,53%. Padahal sesuai dengan ketentuan BI, bank yang dapat mengajukan FPJP adalah bank dengan CAR positif. Selain itu, jaminan untuk memperoleh FPJP sesuai dengan ketentuan BI adalah sebesar 150% dari plafon FPJP. Namun, jaminan yang ada nilainya hanya sebesar 83% dari plafon FPJP.

Keputusan KSSK mengundang polemik
Persoalan krusial yang kini banyak dipermasalahkan adalah keputusan KSSK dan BI pada 21 November 2008 yang menyatakan Bank Century sebagai bank gagal yang berpotensi sistemik (bisa menyebabkan kegagalan bank lain jika dibiarkan mati).
Apa sesungguhnya indikator sebuah bank disebut memiliki dampak sistemik? Indikator dampak sistemik dapat dilihat dari beberapa aspek: aspek institusi keuangan, pasar keuangan, sistem pembayaran, dan sektor riil yang diukur dengan indikator kuantitatif.
Dari empat aspek tersebut, diindikasikan hanya aspek institusi keuangan yang dilakukan analisis secara kuantitatif. Aspek lainnya lebih mendasarkan pada pertimbangan kualitatif.
Hasil analisis menunjukkan aspek institusi keuangan dan sektor riil menunjukkan pengaruh Bank Century adalah memiliki pengaruh yang rendah. Apabila dilihat dari ukuran bank jika dibandingkan dengan industri perbankan, sangat kecil atau tidak signifikan. Sementara itu, fungsi bank juga dapat digantikan bank lain karena terdapat bank sejenis dalam industri perbankan. Dampak cukup signifikan adalah kaitan antara bank dan bank lain dalam industri perbankan.
Pada saat itu sedang terjadi krisis keuangan global sehingga ada keinginan untuk meminimalkan dampak tersebut terhadap sistem keuangan domestik. Situasi keuangan global yang buruk tersebut telah mendorong dilakukan pendekatan kehati-hatian dengan melakukan penyelamatan sekaligus meminimalisasi cost.
Dalam menentukan kriteria dampak sistemik, tampaknya BI dan KSSK tidak memiliki kriteria terukur. Dampak sistemik, atau tidak, merupakan dampak berantai yang sulit diukur secara pasti. Perkiraan yang dapat diukur adalah cost atau biaya yang timbul apabila dilakukan penyelamatan.
Hal itulah yang menyebabkan mengapa Menteri Keuangan sebagai Ketua KSSK dinilai tidak transparan terhadap kondisi Bank Century sehingga DPR tidak memiliki informasi yang cukup yang diperlukan untuk membuat keputusan yang tepat menyangkut penyelesaian Bank Century. Hal itu terjadi, misalnya, pada saat KSSK menetapkan Bank Century sebagai bank gagal pada 21 November 2008 yang semula biaya penanganannya disepakati Rp632 miliar, tetapi pada 23 November 2008 keputusan mengenai biaya penanganan sudah membengkak lagi menjadi Rp2,6 triliun.
Terjadinya pembengkakan biaya tersebut bukan karena adanya transaksi pada Sabtu dan Minggu (21-23 November 2008), melainkan karena adanya perubahan asumsi terutama mengenai penilaian surat berharga valas yang semula dinilai lancar. Setelah bank ini ditangani LPS, BI menilai surat berharga valas tersebut sebagai aset macet sehingga harus disisihkan 100%.
Kemampuan BI dalam melakukan assessment mengenai profil pemegang saham terkait dengan risiko bank yang tidak kredibel tersebut menyebabkan keputusan KSSK yang diambil terhadap penyelamatan Bank Century juga menjadi tidak kredibel sehingga penilaian memiliki risiko sistemik juga menjadi sangat sulit dipertanggungjawabkan. ***

Oleh Dr Fahruddin Salim, Tim Ahli di DPR
Opini Media Indonesia 8 Desember 2009