10 November 2009

» Home » Seputar Indonesia » Bibit-Chandra Bergulir Terus

Bibit-Chandra Bergulir Terus


Seputar Indonesia- Selasa 10 November 2009

Sampai hari ini kasus Bibit- Chandra, dua pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), masih bergulir terus ke sana-ke mari.

Kalau kita mengira bahwa dengan dibukanya rekaman telepon antara Anggodo dan sejumlah petinggi hukum duduk perkara menjadi terang, harapan tersebut ternyata keliru.Bukannya masalah menjadi terang, tetapi sekarang kasus tersebut justru memasuki babak baru,yaitu babak bantah-membantah.

Publik malah menjadi semakin bingung. Lalu,apa yang dapat dilakukan rakyat pencinta negeri ini yang sudah muak dengan korupsi dalam menyikapi kejadian yang menimpa diri dan negaranya? Yang paling penting adalah menjaga agar negeri tercinta tidak semakin collapse. Kita tidak dapat melokalisasi kasus ini sebagai persoalan hukum semata. Sudah terlihat tanda-tanda, misalnya, bagaimana ia memberi pengaruh dan dampak kuat terhadap kehidupan ekonomi.

Program pemulihan perekonomian, penggenjotan pertumbuhan dan penanggulangan kemiskinan yang sedang diusahakan sekuat tenaga oleh kabinet baru Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Boediono dapat menjadi berantakan. Bagaimana kemungkinan tersebut tidak akan terjadi apabila energi bangsa sehari- hari dihabiskan untuk mengurusi Bibit-Chandra? Maka semakin kuatlah alasan untuk menyelesaikan kasus tersebut secepatcepatnya.

*** Memang telah terjadi suasana yang gawat, bukan hanya karena kekosongan pimpinan KPK sehingga menjadi alasan untuk mengeluarkan perppu,tetapi karena alasan- alasan yang lebih besar. Bagi bangsa ini, prognosis korupsi memang semakin mengkhawatirkan dan benar apabila dinobatkan sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crime).

Apabila keadaan sudah seperti itu, kita juga perlu menghadapinya secara luar biasa. Pada 1999, Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) telah membentuk Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK). Tim tersebut terdiri atas hakim,jaksa,polisi,BPK,advokat, akademisi, perbankan, Badan Pertanahan Nasional, LSM, serta wakil masyarakat.

Lembaga tersebut diketuai oleh mantan Hakim Agung Adi Andojo Soetjipto.Tim sudah berancang-ancang untuk mengusulkan deklarasi tentang “Keadaan Darurat Perang Melawan Korupsi”. Apabila deklarasi tersebut berhasil dikeluarkan, akan terjadi eskalasi luar biasa pemberantasan korupsi, mungkin lebih daripada yang kita lakukan sekarang.

Namun TGPTPK keburu dibubarkan oleh Mahkamah Agung (2000) atas dasar pembentukannya yang menyalahi hukum.Waktu itu TGPTPK sedang bersiap-siap membawa beberapa hakim agung ke pengadilan dengan dakwaan korupsi.

Siasat yang ditempuh TGPTPK adalah apabila tim berhasil membawa hakim-hakim agung tersebut ke depan meja hijau, hal itu akan memberikan dampak luas di masyarakat. Rupa-rupanya corruptor fights back bukan barang baru di negeri ini. Dari kejadian tersebut kita belajar bahwa tidak hanya diperlukan jaksa dan polisi saja yang progresif, tetapi para hakim juga. Bukankah pada akhirnya perkara akan bermuara di pengadilan?

*** Kini sejarah telah berulang di negeri ini. Ada pelajaran yang sangat berharga dari penggal sejarah yang sekarang sedang ditulis. Namun ia baru memberikan pelajaran bagi bangsa ini apabila kita memang menindaklanjuti kemelut yang terjadi sekarang.

Dengan sangat jelas terpampang ketidakpuasan publik terhadap kinerja badan-badan penegakan hukum yang ada.Melalui komunitas Facebooker sudah tercatat lebih dari 1 juta orang yang memihak kepada Bibit-Chandra dan masih akan terus membengkak. Tanpa pretensi menakut-nakuti,fenomena ini perlu diwaspadai dengan saksama.

Jangan sampai power of the facebooker akhirnya benar-benar menjadi people power dengan konsekuensi sosial-politik yang dahsyat seperti terjadi di Filipina tahun 1980-an. Pada hemat saya, sebaiknya Presiden SBY segera turun tangan dalam kapasitas sebagai kepala negara.Bagaimana seorang kepala negara tidak boleh turun tangan saat suatu bahaya mengancam bangsa yang dipimpinnya?

Dapat dimengerti bahwa SBY yang bukan ahli hukum merasa gamang, khawatir mengambil keputusan yang salah. Apakah sejuta lebih Facebooker belum dapat meyakinkan Presiden akan keadaan yang gawat ini? Belum terlihat peran DPR dalam hal ini,padahal mereka adalah wakil rakyat.Pada hemat saya,DPR perlu memberikan dukungan kepada Kepala Negara pada saat berinisiatif untuk turun memimpin bangsanya melewati cobaan sekarang ini dengan selamat.

Kita memang membutuhkan hukum, tetapi itu perlu dimaknai sebagai hukum yang progresif. Tidak baik apabila kita terlalu dibelenggu oleh hukum yang justru harus membahagiakan rakyatnya. Hukum adalah untuk bangsa (baca: manusia) dan bukan sebaliknya.(*)

Satjipto Rahardjo
(Guru Besar Emeritus Fakultas Hukum Universitas Diponegoro)